Waddduh info yang bagus Mas Udin, tapi blaik kesimpulan sementara (gambarku)
jadi jadi salah deh :(
Brati, apakah ada kemungkinan patahan Opak terjadi setelah Miosen ya ?

Kalau memang formasi sentolo dibawah endapan Merapi di Jogja Low mencapai
kedalaman 150 meter tentunya pengeboran yang dilakukan Time Geologi UPN
hanya sampai 45 meter memang tidak akan menemukan apa-apa.

Untuk menganalisa (bukan membuktikan) fenomena bunyi "Glung" itu sendiri
bisa menjadi serius kalau saja bisa dilakukan dengan audio recorder atau
dengan jejaring-geophone. Saya yakin seandainya ada getaran dari satu sumber
yang sama bisa dideteksi paling gtidak dengan tiga titik untuk menentukan
dimana lokasi sumber getarnya (sumber suaranya).

Perubahan sistem hydrology yang aku sitir di blog itu hanyalah untuk daerah
yg didominasi batugamping. Tentusaja tidak akan teramati di Yogyakarta Low.
http://rovicky.wordpress.com/2007/03/01/amblong/

Din,
Kalau boleh tahu lokasi pengeboran yang dilakukan oleh McDonald (1984) ini
lokasinya dimana ya ? Atau kalau boleh aku minta papernya donk :) di email
lewat Japri saja. Thanks

salam
rdp
On 3/2/07, Salahuddin Husein <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

Mas Vicky,

Penelitian MacDonald dkk (1984) dengan menggunakan metode geolistrik dan
pemboran geoteknik yang mampu mencapai kedalaman 150 m menunjukkan batuan
dasar Yogyakarta  Low adalah batugamping berlapis dan batupasir napalan
Formasi Sentolo (Miosen Akhir - Pliosen). Sehingga, tampaknya andaikata
ada
rongga dibawah endapan Merapi, tentunya bukan dari F. Sentolo tersebut.
Mungkin dari formasi dibawahnya.

Dilihat dari tatanan stratigrafi regional, dibawah F. Sentolo adalah F.
Jonggrangan (ekuivalen F. Wonosari untuk mandala Kulonprogo High). Hingga
saat ini belum diketahui apakah F. Jonggrangan berada dibawah Yogyakarta
Low, yang bisa dituding sebagai sumber bunyi "glung" tersebut. Sebab
tentunya untuk mencapai kedalaman menembus ketebalan F. Sentolo dibawah
Yogyakarta Low diperlukan pemboran hingga lebih dari 250 m (diperkirakan
dari ketebalan aluvium Merapi + ketebalan F. Sentolo). Jawaban untuk
pencarian jawaban sumber bunyi misterius tersebut tentunya bisa dilakukan
dengan melihat kembali data-data geofisika yang pernah dikumpulkan di
Yogyakarta Low.

Perubahan sistem hidrogeologi akibat gempabumi 27 Mei tengah dilakukan
oleh
Tim T. Geologi UGM. Namun karena fokusnya adalah untuk meneliti fenomena
likuifaksi, maka sasarannya hanyalah sistem hidrogeologi yang dangkal
saja.
Hasil sementara menunjukkan adanya keteraturan pola likuifaksi yang
dikontrol oleh sebaran patahan mikro dan variasi jenis litologi akuifer
airtanah dangkal.

udin

On 3/1/07, Rovicky Dwi Putrohari <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Terimakasih Pak Awang,
> Mengapa saya menanyakan apakah ada reef Wonosari dibawah Jogja adalah
> menyangkut kekhawatiran sinkhole yang ada di guatemala. Di Guatemala
> ini batuan dasarnya batugamping dimana mekanismenya ditakutkan
> masyarakat apalagi didukung adanya isse "Glung" di Jogja. Banyak yg
> khawatir adanya kemungkinan sinkhole ini ada disekitar Opak.
>
> Saya berpikir, seandainya di Jogja Low tidak ada karbonat maka
> kemungkinan adanya rongga disekitar Patahan Opak sangat kecil. Apalagi
> kalau genesanya seperti dugaan Pak Awang, bahwa batugamping wonosari
> hanya akan tumbuh pada daerah tinggian (wonosari High di timur dan
> Sentalo High dibarat).
>
> Sebenernya gejala lain menjelang terjadinya amblesan terekam dalam
> issue yg beredar didaerah ini, misalnya swara gemuruh ("Glung"), namun
> fenomena ini yg sulit dibuktikan karena swaranya tidak pernah ada yg
> terrekam dengan tape (audio recorder).. Juga adanya perubahan
> hydrology (air yg muncrat atau aliran yg hilang masuk ke tanah. Hanya
> saja kedua gejala ini bisa jadi gejala-gejala yg menjadi attribute
> pasca gempa, yang bukan hanya monopoli pre sinkhole.
>
> Salut kepada T Geologi UPN membantu menenangkan masyarakat serta
> berusaha menjawab dengan melakukan pengeboran, namun tidak menjumpai
> rongga pada kedalaman dibawah 40 meter.
> Saya tidak tau apa yg mendasari Geol UPN sehingga memilih titik lokasi
> pengeboran disitu. Kalau memang gejala Glung ini adalah fenomena
> ilmiah, tentunya bisa direkam terlebih dahulu dengan alat geophone
> atau penelitian bawah permukaan lainnya. Kegagalan menemukan lubang
> ini, tentusaja tidak bisa dipakai sebagai kesimpulan tidak ada rongga.
>
> Yang menarik adalah fenomena sinkhole sering didahului adanya
> perubahan sistem hydrologi. Nah apakah sudah ada yg meneliti perubahan
> hydrologi ini ? Walaupun mungkin perubahan hydrologi ini bisa saja
> karena fenomena pasca gempa, bukan fenomena sinkhole juga ... duh
> sulit !.
>
> rdp
>
>




--
http://rovicky.wordpress.com/

Reply via email to