Saya setuju dengan Shofi,
Marilah kita berpikiran terbuka dan melihat sudut pandang orang lain juga.
Hiring process ini tidak lepas dari mekanisme pasar dimana banyak komponen
yg mempengaruhi seperti demand, experience, kemampuan, gaji, dll.
Tidak ada salahnya orang meminta gaji Rp 1 juta, no problem at all.
Apakah untuk menjaga 'market' kita kemudian kita berharap anak itu meminta
US$ 6000 ?

Kita sendirilah yang seharusnya menjaga pasar kita, bukan bergantung pada
pilihan orang.
Kita sendiri yang harus bisa meyakinkan bahwa investment Rp 1 juta berbeda
jauh dengan investment US$ 6000.
Ada pepatah you pay peanuts you get monkey.

salam,
Fauzi



2006/11/15, Shofiyuddin <[EMAIL PROTECTED]>:

Berarti Total itu mulia lho, mendidik orang dan melepasnya. Sementara Vico
juga oke karena dapat orang bagus dengan memberikan gaji bagus. Jadi
semuanya bagus lho! ... ini positif thinking aja. Apa ada yang salah?
mungkin cuma soal balas budi kali ya. Ada anggapan umum yang mengatakan
apakah loyalitas kita kepada coy sudah setimpal dengan apa yang diberikan
coy kepada kita? uang memang bukan segalanya, tapi bisa menjadi faktor
utama
membuat keputusan.

Kedua, enggak usahlah kita menghakimi orang yang mau nerima gaji
rendah dengan alasan akan merusak pasaran. Mereka menerima itu dengan
alasan
sendiri, butuh makan, minum, rumah dan sebagainya. Anggap aja rejeki orang
beda beda, hak tiap orang untuk menerima dan menolak pekerjaan yang
ditawarkan. Toh kita gak bisa berbuat apapun kalo mereka menerima saran
kita
untuk menolak pekerjaan, apa kita mau beri pekerjaan ke mereka? .....



On 11/15/06, OK Taufik <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Noor,
>
> Kalau bicara kepepet ini yg susah, tak usah pasar luar negerilah..di
> didalam negeri saja benefit yg ditawarkan oleh oil company semakin
> mengkerut. Mungkin pernah saya lontarkan disini, seorang calon
> karyawan (engineer) di Total yang pengalaman kerja satu tahunan, pas
> ditinterview Total mau berapa gajinya?, mintanya 1 juta saja.(karena
> sebelumnya gajinya 750.00 ), karena kumpeni punya aturan gaji,
> tentunya calon karyawan itu tetap di bayar sesuai aturan. tapi ini kan
> jadi masukan ke kumpeni, banyak orang yg mau di bayar sedikit lebih
> dari UMR diluar sana, asalkan bisa kerja dulu.
>
> Etika rekruitment antara perusahaan mungkin sudah tak ada, saya jumpa
> co'man ex unocal di vico, sebulan kemudian loncat ke total (masih
> sama-sama di kaltim), Total yang mentraining co'man muda dari nul,
> sekarang berkeliaran di vico. viconya tak merasa bersalah sama sekali
> memdapatkan karyawan yg benar-benar sudah matang dididik Total.
>
> On 11/15/06, Rovicky Dwi Putrohari <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> > Kalau soal rekrutmen yg dengan walkin interview ini tidak hanya di
> > Indonesia saja. Bahkan di AAPG, SEG dan juga SPE dalam Annual
> > Meetingnya sering menyediakan booth khusus untuk "berjualan"
> > pekerjaan. Perusahaan membuka tempat untuk walkin interview.
> >
> > Bagaimana etikanya ?
> > Menarik juga bahwa semestinya ada etika diantara pelaku bisnis ini.
> > Etika biasanya berjalan "mulus" ketika 'bisnis as usual'. Seperti yang
> > aku tulis disini :
> >
>
http://rovicky.wordpress.com/2006/10/26/is-the-oil-boom-over-3-the-workforce-challenge/
> > Yang detilnya akan aku ubal-ubal nanti di IAGI-Talk di Pekanbaru
> > menunjukkan kenapa terjadi hal ini. Dan bagaimana situasinya hingga
> > saat ini.
> >
> > Saya juga masih memerlukan data-data lulusan Geologi dari
> > Univ2/Institute2 di Indonesia yang memilki jurusan gescience ini. I
> > hope you will be the part of the survey.
> >
> > Etics, values, price and pride  .... semua menjadi absurd ketika
> > 'bisnis is not running as usual'.
> >
> > rdp
> >
> > On 11/15/06, noor syarifuddin <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> > > Rekans,
> > > Senang sekali membaca tanggapan rekan-rekan atas topik ini. Sengaja
> saya sedikit provokasi supaya topik yang mungkin sedikit basi ini
menjadi
> menarik untuk kita diskusikan lagi.
> > >
> > > Kelihatannya banyak tanggapan yang mengharuskan saya meluruskan
topik
> yang sebenarnya ingin saya diskusikan (supaya jangan salah ditafsirkan
bahwa
> saya tidak setuju dengan orang yang memilih berkarya di luar, apalagi
> dianggap sebagai 'atasan' yang tidak baik seperti kata Ferdi...:-).
> > >
> > > Seperti yang saya tulis di email awal, yang ingin saya soroti adalah
> proses rekruitment-nya itu sendiri, alias etika suatu perusahaan dalam
> merekrut para profesional (yang sudah pengalaman di atas 5 tahun sesuai
yang
> dipersyaratkan dan bukan orang yang baru lulus).
> > >
> > > Saya paham bahwa opportunity di luar sekarang ini jauh lebih bagus
> dibanding dengan di negeri sendiri, tapi apa kita harus sampai seperti
itu.
> Perusahaan-perusahaan itu tahu persis bahwa banyak profesional kita yang
> kebelet untuk bekerja di luar, sehingga mereka memanfaatkan dengan
> menurunkan sedikit demi sedikit benefit yang ditawarkan. Demikian juga
> dengan proses rekruitment, yang dulunya mungkin lewat head hunter
sekarang
> jadi walk in interview. Jadi kalau kita main sikat saja ya rusaklah
pasar
> tenaga profesional Indonesia di luar sana. Saya teringat akan keluhan
> seorang kawan yang kerja di tanah arab sana: makin hari benefit yang
> ditawarkan makin turun saja karena banyak teman-teman baru dari
indonesia
> yang sering main sambar saja kontrak yang ditawarkan.
> > > Ini sebenarnya yang ingin saya dikusikan dengan teman-teman:
bagaimana
> menjaga daya tawar atau 'bargaining position' profesional Indonesia baik
> dari sisi perlakuan (treatment) maupun kompensasi.
> > >
> > > Saya sedih bahwa profesional kita mau dengan sadar disuruh datang
> beramai-ramai dengan membawa CVnya untuk antri diwawancarai satu
persatu.
> Masak sih profesional Indonesia yang sudah diakui kompetensinya di
seluruh
> pelosok dunia mau diperlakukan seperti itu. Apa tidak ada jalan lain
yang
> lebih terhormat untuk memperlakukan profesional kita itu: via head
hunter,
> tele-interview dll.
> > > Saya nggak tahu apa memang itu sudah merupakan kewajaran, tapi dari
> pengalaman pribadi pindah-pindah perusahaan belum pernah saya
diperlakukan
> seperti itu pada proses rekruitmentnya.
> > >
> > > Frank juga menyinggung soal gentlement agreement antar perusahaan
yang
> dulu pernah ada di Indonesia juga: antara Unocal, Vico dan Total. Mereka
> tidak akan saling rekrut karena faktor etika perusahaan yang beroperasi
di
> kawasan yang sama. Nah di sini juga menyangkut etika proses rekruitment.
> Dalam artian kalaupun tidak ada perjanjian bukan berarti bisa saling
sikat
> seenak udele dewe...:-).
> > >
> > >
> > >
> > > salam,
> > > * waktu kuliah etika, saya hanya dapat C
> > >
> > > ----- Original Message ----
> > > From: Franciscus B Sinartio <[EMAIL PROTECTED]>
> > > To: iagi-net@iagi.or.id
> > > Sent: Wednesday, November 15, 2006 2:27:09 AM
> > > Subject: Re: [iagi-net-l] lelang budak
> > >
> > >
> > > tambahan lagi untuk uraian Pak TAM, kalau dulu hanya majikan (yg
punya
> budak yang untung) kalau sekarang majikan dan budaknya juga untung.
> > > eh malah ada majikan yang rugi karena kehilangan budak.
> > >
> > > Kerja sebagai manajer pun boleh dianggap sebagai budak pekerjaan.
> berapa kali manajer harus melakukan pekerjaan yang tdk sesuai dengan
hati
> nurani karena disuruh oleh atasan atau supaya menyelamatkan diri.
> > > Pak Iswani juga menyinggung soal halal dan tidak halal, saya pikir
> yang itu tidak perlu diperjelas lagi.
> > >
> > > jadi ingat ungkapan Pak ADB beberapa tahun lalu soal loyalitas,
yaitu
> loyalitas profesi. Tapi kalau misalnya jadi VP HRD pun tidak bisa
disalahkan
> karena tidak loyal sama profesi, kan dia loyal sama perusahaan
> > >
> > > Kita memang tidak akan sama semua. . . . . .
> > > setiap orang punya "standard" dan asumsi ttg Nilai ("value")
> > >
> > > Nah seperti yang di uraikan oleh Pak TAM  ttg hukum pasar, mestinya
> perusahaan2 di Indonesia harus bisa menjawab "challenge"dari pasar.
> > > dan target nya bukan orang2 yang sudah diluar, tetapi lebih kepada
> orang yang masih di dalam sebelum keluar
> > > Karena kalau sudah diluar biasanya sudah susah untuk ditarik masuk
> terutama kalau sudah dapat/masuk  "comfort zone'. (kalau Sofyi sih lain,
dia
> takut sama "godaan" anak2 buah nya yang puluhan orang)
> > >
> > > kalau gaya Petronas lain, mereka baru saja membuat MOU ttg kerjasama
> di bidang downstream dengan Saudi Aramco. dan dampak nya Saudi Aramco
tidak
> akan mengambil orang Petronas lagi.
> > >
> > > Kalau dgn Shell lain lagi, mereka sudah lakukan "gentlemen
agreement"
> antara CEO Shell dan CEO Petronas sebelumnya, yang menyatakan bahwa
Shell
> tidak boleh mengambil pegawai Petronas. kecuali ada masa
tenggang.  Kalau
> tidak salah ini hal ini sengaja di "broadcast" oleh CEO Petronas.
> > >
> > > Jadi yang kerja di Petronas harus kerja di service company dulu
selama
> setahun sebelum ke SA (belajar dulu strategi dari Pak MF yg barusan saja
tdk
> perpanjang kontrak dgn Petronas).
> > >
> > > saya pernah ditanyain sama seseorang, kapan saya berencana balik
kerja
> di Indonesia, saya jadi bingung jawabnya.  karena menurut pendapat saya
> sebenarnya walaupun kerja di LN pun, kita bisa berkarya untuk
> Indonesia.  "kadar" nya memang bervariasi dari orang ke orang.
> > >
> > > saya pikir karya yang mungkin bisa langsung di dapatkan dampaknya
> adalah dalam pendidikan.
> > > mempersiapkan lulusan PT untuk bisa masuk jalur cepat di dalam karir
> dengan membekali "skill" yang mungkin belum didapatkan di PT.
> > > dan IAGI, HAGI dan IATMI  bisa jadi fasilitatornya.  Nah para expat
> ini bisa membantu dalam berbagai segi (tentu saja yang di dalam negeri
lebih
> flexible untuk melakukan hal ini karena waktu dan tempat)
> > >
> > > sebenarnya saya mau usulkan sesuatu tetapi takut dibilangin menjual
> budak ke LN lagi.  tapi tidak apalah siapa tahu ada gayung bersambut.
> > > Beberapa minggu lalu ada diskusi ttg kurangnya tenaga kerja kasar di
> industri perminyakan terutama di drilling rig, dan production facility.
> > > saya langsung jadi ingat kepada saudara2 kita yang tidak ada
pekerjaan
> atau kerja serabutan di Indonesia.  Kan banyak yang secara fisik dan
mental
> siap tetapi skill tidak ada. nah kalau kita mempersiapkan mereka
mengenai
> pengetahuan dasar ttg perminyakan dan bahasa inggris, saya yakin mereka
bisa
> bersaing.
> > > Skill yang diperlukan biasanya sangat minim untuk pekerjaan yang
> paling kasar.
> > > banyak yang bisa ngajar ttg prosedur operasi di drilling rig, dan
> fasilitas produksi, nanti yang expat bisa menggalang dana kalau tidak
punya
> waktu ngajar. apalagi kalau cuma bahasa inggris. hampir semua bisa
ngajar.
> > > memang kita akan mengalami banyak hambatan, baik dari yang akan
> dididik atau yang tdk ada hubungan dgn proses ini.  tetapi ini mungkin
salah
> satu cara untuk menaikkan taraf hidup saudara2 kita.
> > > kalau kita sudah terkenal mengirimkan pembantu2, buruh konstruksi
dan
> buruh pertanian ke luar negeri.  mungkin sudah saat nya kita kirim buruh
> perminyakan juga (walaupun kita sudah berhasil kirim buruh professional
> perminyakan)
> > > Penghasilan mereka akan sekitar UD 200 perhari. potong pajak dan
lain
> masih cukup besar, ini untuk yang "fresh graduate" dari pendidikan
> ini.(berdasarkan iklan2 yang tersebar di MY dan internet)
> > >
> > > Nah kalau kita memulai ini saya yakin banyak yang akan melihat ini
> sebagai peluang bisnis.  yah tidak apa2 silahkan....  asal jangan
bohongin
> calon TKI tersebut itu saja.
> > >
> > > selamat berkarya untuk semuanya dimana pun berada.
> > >
> > > fbs
> > >
>


Kirim email ke