Saya agak heran sering terdengar berita pompa tersumbat, memangnya tidak ada 
agitatornya. Kalo nyedot lumpur nggak diaduk dulu, pasti akan tersumbat. Tapi 
kalau kekentalan merata, sampai batas kekentalan tertentu masih bisa mengalir.
   
  Selama ini kita sering mendengar banyak metoda mengatasi LUSI dai pakar sipil 
dan engineering. Mungkin saatnya kita, mulai memikirkan cari solusi dari ilmu 
kebumian, dan bukan hanya berdebat penyebab lusi.
   
  Saya menyadari bahwa pada dasarnya drilling hazard yang sudah 
menyerupai/menjadi natural hazard akan sangat sulit dipadamkan. Saya hanya 
ingin mulai melemparkan wacana saja, barangkali nanti keluar ide-ide yang 
brilian.
   
  Pertama-tama, menurut saya, kita harus punya gambaran penyebaran patahan dan 
zona aliran bawah permukaan. Saya kira metoda microseismic bisa digunakan untuk 
membantu mendeteksi aliran ini. Lalu dipikirkan untuk menyumbat zona rekahan 
tersebut, misalnya dengan injeksi semen (cement grouting). Mungkin cara ini 
lebih baik, daripada menimbun bola-bola beton dari atas. 
   
  Mungkin ada pemikiran lain?
   
  Salam
  Pujas
  

Kabul Ahmad <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
  Kita, bangsa ini, memang belum siap mental untuk berdebat argumentatif
sekalipun ilmiah...Sing penting rukun,..rukun agawe sentoso..mangan ora
mangan waton kumpul.
Presidenpun "takut" ke sidang interpelasi...
Allah Yang Maha Mengetahui...Wallahu 'alam bissawab.

Soal debit air ( konsentrasi air ) yang berkurang sudah kita ketahui dari
macetnya pompa-pompa dan tersendatnya aliran ke kanal ( spillway ) dan ke
kali Porong.
Untuk bisa dipompakan ( jarak lebih dari 3km itu ) lumpur harus dalam
kondisi "pumpable"..jadi minimum konsentrasi air harus > 60%, 40% lumpur,
atau
kalau bisa lebih dari 60% air. mengingat density lumpur yang cukup berat.
Sekarang sudah memasuki musim hujan, jadi air agak cukup supply. Spillway
sudah dibuat oleh Timnas, BPPLS tinggal meneruskannya, atau menambah
kapasitas pompa. Pompa jenis centrifugal sulit bertahan diarena lumpur
kental ini, mesti dicoba jenis PCP ( progressive capacity pump ) dengan laju
dan kemampuan tinggi. Pumpa jenis ini bisa dipasang vertikal maupun
horisontal, bahkan ada yang dari jenis submersible. Jenis submersible
tinggal ditanamkan di lumpur yang agak cair, bila kurang cair ya tinggal
digelontori air lagi sambil terus dipompakan ke kali porong.Mengingat sifat
lumpur lapindo ini cepat sekali mengental dan mengering..serta 'swelling'
tapi mudah larut menjadi suspensi dalam air dengan konsentrasi > 60%.
Timnas dulu sudah mati-matian membangun spillway, puluhan alat berat sudah
dikerahkan. Demikian sekarang BPPLS. Dulu, tahun 2006 lalu kemampuan
spillway baru sampai 200 ribuan m3 perharinya, sekarang insya Allah
bertambah. Sudah cukup untuk mengimbangi debit dari kerongkongan Lusi.

Memang bila debit kandungan air sudah berkurang dari waktu ke waktu,
penggumpalan lumpur dipermukaan akan lebih cepat, namun tingkat bahaya masih
belum berkurang. Amblesan akan tetap terjadi. Dan itu, over pressure akan
sewaktu-waktu tererupsi kembali. ..Ingat bila lihat di bledug Kuwu Grobogan?
cuma disana berkaitan dengan kubah garam (?), sedang Lusi ini
ya...geothermal dengan panas dan tekanannya.
Rumah-rumah di Porong sudah pada retak, tandanya proses amblesan sedang
bekerja.( subsidence atau deformasi ).
Soal penguatan tanggul dll, ahli teknik sipil lah yang berwenang.
Nah, apakah geologis sebagai makhluk sosial juga memikirkan nasib sungai
Porong juga ? atau nasib manusia yang bangunannya mulai retak dan ambles ?
sampai dimana radius amblesnya ?
Yang jelas seorang alumni geologi - wiraswastawan pabrik keramik sudah
ancang-ancang tanam investasi disana...nggak usah jauh -jauh mencari
feldspar dan pasir kwarsa ke gunung.


----- Original Message ----- 
From: "Rovicky Dwi Putrohari" 
To: 
Sent: Monday, June 11, 2007 8:12 AM
Subject: [iagi-net-l] Debit Lusi menurun so what next ? --> IAGI Diminta
Pendapat Soal LUSI oleh DPD-MPR RI


On 6/11/07, Harry RW wrote:
>
> Setuju………. Pak Moderator, anda yang berhak untuk menghentikan polemik ini

Aku bukan moderator juga hanya mantan administrator mailist ini. Hanya
ingin berbagi pengalaman saja ketika menghadapi sebuah polemik dalam
mailist.

Pak Koesema dahulu pernah menyinggung soal polemik dalam ilmu geologi.
Memang hal itu hal yang wajar karena perbedaan isi kepala. Namun
memang harus ditangani secara cerdas juga. Kalau tidak, maka
seringkali bukan berkembang menajdi diskusi yang bermanfaat tetapi
hanyalah argumentasi yang berulang-ulang ... alias lempar-lemparan
argumentasi lama yg membosankan.

Sebagai admin sebaiknya memberikan arahan ketimbang berusaha
menghentikan polemik. Bisa saja dengan menutup warung atau moderated,
tetapi ini jelas memerlukan tenaga, dan belum tentu diterima anggota.
Saya lebih suka mengalihkan energi otak ini ke yang lebih bermanfaat,
misalnya dibawah ini :

Debit turun tetapi justru over topping (sumber Metro TV)
http://hotmudflow.wordpress.com/2007/06/10/debit-semburan-lumpur-panas-menurun/

Saat ini lubernya lumpur masih berkepanjangan. Lumpur lebih kental,
kandungan air berkurang, pompa macet, dan akhirnya justru melimpah
karena tidak dapat dialirkan. Apa yg bisa kita (geologist) bantu ?

Geologist barangkali sulit dimintain pendapat soal penanganan
permukaan tetapi kita mungkin bisa membantu bagaimana karakteristik
proses pengendapan dan pengaliran secara natural.

Selain itu juga perlu diketahui apa yang mungkin akan terjadi selanjutnya ?
Susah menyimpulkannya apakah ini pertanda berhentinya semburan.
Saya kira banyak parameter yang perlu di plot dalam skala waktu.
Jumlah semburan permenit, debit perhari, kandungan gas dari
hari-kehari, amblesan satu titik, dari hari-kehari dll. Saya yakin
data ini sudah ada di Timnas (BPLS). Hanya ga tau apakah ini terbuka
atau tertutup datanya.

Yang perlu diingat adalah ada kalanya beberapa waktu lalu ketika
berhenti total diikuti dengan "ambles" yang mengakibatkan over topping
(luber).
Jadi pengurangan debit ini perlu diwasapadai dan diamati terus
menerus. Pengalaman menunjukkan bahwa badai masih "belum" berlalu.

Salam
RDP

----------------------------------------------------------------------------
Hot News!!!
CALL FOR PAPERS: send your abstract by 30 March 2007 to [EMAIL PROTECTED]
Joint Convention Bali 2007 - The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the
29th IATMI Annual Convention and Exhibition,
Bali Convention Center, 13-16 November 2007
----------------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------




----------------------------------------------------------------------------
Hot News!!!
CALL FOR PAPERS: send your abstract by 30 March 2007 to [EMAIL PROTECTED]
Joint Convention Bali 2007 - The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the
29th IATMI Annual Convention and Exhibition,
Bali Convention Center, 13-16 November 2007
----------------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------



       
---------------------------------
Ready for the edge of your seat? Check out tonight's top picks on Yahoo! TV. 

Kirim email ke