Saya ingin memberi komentar mengenai tulisan sdr Sunu ini. Menurut saya
seorang ahli geologi tidak dapat dituntut karena salah interpretasi,
kalau dia sudah menggunakan semua data yang dikuasainya. Karena itu
dalam setiap interpretasi yang diambil adalah "most likely case", bukan
yang optimis dan bukan yang pesimis.
Penentuan design casing bukan oleh geologist melainkan oleh Drilling
Engineer. Pemerintah juga tidak mengatur hal ini. Seingat saya kalau
di Central Sumatra Basin CPI menetapkan maximum open hole adalah 4000
ft. Entah dari mana datangnya angka ini, tapi sudah merupakan "rule of
thumb", tidak ada Engineer yang berani melanggarnya. Saya bisa
mengerti, tiap perusahaan mempunyai factor keamanan yang berbeda, karena
ini menyangkut biaya juga.
Mugkin sekarang saatnya IAGI menggalakkan Program Sertifikasi. Hal-hal
yang penting harus ditetapkan oleh seorang Geologist yang bersertifikat
IAGI. Di Sertifikatnya kelihatan Cekungan atau Kawasan Geologi yang
dikuasainya dareha mana. Dengan program Sertifikasi IAGI, juga bisa
menetapkan "Residence Expert" untuk suatu daerah atau suatu cekungan.
Sudah saatnya IAGI mempunyai "Residence Expert" untuk Cekungan Jawa
Barat, Jawa Timur, Mahakam Delta, Sumatra Tengah, Sumatra Selatan, dll.
Kita tunggu masukan dari teman-teman lain.
Sofyadi Roezin.
-----Original Message-----
From: Sunu Hadi Praptono [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Friday, March 09, 2007 11:54 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: [iagi-net-l] Lindungi profesi geologi
Salam sejahtera,
Kita ngomong langsung ke eksplorasi minyak saja lah.
Sebagian (besar) dari kita (geologist) yang bekerja di pertambangan dan
migas banyak berurusan dengan prospect generation, bagaimana meng-assess
suatu prospek hingga dapat mengundang investor untuk ngebor, atau
ditambang. Banyak resiko-resiko yang harus diperhitungkan supaya
kerugian bisa sekecil mungkin, atau keuntungan bisa diraih semaksimal
mungkin. Aktivitas prospek generation adalah aktivitas sangat-sangat
kreatif dan menuntut ketenangan batin agar bisa sebaik mungkin
produknya.
Juga para ahli lain, seperti ahli pemboran dan services yang terkait,
semua bersiap-siap dengan ilmu yang ada agar aktivitas eksplorasi dapt
mencapai targetnya dengan sukses besar.
Selain itu ada aktivitas lain, yaitu evaluasi hasil eksplorasi,
contohnya hasil pemboran, apakah itu dry holes atau discoveries. Apa
yang serba indah sebelum suatu prospect dibor menjadi kelihatan
"belangnya" semua setelah target-target itu ditembus. Dalam kasus dry
holes semua orang merasa jagoan dan mentertawakan para terdakwa yang
mengusulkan prospek itu. Karena memang semuanya jadi serba mudah karena
data sudah ada tersedia semua, ketahuan mana yang mustinya begini atau
begitu, tetapi tidak dilakukan, sehingga hasilnya meleset dari harapan.
Dalam pekerjaan evaluasi semua orang nampak pinter, dan ketahuan semua
"kesalahan" yang mustinya tidak dilakukan. ("kalo aku jadi dia aku akan
lakukan begini, bukan begitu. Ah kok tolol sekali sih dia", semacam itu
lah komentarnya.
Cobalah tengok dampak accident BJP dalam kegiatan MIGAS kita. Betapa
orang sekarang ngeri menandatangani drilling proposal, geofisisist dan
geologist jadi tidak nyaman bekerja (bikin peta dll.) karena dihantui
konsekuensi-konsekuensi hukum yang sama sekali tidak terbayangkan
sebelumnya. Salah bikin prediksi kedalaman bisa masuk penjara. Well site
geologist salah deskripsi, bisa masuk penjara. Padahal dia kuliah dan
ditambah pengalaman bertahun-tahun belajar mendeskripsi untuk keperluan
eksplorasi migas, bukan shale layer ini bakal jadi mud volcano atau
tidak. Belum lagi mud logging engineer, dan semua services yang lain.
Siapa yang sangka akan berakibat sedahsyat itu ? Padahal, sebelumnya
akibat yang terjadi paling banter drill pipe kejepit, kalaupun blow out
juga paling beberapa hari. Pertanyaan paling penting lagi, kalo menilik
dimensinya, apa iya sih itu semua keluar dari lubang sekian inches dan
berbulan-bulan pula, jauh lebih besar dari volume reservoir yang
dipetakan, dengan produktivitas yang fenomenal pula. Andang mengatakan
ada hal-hal dalam aktivitas drilling yang salah, saya mau tanya apakah
Anda bermaksud menuduh bahwa si orang itu sengaja bikin gunung lumpur
dengan langkah yang dia/mereka tempuh ? Saya yakin para profesional yang
bekerja di rig mengambil keputusan-2 berdasarkan ilmunya sebagai
tindaknya terbaik agar mencapai hasil pemboran yang baik. Nggak pasang
casing juga ada perhitungannya yang bisa dipertanggungjawabkan, plus
pertimbangan-pertimbangan teknis historis dari pemboran di sumur ybs.
Tapi, bahwa tidak pasang casing adalah melanggar hukum, hukum yang mana?
Apa ada SOP bahwa sekian feet harus pasang casing ? Berapa banyak sumur
yang tidak dipasang casing di Indonesia ini ?
Namun, terlepas dari semua kontroversi yang muncul, secara umum yang
jelas dalam hal melindungi profesi memang kita kalah langkah dengan
mereka di negara maju. Dalam setiap software, setiap perkerjaan
services, log, processing, interpretasi dan lain-lain mereka selalu
mencantumkan disclaimer, yang menyatakan lepas tanggung jawab dari
akibat-akibat hasil pekerjaannya. Tujuannya melindungi para professional
yang terlibat dari tuntutan hukum, atas dampak tak diinginkan yang tidak
teramalkan sebelumnya.
Karena disclaimer ini tidak lazim dalam culture eksplorasi di Indonesia,
posisi kaum profesi geologi jadi terjepit, dihadapkan dengan resiko yang
sangat besar, yang sangat tidak sebanding dengan gaji yang diterima.
Menurut saya itulah yang sekarang dalam kasus semacam ini menjadi tugas
pokok IAGI sebagai organisasi profesi: melindungi keselamatan profesi
anggotanya. Kalau itu belum tercantum dalam AD ART ya harus segera
dicantumkan.
Terima kasih atas perhatiannya.
SHP.