Bu Hesty,
 
Buku Slametmuljana itu saya dapatkan awal Oktober lalu di Gramedia Bogor di 
bagian Sosial-Budaya, Rp 39.500, tidak sulit dicari hanya jumlahnya terbatas - 
bukan interest banyak orang sih.

Pendapat Bu Hesty sangat wajar dan itu juga yang dikuatirkan banyak orang, 
apalagi perbandingan masyarakat pembaca dan masyarakat penulis jauh dari 
seimbang. Bacaan2 "berbahaya" akan ditelan terlebih dahulu sebelum penulis 
selesai menulis satu buku tandingannya dan mendidik masyarakat ke arah yang 
benar. Mungkin itu yang dipakai dasar Kejaksaan melarang2 buku.
 
Maka, saya tulis pelarangan buku "berbahaya" dalam jangka pendek adalah 
efektif, hanya tak bisa dibiarkan terus-menerus. Yang terbeban untuk mendebat 
buku2 "berbahaya" mestinya lebih aktif menulis, misalnya di koran2, agar 
distribusi lebih luas dan waktunya cepat. Dan, orang tua harus lebih peduli 
dengan apa-apa yang dibaca oleh anak-anaknya. Seperti sebuah stasiun TV, di 
acara2 tayangan filmnya selalu mencantumkan inisial2 status film, misalnya "BO" 
(bimbingan orang tua), maka film itu boleh ditonton anak2 asal orang tuanya 
ikut nonton juga untuk membimbingnya. Kita orang tua kalau anaknya sudah ABG 
sekali2 harus masuk ke kamarnya, membuka2 lemarinya, dan membuka2 tasnya. 
 
Kalau anak kita nanti bilang bahwa umur Bumi hanya 6000 tahun, diciptakan Tuhan 
pada 4004 SM jam 10 pagi dan dinosaurus itu hidup sezaman dengan manusia, maka 
dia telah membaca buku kreasionis. Apakah masyarakat lalu akan berpendapat 
seperti itu ? Saya pikir tidak sebab saat mereka di SD dan SMU pun telah 
terdidik dengan basic science yang menurut saya non-creationist. Lalu apakah 
buku2 kreasionis dilarang saja ? Tidak perlu karena ia akan mendidik kita dan 
anak2 kita berargumen. 
 
Akan halnya buku Pram yang dituduh berbau komunisme, kita nilai saja 
kesusastraannya. 
Untuk belajar komunisme, sekarang ada buku2 terjemahan yang memang mengajar 
komunisme, termasuk buku Karl Marx sendiri. Lagipula, membaca komunisme tidak 
sama dengan menjadi komunis bukan ?
 
Bagaimana kita bisa menilai buku ini jelek, berbahaya, dll. kalau kita tidak 
mempelajarinya ?
 
salam,
awang
 
 

"Widyastini, Irma (irmahes)" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
Mumpung masih suasana lebaran ...Selamat Hari Raya Idul Fitri, mohon
maaf lahir batin bagi semua yang merayakan.
Pak Awang saya tertarik dengan buku "Runtuhnya Majapahit dan Masuknya
Islam di Jawa"
Dimana ya bisa dapatkan ?

Pak awang, saya koq agak bingung dengan pendapat ini ya :
Apakah buku2 ini mesti dilarang ? Oh tidak, biarkan saja, malahan harus
ditulis buku untuk menandinginya dan biarkanlah masyarakat belajar dan
para geologist pun belajar berargumen.

Kalau bukunya dibaca sama orang yang bidangnya sesuai pasti gampang kita
mengikuti alur ceritanya, atau kalaupun ada yang salah kita pasti akan
langsung tau, jadi begitu ada buku bantahannya kita juga tau kalau buku
baru ini untuk membantah buku sebelumnya.
Nah kalau bukan bidangnya, trus kita pengen baca karena iseng pengen tau
aja (misalnya geologist baca buku sejarah) ... Rasanya agak sulit kita
akan tau ada kesalahan atau tidak, yang kita pikir Cuma kita sudah dapat
pengetahuan baru nih, entah bener entah ndak 
Trus kalau kita gak tau bahwa itu salah atau gak tau kalau ada buku
jawabannya, ya akan salah terus kitanya nanti. 
Kalau itu terjadi sama educated people, gak masalah lah masih bisa
diperbaiki.
Saya membayangkan itu terjadi pada anak kita yang baru belajaran jadi
ABG, trus baca buku Pak Pram. Background yang dia punya cuma ... Wah,
pak pram ini terkenal lo, diomongin dimana-mana jaman Bung Karno dulu,
disebutin juga di buku IPS/umum. Trus dia jalan-jalan ke gramedia iseng
ngambil bukunya (kita orang tuanya kadang khilaf ya ngontrol apa saja
yang dibaca anak kita). Kalau dia nggak punya pengetahuan yang banyak
tentang sosok Pak Pram, langsung baca ide-idenya gimana ya jadinya ?

Wassalam 
Hesty


                
---------------------------------
 Yahoo! FareChase - Search multiple travel sites in one click.  

Kirim email ke