Menguak Tabir Ajaran Agama Adat Hukuman Mati Bagi Anggota 'Murtad' saya kutip dari : http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=12127
NAMA lingkungan Salena, tiba-tiba mencuat dan menjadi bahan perbincangan di tingkat nasional. Di lingkungan yang berada di pinggiran kota Palu ini, memang menjadi lokasi meregangnya nyawa dua perwira polisi di lingkungan Polresta Palu, saat berusaha menjemput Mahdi,--pria yang dianggap sebagai pimpinan spritual aliran agama adat. Bagaimana ajaran yang dibawa Mahdi, dan seperti apa misi yang dibawanya? SALENA, jika dalam pemetaan kota Palu, lingkungan yang masuk dalam Kelurahan Buluri, Kecamatan Palu Barat. Salena dibagi dalam dua lingkungan (sebutan dusun bagi desa). Lingkungan I Salena, berada di atas lingkungan Lekatu, Kelurahan Tipo dan berjarak sekitar 15 km dari pusat kota Palu ke arah barat daya. Akses untuk masuk ke lingkungan I Salena, cukup bagus. Walaupun medannya menanjak, namun untuk mencapai lingkungan I Salena, bisa dengan menggunakan kendaraan apa pun, karena sudah ada proyek peningkatan jalan. Lingkungan II Salena berada di atas lingkungan Salena I. Untuk bisa mencapai lingkungan II Salena, cukup sulit. Lingkungan ini, hanya bisa dijangkau dengan jalan kaki, karena jalannya setapak dan menanjak menuju ke punggung gunung Gawalise. Di sisi kiri jalan setapak terdapat jurang dan gunung sebelah kanannya. Untuk mencapai lingkungan II Salena, memakan waktu perjalanan sekitar dua jam, tanpa istirahat. Lingkungan I Salena dihuni 200 KK, sedangkan lingkungan II Salena jumlah penduduknya, diperkirakan jumlahnya hanya setengah jumlah penduduk di lingkungan I Salena. Pola hidup warga di lingkungan II Salena, adalah kehidupan masyarakat pegunungan yang suka hidup berpencar di daerah-daerah yang bisa diolah menjadi lahan perkebunan. Struktur tanah di wilayah Salena, adalah tanah pegunungan yang sedikit tandus, sehingga jarang tanaman palawija yang hidup, kecuali singkong, serta tanaman keras lainnya. Masyarakat Lingkungan I dan II Salena, banyak yang berprofesi sebagai buruh kasar dan penarik becak di kota Palu. Tingkat pendidikan masyarakat Salena, hanya sebatas pendidikan SMP. Agama yang dianut warga lingkungan I Salena mayoritas Islam, sementara lingkungan Lekatu yang berada di bawah lingkungan I Salena, mayoritas pemeluk agama Kristen. Siapa sebenarnya Mahdi dan bagaimana sosok kontroversi ini bisa mempengaruhi warga? Mahdi yang bernama asli Arifin, adalah pria asli kelahiran lingkungan II Salena, 32 tahun silam. Bila dibandingkan warga lainnya di lingkungan II Salena, Arifin alias Mahdi, lebih beruntung karena bisa mengenyam pendidikan hingga kelas II Madrasah Tsanawiyah (MTs). Namun warga tidak ada yang mengetahui MTs mana Mahdi bersekolah. Yang pasti, Mahdi dikenal di lingkungannya sebagai sosok yang agak fasih melantunkan ayat suci Alquran. Tidak ada yang tahu secara jelas, kapan Mahdi mendapatkan 'ilham' sehingga kemudian memproklamirkan diri sebagai pembawa ajaran baru bagi warga di lingkungan II Salena dan sekitarnya. Kehidupan Mahdi yang sedikit tertutup, ditambah lagi daerah tempat tinggalnya yang terpencil dan jauh dari jangkauan informasi dan komunikasi, sehingga tidak banyak warga lingkungan Lekatu yang mengetahui secara persis latarbelakang kehidupan Mahdi. Namun, berdasarkan informasi yang diperoleh, diketahui kalau Mahdi sebelumnya berprofesi sebagai dukun. Ajaran yang dibawa Mahdi sendiri, kabarnya telah berkembang sejak dua tahun silam. Hanya saja, belakangan merebak isu ajaran Mahdi tidak mengakui adanya Tuhan. Isu ini kemudian membuat resah masyarakat di sekitar lingkungan Salena. Saat itu, juga belum mendapat respon dari pemerintah. Seperti apa misi yang dibawa Mahdi? Dari penuturan beberapa warga yang sempat menjalani proses pengukuhan, inti dari ajaran yang dibawa Mahdi adalah kembali pada ajaran adat. Sehingga bagi mereka yang sudah menyatakan diri sebagai pengikut Mahdi, dilarang untuk melakukan ritual ibadah yang mereka anut sebelumnya. Bagi yang Islam, dilarang untuk salat, puasa, dan rangkaian ibadah lain. Sementara bagi yang beragama Kristen, dilarang untuk masuk gereja, dan melakukan amalan lainnya. Ironisnya, yang melanggar ajaran itu setelah dikukuhkan oleh sang pemimpin spiritual, dianggap 'murtad'. Parahnya lagi, bagi yang 'murtad' hukumannya berat; dibunuh. Selain itu, mereka yang telah dikukuhkan, akan disematkan dengan kain putih yang diikatkan di kepala dan kain kuning di bagian perut. Kedua simbol warna ini, menjadi pertanda bahwa putih adalah kesucian, sedangkan kuning adalah simbol dari badaniah dan fisik manusia. Bagi mereka yang sudah memakai tanda ini, dilarang untuk berkomunikasi dan berhubungan dengan keluarganya yang masih belum menjadi anggota agama adat. Bagi mereka yang kedapatan tetap berhubungan dengan keluarganya, lagi-lagi bayarannya adalah nyawa. Tidak itu saja. Penganut agama adat ini juga disuruh untuk 'berdakwah' kepada anggota keluarganya yang lain untuk bergabung dengan agama adat. Bagi mereka menolak, maka halal darahnya untuk ditumpahkan ke bumi. Demikian pula, dalam ajaran yang dibawa Mahdi ini, ditekankan pula bahwa penganut agama adat harus memusuhi mereka-mereka yang tetap berkukuh dengan kepercayaannya yang lama, dan enggan masuk dalam lingkaran kelompok ajaran agama adat. Beberapa warga yang mengaku pernah menjalani proses pembaiatan yang langsung dilakukan oleh Mahdi, mengakui, dalam proses penyematan itu, mula-mula 'sang guru' memakaikan sarung bagi calon anggota. Kemudian dibacakan mantera, sambil meniup ubun-ubun dan perut mereka yang akan dikukuhkan sebagai penganut ajaran agama adat. Setelah itu, Mahdi kemudian melakukan pengecekan dengan menggunakan kemampuan spritualnya untuk mencari tahu, siapa saja di antara yang dibaiat itu benar-benar berkeinginan bergabung dalam agama adat. Bagi yang ketahuan belum 'iklas', diminta untuk masuk dalam daftar tunggu, dan akan dibaiat lagi di saat hatinya benar-benar sudah mantap untuk bergabung dengan agama adat. Bagi yang dianggap lulus dalam pembaiatan, selain mendapat pengakuan sebagai pengikut agama adat, juga sudah resmi masuk sebagai penganut. Mereka ini dipercaya mendapat kemampuan yang 'lebih', termasuk dianggap memiliki kemampuan kekebalan tubuh dari serangan senjata apa pun. Mengenai aktivitas ritual yang dilakukan oleh Mahdi, tidak ada warga yang mengetahui secara pasti, seperti apa proses ritual yang dilakukan oleh Mahdi beserta pengikutnya. Karena itu tadi, sikap eksklusif dan ekstrimnya ajaran yang dibawa Mahdi ini, sehingga jarang warga yang mencoba untuk mencari tahu ritual yang dijalani Mahdi. Terkecuali, mereka yang sudah mendapat pengakuan sebagai pengikut Mahdi. Namun yang jelas, dari misi yang dibawa Mahdi, adalah melarang penganutnya untuk menjalankan syariat agama apa pun. Mereka diharuskan kembali kepada ritual adat yang konsep dan tata caranya telah disusun oleh sang 'Maha Guru'. Lalu seperti apa pandangan Mahdi terhadap sosok Tuhan? Dari pengakuan warga,--juga terungkap dari proses dialog yang dilakukan aparat yang selamat ketika hendak menjemput Mahdi di rumahnya di dusun II Salena-- Mahdi menantang anggota polisi untuk menembaknya. Jika ia tidak terluka, berarti ia layak disebut sebagai Tuhan. Bahkan, Mahdi juga mengaku sebagai pencipta alam dan mengatur hidup matinya seseorang. Dalam diskusinya dengan anggota polisi yang hendak menjemputnya, Mahdi juga marah jika dikatakan bahwa sebenarnya yang menciptakan segala alam semesta ini, adalah Allah Swt. Dengan bermodalkan pedang yang ia miliki, maka sudah cukup baginya untuk melakukan apa saja, termasuk melawan pistol aparat. Menurut keterangan petugas yang berada di TKP, diketahui pula bahwa sebelum tragedi yang menewaskan AKP Fuadi Chalis dan AKP Imam, Mahdi sedang menyiapkan ritual khusus untuk menghidupkan orang yang sudah mati. Malahan, hingga saat ini, mayat yang katanya akan dihidupkan oleh sang 'Maha Guru' tersebut, masih berada di dusun II Salena, dalam keadaan sudah membusuk karena diperkirakan mayat itu sudah beberapa hari dan belum dikebumikan. Pengikut Mahdi yang menyerahkan diri, tidak ada yang mau menjelaskan secara detil tentang ajaran yang dibawa oleh pimpinannya itu. Mereka justru beralasan, hanya ikut-ikutan dan takut dengan ancaman Mahdi dan pengikutnya yang akan membunuh siapa saja yang enggan diajak masuk ke dalam ajaran agama adat. Ajaran Mahdi memang masih menyisakan misteri. Seperti halnya saat Mahdi yang mulutnya selalu komat-kamit, dan terkadang perilakunya seperti orang kesurupan. Namun, pastinya, Mahdi saat ini menjadi buronan. Pria yang mengaku Tuhan itu, saat ini harus lari dari kejaran aparat menuju kawasan hutan di arah barat pegunungan Gawalise. Dia dan sebagian pengikutnya masih bersembunyi. (*) --------------------------------------------------------------------- To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina (Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id) Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id) ---------------------------------------------------------------------