Pak Nataniel,
   
  Pertanyaan Pak Nataniel bagus, sederhana, to the point, dan sama halnya 
dengan pertanyaan (1) andai di Banjar Panji sedang tidak ada pemboran, tetapi 
ada goncangan gempa, apakah lumpur panasnya akan tetap menyembur ?, juga (2) 
andai Banjar Panji tidak digoncang gempa, apakah lumpur panas akan tetap 
tersembur oleh pemboran ?
   
  Banyak kasus semburan lumpur pada sistem erupsi gunung lumpur dipicu oleh 
gempa. Kasus2 di Laut Kaspia, Azerbaijan, dan California bisa mewakili hal ini. 
Di Banjar Panji, dua hal (gempa dan pemboran) terjadi bersamaan, dua hal ini 
harus sama-sama diperiksa sebagai bertanggung jawab kepada erupsi lumpur panas. 
Pemboran dan segala kesulitannya (loss, kick, pipe sticking, overpull, dll.) 
terjadi di Banjar Panji. Gempa, ada yang percaya ada yang tidak percaya, 
terjadi di Banjar Panji saat Yogya digoncang gempa. Saya percaya gempa terjadi, 
tentu ini didasarkan kepada serangkaian data lokal maupun regional.
   
  Gempa bisa mereaktivasi retakan-retakan lama atau membuka retakan baru yang 
lebih kecil (fissures) dan gelombang P-nya bisa meruntuhkan kohesi antar batuan 
(berujung ke likuifaksi). Dengan cara ini, goncangannya bisa memobilisasi 
materi batuan yang sudah liquefied dan memang dari awal tidak stabil 
(undercompacted). Mobilisasi akan terjadi via retakan-retakan lama dan baru. 
Kegiatan pemboran, saya curiga ke overpull yang puluhan ton kekuatan 
hentakannya, bisa juga mengganggu "kestabilan" materi liquefied undercompacted 
shale/clay.
   
  Kalau mud volcano dibor, apakah lubang bor akan membuatnya meletus via 
semburan lumpur ? Coba kita lihat kasus2 berikut.
   
  Ada dua sumur Belanda NNGPM (1950s) jauh di Pulau Salawati selatan Sesar 
Sorong, Kepala Burung Papua : Waibu-1 dan Waipili-1. Wilayah ini adalah wilayah 
yang kaya diapir, semua penampang seismik di wilayah ini menunjukkan dengan 
sangat jelas keberadaan diapir ini yang terdistribusi sejajar dengan Sesar 
Sorong (saya pernah mempublikasikannya untuk seminar regional FOSI ke-2 tentang 
deep-water sedimentation - Satyana dan Setiawan, 2001 : "Origin of Pliocene 
deep-water sedimentation in Salawati Basin, Eastern Indonesia : deposition in 
inverted basin and exploration implications"). Diapir2 ini mengangkat lapisan2 
di atasnya sampai membentuk jalur2 antiklin. Di mana ada antiklin di situlah 
titik bor - begitulah prinsip eksplorasi zaman dulu. Maka, dua sumur itu pun 
dibor dan lalu dua-duanya dihentikan karena tak mampu melewati puncak diapir, 
overpressure. Tidak dilaporkan telah terjadi semburan lumpur di kedua sumur itu.
   
  Sumur Jati-1 (Lundin Banyumas, 2005-2006) saat diusulkan cukup memakan 
diskusi yang lama karena keberadaan diapir yang akan dilewatinya. Sumur2 lama 
(BPM, Pertamina) dihentikan saat memasuki diapir ini, tak kuat mengatasi 
overpressure. Lundin ingin mengeksplorasi objektif jauh di bawah diapir. Dengan 
"berdarah-darah" dan memakan banyak biaya, sumur Jati-1 berhasil melewati 
diapir ini walaupun akhirnya gagal menemukan reservoir yang diincarnya. 
   
  Sumur Banjar Panji-1 diusulkan mempunyai dua objektif : reef dangkal sekitar 
umur Miosen Akhir atau Pliosen dan reef dalam ekivalen Kujung. "Kok bisa ada 
reef dangkal di wilayah ini - kondisi regional sejauh yang saya tahu tak 
mengizinkannya bisa ada reef di situ" itu salah satu pertanyaan saya saat 
Lapindo mengusulkan sumur ini tahun 2004. Tetapi, reef objektif kedua ini tetap 
harus dilewati untuk mencapai reef objektif pertamanya : Kujung. Lalu, sumur 
dibor tahun 2006, saya tak mengikutinya lagi dengan detail karena sudah pindah 
mengawasi eksplorasi Kalimantan dan Indonesia Timur, tetapi saya sempat 
menanyakan lagi ke Lapindo, "ketemu reef dangkalnya ?" Dijawab, "tidak, lempung 
ternyata" Lalu musibah itu pun terjadi dan saya berpikir  : sumur menembus 
shale diapir (atau gunung lumpur malahan) yang di penampang seismik memang 
terlihat seperti build-up karbonat. Saat melewati diapir ini, overpressure 
terjadi sampai Lapindo menggunakan lumpur dengan MW di atas 14 ppg. Saat
 diapir ini terbuka untuk pertama kalinya oleh sumur, kita tahu bahwa tak ada 
semburan lumpur kan. Semburan lumpur terjadi setelah terjadi gempa di Yogya, 
setelah terjadi loss di karbonat di TD sumur ini, setelah terjadi kick saat 
pipa dicabut, setelah terjadi overpull saat pipa terjepit.
   
  Dari kasus empat sumur di atas (Waipili-1, Waibu-1, Jati-1, Banjar Panji-1) 
mungkin bisa kita katakan : membor diapir atau gunung lumpur tak akan 
membuatnya meletus menyemburkan lumpur panas selama bisa diatasi masalah 
overpressure-nya. Tetapi kalau ada komplikasi-komplikasi dari alam (seperti 
banyaknya retakan dan gempa) atau mechanical trouble (seperti pipe-sticking dan 
overpull) mungkin gunung lumpur bisa terbangunkan dan menyemburkan lumpurnya.
   
  Kembali ke pertanyaan Pak Nataniel, kelihatannya sekedar membuat lubang bor 
tak akan mengerupsikan gunung lumpur, tetapi kalau ada komplikasi2 dari alam 
dan mechanical bisa lain ceritanya.
   
  Depresi Kendeng, khususnya di sisi utaranya dekat Rembang Zone (Banjar Panji 
di sisi selatannya), adalah daerah kaya sumur. Sejak akhir 1800an dan awal 
1900an telah banyak sumur dibor, tak ada kan yang menimbulkan bencana seperti 
di Banjar Panji padahal tak sedikit juga sumur2 yang melalui overpressured zone 
di diapir Kendeng ini.
   
  Kelihatannya, just making a hole through a diapir (may also be a mud volcano 
) will not erupt the volcano.
   
  salam,
  awang
   
   
  Nataniel Mangiwa <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
  "mud volcano tererupsi karena dipicu gempa atau kegiatan pemboran."

Pak Awang,

Bisa diperjelas yang Bapak maksud dengan kegiatan pemboran di atas?
Apa hanya sebatas 'make a hole' atau kegiatan pemboran yang tidak
'prosedural'? Kalau asal ada hole sudah bisa memicu erupsi, berarti
kesalahan Lapindo bukan dalam 'prosedural' drilling tetapi
kesalahannya adalah kenapa drill well di daerah yg bisa terjadi erupsi
(wrong well location?).

Selain itu, apa di daerah zone depresi Kendeng yang memiliki diapir
mud volcano seperti Porong ini, apa tidak ada kegiatan pemboran lain
sebelumnya? Kalau ada, kenapa yang sebelumnya tidak memicu erupsi?

Terimakasih,

Natan

On 9/22/06, Awang Satyana wrote:
> Abah,
>
> Dalam kasus LUSI, lumpur dan gas yang tersembur itu bukan merupakan akumulasi 
> yang berasal dari sedimen yang terperangkap di zone subduksi seperti ditulis 
> jurnal tersebut. Kita tahu, lumpur dan gas itu berasal dari zone depresi 
> Kendeng yang sedimennya diendapkan dengan sangat cepat sehingga memicu 
> diapirisme, diapirisme memicu mud volcano, mud volcano tererupsi karena 
> dipicu gempa atau kegiatan pemboran.
>
> Tetapi, kalau untuk kasus gunung-gunung lumpur di Sawu Basin di utara Pulau 
> Sawu (dekat Sumba-Rote), kalau Abah pernah lihat beberapa seismic sections di 
> Sawu Basin, di situ banyak gunung2 lumpur bawah laut. Nah, ini adalah memang 
> berasal dari sedimen yang terakumulasi di zone subduksi, dan erupsinya 
> didorong oleh kompresi dari thrust sheets yang banyak terbentuk di melange 
> wedge Sawu-Rote-Timor.
>
> salam,
> awang

---------------------------------------------------------------------
----- PIT IAGI ke 35 di Pekanbaru
----- Call For Papers until 26 May 2006 
----- Submit to: [EMAIL PROTECTED] 
---------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------



                
---------------------------------
How low will we go? Check out Yahoo! Messenger’s low  PC-to-Phone call rates.

Kirim email ke