Cak N dan teman2 lain,

Soal jual mahal menurutku agak relatif, tergantung
pada personal style dan preference serta situasi.

Beberapa kali aku ditelpon orang marketing menawarkan
kartu kredit. Selalu aku bilang tidak mau repot isi
formulir, minta gold card, selesai dalam 1 minggu dan
kartu langsung diantar di rumah. Pokoknya jual mahal
lah, lha wong yang perlu mereka je. 

Tapi kalau soal kerjaan, personally aku gak (belum
kali) merasa 'rendah diri' untuk menggunakan walk in
interview sebagai salah satu sarana jual diri
disamping cara-cara lain tentu.   

Sebenarnya point anda sangat valid. Recruiter model
walk in, sudah sangat sadar bahwa kebanyakan kandidat
yang datang akan berlabel 'komoditi'. Ibarat memakai
pukat harimau, segala ikan akan terjaring meskipun
pasti akan ada satu-dua yang masuk dalam kategori
'good catch'. Satu-dua orang inilah yang sebenarnya
mereka kejar. Untuk bisa dapat ikan kualitas tinggi
model sampeyan, RDP, FHS, HD dll, yang ber
diferensiasi tinggi pancingan via head hunter atau
bahkan direct talk mesti dipakai. 

DISCLAIMER: Paragraph di atas saya tulis tanpa ada
niat sedikitpun untuk men judge apalagi meremehkan
teman-teman yang akan datang ke WII. Apabila ada kesan
sedemikian, semata-mata karena kekurang-terampilan
saya mengungkapkannya.

Sebenarnya nothing wrong with commodity.Sam Walton
menjadi salah satu orang terkaya didunia karena gerai
Wal-Mart miliknya menjual barang-barang komoditi
dengan harga lebih murah dari toko sebelah.  On the
other hand, Ingemar Kamprad (spelling?) juga masuk
jajaran world's richest man karena furniture bermerek
IKEA yang diciptakannya punya nilai tambah  dari segi
design, fungsionalitas dan tentunya nama dibanding
furniture Olympic yang harganya lebih murah. 
Diantara keduanya ada gaya Kiichiro Toyoda, pendiri
Toyota Motor Corp yang mulanya memakai strategi
banting harga untuk mobil dan truk nya sekedar agar
bisa bersaing dengan produk2 dari General Motor.
Setelah diterima pasar, barulah label komoditi
ditinggalkan dan Toyota mulai memproduksi prime car
seperti Land Cruiser dan Prius dengan harga yang wah.

Jadi, mau pakai gaya Mister Walton (komoditi) atau
Herr Kampvrad (diferensiasi sejak awal) atau
Toyoda-San (komoditi dulu, kemudian diferensiasi
setelah ada pembuktian) dalam strategi karir ya
terserah kita. You know best what you want and what is
your situation....

Cheers
Oki


--- noor syarifuddin <[EMAIL PROTECTED]>
wrote:

> Q,
> good point, ini yang aku harapkan sebenarnya.
> 
> betul kata kamu, sekarang posisinya seller market.
> justru dengan kondisi seperti inilah kenapa kita
> tidak jual mahal sedikit. walk in interview model di
> hotel begini tentunya tidak sama dengan yang
> diadakan barengan dengan acara AAPG atau yang
> lainnya. di situ menurut saya privacy masih terjaga.
> 
> btw, kenapa soal kerahasiaan selalu diarahkan ke
> atasan.......?
> di sini aku lebih melihat pada penghargaan terhadap
> kita sendiri, jadi soal privacy (dan pride mungkin).
> 
> beberapa kali ngajak pindah teman yang udah di atas
> 15 tahun pasti syarat pertamanya : gak mau pakai
> bikin lamaran kerja....:-), mosok sekarang kita mau
> disuruh nenteng-nenteng CV dan antri kayak gitu. 
> anyway mungkin memang seperti kata Rovicky: semuanya
> sudah menjadi absurd sekarang.
> 
> 
> 
> salam,
> 
> 
> ----- Original Message ----
> From: oki musakti <[EMAIL PROTECTED]>
> To: iagi-net@iagi.or.id
> Sent: Thursday, November 16, 2006 2:39:30 AM
> Subject: Re: [iagi-net-l] Etika rekruitment was: Re:
> [iagi-net-l] lelang budak
> 
> 
> Noor,
> Bukan niat ngeroyok antum (betawi: ente)tapi sekedar
> urun aja...
> 
> Kata istri yang kebetulan nguplek di HRD, 'janganlah
> setia pada kantor atau atasan, tapi setialah pada
> profesi'. Bukan apa-apa kalau setia pada
> kantor/atasan, ternyata keduanya tidak bisa memenuhi
> harapan kita, nanti kecewa. ...
> 
> Kembali ke soal walk in recruitment, etika dan
> komoditi. 
> 
> Pertama soal komoditi. Menurut ilmu sales (kebetulan
> pernah jualan software)  Komoditi berarti produk
> yang
> bisa didapat dimana-mana tanpa ada pembedaan soal
> kualitas dan performa. Satu-satunya pembeda adalah
> kuantitas, timely delivery dan HARGA. Di atas level
> komoditi ada level preferred product dan di atasnya
> lagi ada yang namanya trusted solution.
> 
> Di dunia tenaga kerja, contoh yang paling nyata dari
> profesi yang berlabel komoditi adalah domestic
> helper
> alias PRT. Pasar PRT Timur tengah didominasi oleh
> yang
> berasal dari India dan Srilanka (karena Pakistan dan
> Bangladesh melarang pengiriman TK Wanita sebagai
> pembantu rumah tangga) karena merekalah yang bisa
> mensuplai banyak dengan ongkos murah (jarak lebih
> dekat ketimbang Indonesia). 
> 
> PRT Indonesia meskipun mayoritas juga masih ada di
> level komoditi, sebenarnya sudah mulai bergerak ke
> arah 'preferred product' karena dinilai lebih
> rajin,'nrimo',  tidak cingong (mungkin karena
> kurangnya penguasaan bahasa !), kesamaan agama
> mayoritas sampai kesoal bau badan yang 'lebih
> wangi'. 
> 
> Experimen yang agak extreme coba dilakukan
> pemerintah
> Filipina minggu lalu. Secara sepihak mereka
> menaikkan
> standard gaji PRT nya tiga kali lipat ie. coba
> meninggalkan label komoditi dan persaingan harga.
> Diferensiasi yang mereka jual adalah kemampuan
> bahasa
> Inggris, personal hygine (katanya kalau dari
> Filipina
> lebih bersih...sangat penting untuk baby sitter)
> sampai ke first aid skill, kemampuan menjadi tutor
> pelajaran dll. Kita lihat apakah experimen ini akan
> berhasil, tapi dari liputan media banyak para agen
> penerima tenaga kerja di Timteng (Khususnya Kuwait)
> yang menyatakan akan berhenti 'mengimpor' PRT
> Filipina
> dan mengalihkannya ke negara lain (ya Indonesia
> lah).
> 
> Apakah profesi kita sudah merosot sampai ke tahap
> komoditi ?  Rasanya koq nggak ya. Trend beberapa
> tahun
> ini jelas kalau tenaga kita dihargai lebih baik dari
> sebelumnya. Banyak contoh dimana tenaga Indonesia
> mulai dicari oleh perusahaan2 manca karena mereka
> puas
> dengan kualitas para 'pembuka jalan' yang pernah di
> hire disana. Banyak kumpeni mulai pelan-pelan
> menyetarakan salary paspor hijau dengan pekerja
> internasional lain, jadi kriteria murah tidak benar2
> berlaku. Paling2 ada 'banting harga' untuk mereka
> yang
> 'belum tahu pasar' atau ingin 'membuktikan diri'
> dulu.
> Once tahap ini terlampaui biasanya gaji juga
> disesuaikan.
> 
> Soal etika walk in interview, saya mah husnudzon
> (anggap baik) saja. Recruiter sekarang rata-rata
> sadar
> bahwa masa-masa ini adalah 'seller market'. Para
> professional yang memenuhi syarat bisa memilih kerja
> dimana saja, jadi mereka tidak benar-benar
> membutuhkan
> 'job security' di perusahaan tempatnya bekerja. Jadi
> tuntutan untuk 'kelihatan loyal' di muka boss agak
> sedikit berkurang.
> 
> Perusahaanpun maklum bahwa kalau mereka tidak
> menjaga
> pegawainya dengan baik (dalam artian positif) mereka
> akan segera kehilangan. Persaingan sekarang bukan
> cuma
> antar KPS tapi pasar kerja international. Bandingkn
> dengan periode  ahir 90 an saya dan banyak teman2
> lain
> tidak bisa masuk KPS karena 'katanya' BPPKA melarang
> personel yang mengambil paket heboh KPS lain untuk
> diterima sebagai permanent staff. Turn over pegawai
> sudah demikian tinggi di sektor kita, jadi
> perusahaan
> un sudah 'kebal' dan tidak terlalu mengharapkan
> loyalitas dalam konteks sebelumnya.
> 
> Untuk pegawai yang 'pinter' dan 'nakal' (disini
> mungkin wilayah abu-abu soal etika), adanya walk in
> interview malah bisa jadi berkah. Siapa tahu bisa
> ada
> yang ngelihat nenteng CV dan mengabarkan ke boss di
> persh sekarang. Boss jadi tahu kita sedang 'resah'
> dan
> who knows, may be you'll get a snap promotion.
> 
> Aku lagi cari ilham, dateng gak ya minggu depan.. he
> he he
> 
> Cheers
> Oki
> 
> Lagi cari ilham, dateng gak ya minggu depan
> 
> 


 
____________________________________________________________________________________
Sponsored Link

Don't quit your job - take classes online
www.Classesusa.com


---------------------------------------------------------------------
-----  PIT IAGI ke 35 di Pekanbaru, 20-22 November 2006
-----  detail information in http://pekanbaru2006.iagi.or.id
---------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------

Kirim email ke