Abah dan rekan-rekan,
   
  Saya kira pendapat/usulan Abah baik sekali. Agar didapatkan hasil yang 
optimal diperlukan setidaknya dua hal yaitu data dan keahlian. Analisa tanpa 
data hasilnya akan mengambang dan salah-salah bisa salah. Oleh karenanya 
diperlukan data asli dan boleh saja turunannya, termasuk tapi tidak terbatas 
pada data seismik, data geologi pemboran dan regional, data pemboran tentu 
termasuk segala rekaman lumpur, tekanan dll. Keahlian, maksudnya yang 
menganalisa data harus orang yang memiliki keahlian yang diakui oleh 
rekan-rekan. Data dianalisis oleh para ahli secara kontinyu dalam jangka waktu 
yang ditentukan. Hasil analisis kelompok ahli itu dipresentasikan kepada 
stakeholder untuk mendapatkan tambahan dan sanggahan. Dirapikan lagi hasilnya 
baru disampaikan kepada pemerintah. Kalau butuh biaya (processing, 
interpretasi, laboratorium dsb) dibiayai oleh IAGI-HAGI-IATMI-? atau dicarikan 
sponsor.
   
  Maaf, bukan menggurui karena anda sudah tahu ini semua, tetapi hanya 
mengingatkan. Yangkung yakin hasilnya akan berbobot, mantap, asal tidak 
ditunggangi kepentingan tertentu. Kata kunci: data, analysis, kebenaran 
   
  Yangkung

[EMAIL PROTECTED] wrote:
  > Rekan rekan
 
    Saya kira pendapat pak Koesoemadinata ini  bahwa semburan lumpur
    yang merupakan gejala alam  (terlepas apapun penyebabnya)ini telah menjadi 
gunung    
     lumpur yang sudah  sulit dikendalikan oleh manusia sudah merupakan pendapat
    sebagian besar  masyarakat ahli kebumian..
     Bukan hanya di Indonesia , akan tetapi informasi dari Pak Yo dari AS juga 
memnunjukan
     pendapat yang sama.

     Persoalan-nya sekarang adalah bagaimana meyakinkan Pemerintah SBY agar 
secara
     baik  bisa dan berani menyatakan bahwa pada tahapan saat ini LUSI  sudah 
merupakan
     Bencana Alama (Nasional) ?

     Tentu saja ini merupakan kesulitan dalam mengkomunikasikan - nya kepada 
      masyarakat mengingat selama ini masyarakat sudah terkomunikasikan bahwa 
      "penyebab  terjadinya LUSI adalah HANYA pemboran yang dilakukan oleh 
Lapindo".
       Saya garis bawahi HANYA.

      Disinilah posisi IAGI/HAGI dan komunitas ahli kebumian lainnya diharapkan 
berperan,
      dan sebagaimana sering saya sampaikan  Pendapat ini bukanlah pendapat  
yang
      populer di-masyarakat.

      Kita  sebagai komunitas ilmiah harus berani mengemukakan hal ini , 
terlepas posisi
      dari kedudukan profesional para  pengurus-nya.

       Apakah tidak sebaiknya Forum Ahli Ilmu Kebumian membuat surat terbuka 
kepada 
       Pemerintah untuk menyatakan pendapatnya ?

       Bukankah Forum Ahli Kebumian pernah berkumpul pada KAIKNAS thn 1995 (17 
tahun
       yang lalu?).

       Bagaimana kalau dihidupkan kembali ?

       Si-Abah

      _____________________________________________________________________


   Maaf, saya tidak bermaksud kasar seperti tercantum di bawah ini.
> Saya kira alangkah bijaksananya kalau rumusan akhir dari Workshop ini
> menyatakan:
> ..."Terlepas dari perbedaan pendapat mengenai penyebab dari semburan
> lumpur panas Sidoarjo ini, namun mengingat bahwa gejala ini telah
> berkembang menjadi gunungapi lumpur yang dahsyat sehingga di luar kendali
> manusia, maka seyogianya gejala ini dinyatakan sebagai (murni) bencana
> alam"
> Saya kira pernyataan ini adalah cukup bijaksana dan elegant yang mungkin
> dapat dterima oleh fihak2 yang berseteru.
> Wasalam
> RPK
> 
> ----- Original Message -----
> 
From: R.P. Koesoemadinata
> To: iagi-net@iagi.or.id
> Sent: Thursday, March 08, 2007 8:57 PM
> Subject: Re: [iagi-net-l] Silaturahmi ===> Re: [iagi-net-l] Ahli Geologi
> Saling Berseteru
> 
> 
> Saya kira workshop ini hanya bertujuan untuk menghimpun pendapat bahwa
> Lusi ini adalah murni bencana alam dan tidak ada hubungan dengan
> pemboran.
> Jadi hanya untuk membebaskan tanggung jawab yang melakukan pemboran.
> Namanya juga International Geological Workshop.
> RPK
> ----- Original Message -----
> 
From: Untung M
> To: iagi-net@iagi.or.id
> Sent: Thursday, March 08, 2007 4:17 PM
> Subject: Re: [iagi-net-l] Silaturahmi ===> Re: [iagi-net-l] Ahli
> Geologi Saling Berseteru
> 
> 
> Assalaam'ulaikum wr.wb.,
> Saya senang sekali membaca pendapat geosaintis tentang LUSI di milis
> ini. Banyak kandungan ilmiah dalam pendapat itu. Akan tetapi saya duga
> sepertinya hanya adu intektualitas saja. Bukan itu yang kita
> kehendaki. Rakyat maunya real work. Jadi "Just do it" jangan hanya
> NATO. No action talk only. Oleh karena itu bersilahturrahmi dengan
> mengadakan "Technical Workshop" Undang seluruh geosaintis yang
> dianggap bisa memberi kontribusi yang berarti dari segala bidang 
> termasuk orang-orang sosial. Ini bukan sekedar seminar. Selesai
> seminar hilang tak ada bekas. Hasil technical workshop ini harus
> dipakai sebagai pedoman kerja. Hasil ini sudah melalui penggodokan
> yang betul-betul matang. Tentunya disetujui oleh setiap peserta
> technical workshop. Demikan saran saya. Semoga dapat dilaksanakan. Ta'
> ada masalah di dunia ini yang tidak dapat dpecahkan.
> Wassalaam'ulaikum wr.wb.,
> M. Untung
> ----- Original Message -----
> 
From: Andang Bachtiar
> To: iagi-net@iagi.or.id
> Sent: Wednesday, March 07, 2007 9:39 PM
> Subject: [iagi-net-l] Silaturahmi ===> Re: [iagi-net-l] Ahli Geologi
> Saling Berseteru
> 
> 
> "Perseteruan" internal di komunitas IAGI (re: Surat Terbuka dari
> Prof RPK) tentang Lumpur Sidoardjo bukan sekedar karena "hal-biasa"
> yang disebut sebagai perbedaan "pendapat ilmiah" yang menyangkut
> hasil analisis tentang apakah penyebab-pemicu semburan tersebut
> adalah pemboran BJP-1 atau proses alam (gempa bumi) yang diluar
> kuasa pengetahuan manusia saat ini untuk memprediksi kejadian-nya
> dalam skala waktu manusia (bukan skala waktu geologi),..... tetapi
> lebih ke masalah pengorganisasian pertemuan ilmiah, kematangan
> bersikap, "wisdom", dan etika ilmiah dalam hal-hal berikut:
> 
> 1. Menyimpulkan permasalahan kontroversial saintifik yang punya
> implikasi hukum-politik-bisnis semata-mata dari suatu acara diskusi
> yang minim interaksi yang digelar dengan stempel "workshop" tetapi
> pada kenyataannya adalah "seminar" atau lebih parahnya menurut
> sebagian peserta adalah "sosialisasi pendapat sepihak" bisa
> dikatakan sebagai jauh dari etika - sistimatika pengambilan
> kesimpulan ilmiah. Untuk menyimpulkan basis ilmiah yang punya
> implikasi sepenting itu diperlukan "workshop" yang benar-benar
> "workshop", dimana setiap konsep diuji sampai tuntas dalam
> session-session tersendiri, yang dalam hal ini mungkin dibutuhkan
> lebih dari 2 hari untuk melaksanakannya.
> 
> 2. Mekanisme penyelenggaraan workshop tidak secara seimbang
> menampilkan presentasi dan diskusi tentang berbagai konsep-pendapat,
> tetapi lebih cenderung ke salah satu konsep, padahal para ahli
> berbagi konsep lain juga hadir di acara tersebut - tetapi tidak
> diberi kesempatan presentasi dan diskusi secara proporsional seperti
> yang lainnya.
> 
> 3. Pemahaman yang parsial tentang sub-sub-disiplin, kompetensi, dan
> profesi yang terkait dengan geosains dalam industri migas, sehingga
> proses analisis-sintesis permasalahan menjadi tidak optimal, seperti
> misalnya: tidak didiskusikannya secara rinci (spt topik2
> sub-disiplin lainnya) tentang masalah data teknis real-time-chart /
> geolograph selama pemboran dan implikasinya pada kondisi geologi
> lubang bor dimana masalah tersebut sebenarnya adalah kompetensi dari
> para ahli wellsite-operation geology,... dan lebih parahnya, tidak
> seperti data primer geologi bawah permukaan dan permukaan yang
> berlimpah dan accessible bagi kebanyakan ahli (seismik, trace sesar
> di permukaan, data satelit, data-sampel lumpur dsb), tipe data
> pemboran yang tersedia (dan dipresentasikan) adalah data sekunder
> (bahkan tersier) berasal dari daily drilling report, final well
> report, dsb,.... genuine geolograph dan real-time-chart data tidak
> pernah bisa diakses (dan diperiksa dan didiskusikan) oleh para ahli.
> 
> 4. Dari 18 pembicara yang tampil, hanya 4 pembicara yang dapat
> dianggap mempunyai kompetensi tentang masalah pemboran migas; dari 4
> itupun hanya 2 yang mempunyai latar belakang geosains yang
> diasumsikan dapat mengekstrasi informasi geologi bawah permukaan
> dari data pemboran. Empat belas (14) pembicara lainnya kebanyakan
> mengandalkan data geologi-geofisika (yang punya dimensi lebih
> besar/regional dibanding dengan data pemboran) untuk membuat
> analisis dan sintesis tentang penyebab-pemicu semburan lumpur.
> Dengan demikian trend "workshop" lebih berat pada pembahasan geologi
> regional, tektonik, dimensi waktu yang besar, dan kurang menyentuh
> analisis rinci dan dimensi waktu yang lebih instant/pendek, termasuk
> kurang disentuhnya kemungkinan-kemungkinan pemicuan semburan oleh
> kejadian-kejadian selama pemboran.
> 
> "Silaturahmi" sebagai jawaban dari "perseteruan" - seperti
> diusulkan oleh banyak email - mustinya dimaknai dan
> diimplementasikan sebagai sesuatu yang lebih mendasar dan
> ber-dimensi organisasi. Seperti kita lihat dalam dalam 15 bulan
> terakhir kepengurusan baru PP-IAGI, organisasi kita ini hampir bisa
> dikatakan sebagai tidak pernah bersilaturahmi dengan ribuan
> anggotanya melalui "Berita IAGI" maupun "Majalah Geologi
> Indonesia", karena memang tidak satupun media komunikasi tersebut
> terbit secara rutin (Berita IAGI hanya sekali terbit menjelang PIT
> Nov 2006 dan MGI tidak terbit sama sekali). Harap diingat bahwa
> hanya 500-600-an jumlah anggota milis IAGI-Net, yang mungkin hanya
> separohnya merupakan anggota resmi IAGI, sehingga kalau ada yang
> mengatakan bahwa PP-IAGI sudah berkomunikasi dengan anggotanya
> lewat IAGI-net, itu adalah pernyataan yang sangat tidak berdasar.
> Ribuan anggota IAGI yang tersebar di 12 PengDa dan di luar negeri,
> tentunya dengan berbagai macam keahlian (termasuk ahli pemboran -
> ahli wellsite operation geology yang mustinya mengambil peranan
> lebih dalam "workshop" IAGI yang lalu), perlu untuk disapa,
> disilaturahmi, dan dikunjungi.
> 
> Selain itu, "Silaturahmi" hendaknya dilakukan juga dengan membuat
> sebanyak mungkin kegiatan berkumpul baik secara ilmiah maupun untuk
> tujuan kekerabatan-sosial, baik di Pusat, maupun di PengDa-PengDa.
> Dengan makin banyak menyelenggarakan event-event organisasi maka
> interaksi silaturahmi (ilmiah maupun sosial) akan terus menerus
> terjalin, sehingga perbedaan-perbedaan pendapat (ilmiah maupun
> sosial) punya kesempatan lebih luas, mendalam, dan terfokus untuk
> dipecahkan..... bukan hanya dengan event dadakan yang kesannya
> reaktif terhadap permasalahan sesaat (walalupun actual) saja.
> 
> Mudah-mudahan sumbangan pemikiran ini dapat diambil manfaatnya oleh
> siapapun yang ada di komunitas geosains di Indonesia, khususnya
> anggota dan pengurus IAGI kita tercinta ini.
> 
> Salam
> Prihatin
> 
> 
> Andang Bachtiar
> Mantan Ketua Umum IAGI 2000-2005

 Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com 

Kirim email ke