Pak Witan,
Dibawah sana ada tulisannya Ibrahim Isa. Ketika dia ngobrol dengan
Brian ... pasti ada yg kenal Brian Boslaugh kan ? Dia dulu kerja
dengan HESS, jkt juga skrg di Singapore. Pandangan orang luar ini
mungkin menarik disimak bareng2.
Tulisan ini mungkin biaskarena pengalaman penulisnya. Tetapi pendapat
Brian memang begitu ketika jumpa saya tahun lalu.

Salam
RDP

On 2/8/07, Witan Ardjakusumah <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
Untuk teman2 yg lagi berTKI di Malesa, saya ingin tahu apa sih yang
membedakan orang Malesa dengan orang Indon, sama2 rumpun melayu tapi
"kelihatannya" kok mereka lebih baik dalam mengelola negaranya. Ada
teori yg menyatakan karena dulunya penjajahnya beda. Inggris lebih baik
mempersiapkan orang Malesa mengelola kemerdekaannya dan tetap menjaga
hubungannya dengan baik juga, sedangkan Belanda setengah hati menyiapkan
orang Indon atau belum sempat karena keburu direbut kekuasaannya.
Atau karena Indonesia begitu luas, kompleks, dan rumit, mungkin Mahatir
pun pusing 7 keliling kalau diminta mengelola negri ini.

Witan


*IBRAHIM ISA: "CAKAP-CAKAP SANTAI"*

*----------------------------------*

*Senin, 19 Desember 2005.*

*Bagaimana di MALAYSIA - bagaimana di INDONESIA*

Siang ini kami, --- istriku Murti, putri kami yang sulung Tiwi dan si
bungsu Yasmin dengan putrinya Anusha, -- mengundang keluarga Brian
Boslaugh /Dini Maharani dan putranya Christopher (6 bulan), dan nenek
mereka, Sumi,untuk makan siang bersama. Biasalah kita orang-orang
Indonesia ini, kalau jumpa sahabat lama atau belajar kenal dengan teman
baru, tidak akanketinggalan acara makan bersama. Berpotret bersamapun
ketika sedang mengelilingi meja makan, -- penuh dengan masakan Murti
yang sudah sejak kemarin sibuk didapur menyiapkannya. Brian Boslaugh,
sahabat baru kami itu, adalah orang Amerika asal Seatle, USA. Sedangkan
Dini, istrinya, adalah cucu sahabat kami Sumi, yang sekarang ini
berdomisili di Amsterdam, tetangga kami.


Brian Boslaugh bekerja di suatu perusahaan minyak AS yang sedang ada
kontrak di Kuala Lumpur. Sudah satu setengah tahun mereka di KL.
Sebelumnya mereka di Indonesia beberapa waktu lamanya. Sekarang mereka
dalam perjalanan ke kampung halaman Brian di Seatle, untuk merayakan
Hari Natal dan Tahun Baru bersama orangtua dan saudara-saudara Brian.


Ku ajukan pertanyaan kepada pada Brian, bagaimana rasanya bekerja di
Malaysia. Apa dia merasa cocok di KL. Cocok katanya. Pertanyaanku
berikutnya: Apa bedanya Malaysia dengan Indonesia. Jawab Brian: Di
Indonesia, kemanapun kita pergi kita akan jumpai orang-orang Indonesia.
Di sana sini bisa jumpa dengan orang bulé. Tetapi di KL, tidak demikian.
Orang Bumiputera, penduduk aslinya, seperti minoritet layaknya. Yang
banyak kelihatan adalah orang Tionghoa, orang Tamil dan orang-orang
Eropah. Mula-mula agak heran mendegar ceritera Brian ini. Kemudian
teringat, memang penduduk Malaysia terdiri dari tiga bangsa. Bangsa
Melayu, bangsa Tionghoa dan bangsa Tamil. Ya, begitulah komposisi
demografi Malaysia. Tetapi tidak terduga bahwa orang-orang Melayu
merupakan minoritas. Paling tidak itu apa yang dilihat dan dialami oleh
sahabat baru kami keluarga Brian Boslaugh.


Satu hal yang juga menarik pengamatan pandai Brian terhadap dua negeri
Malaysia dan Indonesia. Kegiatan orang-orang di Malaysia, kata Brian,
adalah 'cari duit'. Bagaimana menjadi lebih kaya. Tetapi di Indonesia,
katanya, kegiatan utama rakyat biasa ialah bagaimana 'survive'.
Bagaimana melanjutkan hidup yang miskin ini.

Memang itu salah satu perbedaan yang menyolok antara Malaysia dan
Indonesia. Aku katakan bahwa bangsa Indonesia adalah tergolong bangsa
yang pandai 'survive'. Hal itu dari zaman ke zaman. Brian sepenuhnya
setuju. Memang, kata Brian, orang Indonesia itu melakukan kegiatan hidup
sepanjang hari, dari siang sampai jauh malam. Dari bahan-bahan yang
tidak berarti, dari bahan-bahan bekas, orang-orang Indonesia mengubahnya
menjadi benda-benda yang berguna di dapur, maupun untuk menghiasi rumah.
Semacam melengkapi 'interior design'. Begitu rajin dan penuh inovasinya
bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang rajin, kata orang
Amerika bernama Brian ini.


Tentu saja aku gembira dan bangga mendengarnya. Karena memang penilaian
itu benar adanya. Bukan dilebih-lebihkan. Maka sering aku bingung dan
heran mengapa sampai ada orang-orang Indonesia yang malu jadi orang
Indonesia. Memang ada benarnya. Indonesia sering disebut sebagai negeri
yang ngetop di bidang korupsi, di bidang mencuri kekayaan negara. Tetapi
siapa yang mencuri kekayaan negara? Jangan main pukul rata dong. Bangsa
kita, rakyat kita, bukan bangsa maling dan bukan rakyat pencuri. Yang
mencuri dan korupsi itu adalah segelintir orang yang merebut kekuasaan
negara dan pelbagai bidang lembaga kenegaraan, teristimewa pada periode
Orba. Menggunakan kedudukan mereka untuk melakukan kegiatan kriminal
mencuri dan meggelapkan kekayaan negara, memperkaya diri dan kliknya.
Sejenak aku ingat apa yang diceriterakan Jusuf Isak baru dua hari ini
saja, ketika dia berkunjung ke Amerika belum lama. Di Boston, AS, kata
Jusuf, dia 'ngeri' melihat ulah-pulah dan kehidupan para 'mahasiswa'
Indonesia yang katanya studi di situ. Mereka tidak tinggal di asrama
atau flat-flat, seperti mahasiswa lainnya. Tetapi tinggal di
mansion-mansion. Tempat tinggal orang-orang kaya. Punya mobil lebih dari
satu. Rumahnya ada halamannya, dsb. Pokoknya hidup mewah. Siapa mereka
itu? Mereka itu adalah putra-putra dan putri-putri orang-orang kaya
Indonesia, yang terdiri dari pejabat-pejabat tinggi negara, sipil dan
militer, dan para pengusaha Indonesia yang menjadi kaya dalam priode
rezim Orbanya Suharto.


Kukatakan kepada Brian: Sering orang mengatakan bahwa Indonesia ada di
puncak dalam kelompok negeri-negeri yang korup. Praktek korupsi di
Indonesia sudah membudaya. Ungkapan itu tidak salah, kataku. Tetapi
jangan dikira negeri maju dan yang punya taraf hidup tinggi seperti
negeri Belanda ini, sudah bebas dari korupsi. Wah, disini, di Belanda,
koruptornya bukan ukuran teri-teri, tetapi benar-benar kakap. Jumlah
uang yang dikorup atau dimanipulasi meliputi ratusan juta bahkan milyar
Euro. Seperti korupsi dan manipulasi yang berlaku belum lama di pelbagai
perusahaan pembangunan di negeri Belanda. Korupsi di negeri Belanda ini,
juga berkecamuk di instansi-instansi pemerintah yang memberikan bantuan
sosial kepada warganegara berpenghasilan minima. Uang bantuan sosial itu
dikorup oleh para birokrat.


Juga di bidang perguruan tinggi. Perguruan tinggi umumnya dapat subsidi
pemerintah, khususnya yang swasta. Subsidi itu diberikan atas dasar
jumlah mahasiswa yang studi di situ. Nah, dalam jumlah mahasiswa yang
studi itulah dilakukan korupsi besar-besaran. Jadi, jangan dikira bahwa
di Belanda yang maju ini sudah bebas korupsi. Kita masih ingat beberapa
tahun ke belakang, Pangeran Bernhard kena sogok perusahaan penerbangan
Amerika. Karena tindak korupsi tsb bisa dibuktikan, maka kabinet Partai
Buruh Belanda, yang dikepalai oleh PM Den Uyl ketika itu, menindak sang
Pangeran tsb. Jadi, korupsi di Belanda juga tidak tanggung-tanggung.
Mulai dari istana sampai ke instansi bantuan sosial dan pendidikan. Ini
sekadar ilustrasi saja. Brian menganggak-angguk saja mendegar ceritaku.
Bedanya dengan negeri kita, di Belanda sini, yang kakap itu betul-betul
dilacak dan ditindak. Di negeri kita kan yang teri-teri saja,
paling-paling yang menengah, tetapi yang benar-benar kakap enak-enak
saja aman di Jalan Cendana sono.


Masih ada cerita Brian tentang Indonesia. Pada tahun 2005 ini Indonesia
menjadi ketua bergilir dari organisasi negeri-negeri pengekspor minyak
dunia, yaitu OPEC. OPEC adalah singkatan dari Organization of Petroleum
Exporting Country, organisasi pengekspor minyak. Tetapi, ironisnya, kata
Brian: Adalah pada tahun 2005 ini disaat Indonesia menjadi ketua OPEC,
Indonesia merosot dari pengekspor, menjadi negeri PENGIMPOR minyak.
Memang pilu rasa hati mendengarnya. Aku bilang, apa Indonesia masih bisa
digolongkan sebagai anggota OPEC. Bukankah OPEC itu adalah organisasi
negeri-negeri pengekspor minyak? Sedangkan Indonesia sekarang ini sudah
merosot menjadi pengimpor minyak!


Masih ada satu lagi observasi Brian yang menarik. Apa yang mengesankan
Anda tentang Indonesia tanyaku. Pemilu-langsung untuk presiden yang lalu
itu, ketika SBY muncul sebagai pemenangnya. Besar kemampuan Indonesia
dalam berorganisasi, kata Brian. Malaysia kecil wilayahnya, katanya.
Hanya terdiri dari Semenanjung Malaya dan Sabah. Secara etnik terdapat
tiga macam etnik: Melayu, Tionghoa dan Tamil. Tetapi Indonesia, katanya.
Bukan main luasnya. Berapa ribu kilometer itu dari Barat sampai ke Timur
dan dari Utara sampai ke Selatan. Dan berapa ribu itu jumlah
pulau-pulaunya. Etniknya berapa pula. Bahasa dan kulturnya begitu
beraneka ragam. Tetapi, mereka punya kemampuan untuk mengorganisasi
pemilihan langsung presiden RI dengan lancar dan aman. Dan mereka bisa
mengorganisasi 80% dari jumlah pemilih seluruh Indonesia. Bukankah itu
suatu prestasi luar biasa, kata Brian.


Memang, kita patut berbangga bahwa benarlah bangsa kita punya kemampuan
untuk berorganisasi. Bayangkan kalau kita memiliki pemerintah yang
mampu, jujur dan bersih dari korupsi, demokratis dan transparan.
Pastilah Indonesia akan menjadi negeri dan bangsa yang tergolong
memiliki standar hidup yang tinggi.


Brian sekeluarga pamitan pulang dan aku tertegun sejenak. Mendambakan
tibanya suatu ketika dimana yang memerintah negeri kita ini adalah
pemimpin-pemimpin dan orang-orang yang jujur dan disegani, yang tidak
hanya jual janji pada waktu pemilu, tetapi yang benar-benar mewakili dan
peduli terhadap nasib rakyat kecil dan negeri. Masa itu pasti tiba,
tetapi tentu dengan syarat diteruskannya kegigihan dan keberanian
berjuang untuk yang adil dan benar. Ini bukan impian, tetapi masa ini
pasti tiba. ***

----------------------------------------------------------------------------
Hot News!!!
CALL FOR PAPERS: send your abstract by 30 March 2007 to [EMAIL PROTECTED]
Joint Convention Bali 2007 - The 32nd HAGI & the 36th IAGI Annual Convention 
and Exhibition,
Patra Bali, 19 - 22 November 2007
----------------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------

Kirim email ke