Prov. Mino,
Saya adalah teman Pak Mino waktu kuliah dulu. Saya kenal Pak Mino sebagai salah 
seorang yang berpikiran dinamis. Oleh sebab itu saya juga ingin urung rembuk 
soal ini.

Kekhawatiran Pak Mino sangat beralasan; kenapa sih kok dirobah-robah dan 
dipindah-pindah. Yang jelas, semua itu tidak akan menyelsaikan persoalan yang 
tengah dihadapi oleh jurusan geologi kita. Persoalan yang dimiliki oleh jurusan 
geologi kita adalah: Metoda dan proses belajar mengajar yang berlangsung saat 
ini TIDAK BISA menghasilkan lulusan yang mampu bersaing, karena lulusan kita 
memiliki beberapa kelemahan antara lain sbb:

   Terlalu banyak teori ketimbang praktek;
   Lemah dalam pengamatan dan diskripsi singkapan;
   Lemah dalam diskripsi "hand-spacement";
   Lemah dalam pemahaman dan penghayatan tiga dimensi;
   Lemah dalam komputasi geologi; dan
   Lemah dalam penulisan, pelaporan, dan presentasi hasil-hasil penyelidikan.
Sebetulnya, perubahan apapun yang akan dilakukan hendaknya difokuskan pada 
perbaikan guna mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut diatas. Saya tidak 
bosan-bosannya memberi contoh, bagaimana mahasiswa bisa memahami dan menghayati 
dengan baik suatu subjek Sedimentology sewaktu saya kuliah di Geology 
Department - Wollongong University Australia. Waktu itu dosennya adalah Prof. 
Brian Jones; dalam 14 kali pertemuan, 12 kali diantaranya dilakukan di 
lapangan. Teori dimasukkan (menjadi "inherent") setelah mahasiswa mengamati dan 
dijelaskan ttg singkapan yang sedang dikunjungi. Hasilnya, seumur hidup 
mahasiswa tidak akan pernah lupa dengan apa yang dipelajarinya di lapangan. 
Sudah barang tentu cara seperti ini akan memerlukan waktu dan sumberdaya lebih 
(dana, dosen yang tepat, asisten yg baik, sarana dan prasarana yang memadai). 
Kuncinya adalah komitmen kita semua stakholders geologi Indonesia. Asal kita 
mau, kita pasti bisa. Lihat, apa yang sedang dilakukan oleh Dr. Andang
 Bachtiar; beliau sangat gigih membawa peserta kursus atau peserta konferensi 
ke Kaltim untuk mempelajari dan mendiskusikan Stratigrafi dan Sedimentologi 
Cekungan Kutai. Beliau sedang membumikan ilmu kebumian yang kita pelajari. Saya 
sangat salut kepada beliau, dan sekali-sekali bertanya kepada diri sendiri: 
kenapa saya belum bisa mulai melakukan hal yang sama. Eh, lupa: ternyata saya 
juga sudah 6 kali (6 tahun berturut-turut dari 1995) membawa peserta kursus 
"Coal Geology and Coal Exploration" ke Bojongmanik - Banten atas sponsor NEDO 
Jepang.

Demikianlah pandangan saya, semoga bermanfaat.
Wassalam,
Chairul Nas

Franciscus B Sinartio <[EMAIL PROTECTED]> wrote: 
Mau ikutan komentar boleh ya..

Mengenai kampus berbasis bisnis sebenarnya kan berasal dari peraturan 
pemerintah yang mengharuskan perguruan tinggi untuk membiayai diri sendiri 
(istilah nya kalau tidak salah otonomi kampus).
Pada waktu di buat peraturan nya banyak yang pro dan kontra.

Ijinkanlah saya memberikan sedikit pendapat:
Kalau untuk mendanai riset saya pikir tidak apa kalau mengharuskan perguruan 
tinggi untuk mandiri.
Tapi kalau untuk pendidikan mencerdaskan bangsa, saya kira pemerintah harus 
mengeluarkan uang negara.  Ini adalah salah satu kewajiban negara dan hak 
warganegara.
Cuma memang sering riset sangat menunjang proses ajar-mengajar, baik dari segi 
dana maupun proses dan hasil  riset.  Tapi fasilitas dasar yang diperlukan 
untuk proses ajar-mengajar harus keluar dari kocek pemerintah.

Salah satu hal yang digaris bawahi oleh yang pro peraturan ini adalah dengan 
berbasis bisnis maka PerTi tahu apa yang diperlukan dunia nyata(bisnis), dan 
sudah mempersiapkan mahasiswa/i untuk siap pakai.

hal yang lain,
Saya sebenarnya bingung kenapa harus dikelompok-kelompokan menjadi satu 
fakultas.  Itu mungkin warisan dari  Belanda.
Yang saya perhatikan dari beberapa universitas  di Amerika tidak ada fakultas 
Teknik atau MIPA atau   yang lainnya.
yang ada Geology Depatment atau Geophysics Depatment ,  Petroleum Engineering 
Department.  berdiri sendiri2. Yang ambil jurusan geophysics harus ambil 
physical geology dari geology department.  demikian juga yang dari geology 
harus ambil basic seismic dari geophysics department,  dst... dst...
(note: matakuliah yang ketiga department tsb ada hanya  'petrophysics')
Jadi daripada susah meng-kelompokkannya, yah sebaiknya biarkan berdiri sendiri. 
 
jadi nanti department nya jadi banyak dong?  yah nggak apa2 diperusahaan saja 
sudah mulai di buat organization chart yang parallel bukan top-down.
ah .... tapi saya tidak tahu bagaimana repot nya mengatur perguruan tinggi.
di milis ini banyak yang dosen, ketua jurusan, dekan, dan rektor., dst.  juga 
banyak yang mantan.

mudah2an pendapat ini bisa memberikan input positip

fbs
pernah jadi dosen tembak di Perti Negeri dan swasta.

nb: ITB pernah menerima mahasiswa yang "jagoan" olahraga tanpa tes.  bagaimana 
kelanjutannya?

----- Original Message ----
From: Andang Bachtiar <[EMAIL PROTECTED]>
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Friday, July 13, 2007 4:40:51 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] Geologi ITB maju atau mundur

                 Rekan saya - Firman GEA - ini benar-benar  tajam dalam 
menelisik permasalahan, indah dalam mengungkapkan, dan rasanya  "mak-nyuuuus" 
membaca tulisannya; terutama karena hal ini terkait erat dengan  nasib / 
masa-depan pendidikan geologi di bekas almamater-nya, almamater-saya,  juga 
almamater kang yrs, dan ladang pengabdiannya rekan  Mino....
  
 Walaupun ini adalah forumnya IAGI - bukan hanya  kawan2 dari ITB saja yang ada 
di sini - tapi permasalahan ganjelan suara hati  broer Mino yang dikeluarkan 
dengan nada ''pertanyaan2" dan  "kekuatiran2" tentang trend pendidikan geologi 
ini nampaknya perlu juga  disimak dan di'saur-manuk'-i oleh kawan-kawan di 
komunitas geosains dari  mana-pun asal almamater-nya.
  
 Sebenarnyalah, beberapa minggu sebelum,  dan juga pada waktu serah-terima 
kepengurusan PP-IAGI Januari 2006... saya  (sebagai Ketua IAGI dan ex-Ketua 
IAGI) disambati oleh para sesepuh  pendidikan di Geologi ITB dan juga 
rekan-rekan saya yang mengajar disana tentang  masalah yang dikemukakan broer 
Mino tersebut. Waktu itu , istilahnya:  penjajag-an kalau-kalau IAGI bisa 
melakukan sesuatu dalam rangka  memberikan opini - referensi - kritik terhadap 
kebijakan baru ITB dalam  bongkar-pasang Departemen2 di FIKTM dan yang terkait. 
Memang saat itu waktu-nya  mefet sekali, lagipula saya sedang dalam masa 
transisi: lengser 29 Nov  2005, serah terima 12 Januari 2006, jadi gak "elok" 
kalo bikin kebijakan2,  keputusan2, dsb..... sehingga saya sarankan para 
sesepuh pendidikan geologi dan  kawan2 dosen tsb meneruskan "sambatan-nya" ke 
Ketua IAGI yang baru, yang  kebetulan juga berasal dari almamater yang sama. 
Jadi, permasalahan ganjelan  suara hati ini sebenarnya sudah beredar lebih
 dari 1-1/2 tahun berputar-putar  mendatar mengaduk-aduk perasaan tapi tetap 
saja membentur-bentur dinding  tong-lingkaran-setan diseputaran kampus Ganesha. 
Nah,.. ketika rekan Mino mulai  posting, kemudian disambut oleh kang YRS yang 
pragmatis tapi menyemangati,  dan Firman-Gea yang bijaksana, maka mulai 
keluarlah ganjelan itu ke  permukaan. Mudah-mudahan ada partisipasi dari 
kawan-kawan komunitas geosains  Indonesia di milis ini yang bisa memberikan 
pencerahan, dan kalau bisa: jalan  keluar -- dari ganjelan perasaan yang 
diungkapkan broer Mino  tersebut.
  
 Salam
  
 ADB
  
   
    ----- Original Message ----- 
   From:    Firman Gea 
   To: iagi-net@iagi.or.id 
   Sent: Friday, July 13, 2007 12:02  PM
   Subject: RE: [iagi-net-l] Geologi ITB    maju atau mundur
   

      Punten ikut    nimbrung.
      
    Saya koq gak    melihat ada hubungannya dengan tren “global” terhadap 
kebijakan pembagian    jurusan di ITB ini. Menurut saya ini mah murni 
“kreatifitas” (baca: keisengan)    orang-orang di rektorat yang ngerasa mumpung 
lagi pegang posisi penting aja,    gak lebih. Setara lah dengan fenomena UAN 
yang akhir2 ini malah kok kelihatan    ruwet, padahal dulu baik-baik aja.
      
    Tapi    bagaimanapun, efek “pengglobalan” pendidikan tinggi ini semestinya 
dikritisi.    Yang ada di benak kita sekarang seakan-akan model perkembangan 
pendidikan    tinggi saat ini adalah suatu keharusan yang mau tidak mau dan 
suka tidak suka    harus seperti ini. Padahal sebenarnya jika kita memilki 
konsep “Pendidikan    Kerakyatan”, dan kita biarkan konsep ini berkembang 
dengan baik, dan terus    berkembang dengan baik, banyak orang di negeri ini 
yang yakin bahwa tidak    perlu membangun sebuah mall untuk membiayai proses 
belajar-mengajar di kampus.    Tidak perlu menerapkan program jalur khusus 
untuk membiayai proses belajar    mengajar di kampus. Tidak perlu melihat 
dosen-dosen pengajar dan guru-guru    yang kita hormati dan banggakan hilir 
mudik menjadi konsultan di berbagai    perusahaan.
      
    Yang terlihat    sekarang, kita semua melumrahkan hal tersebut. Menurut 
banyak dari kita    mengatakan itu mah memang sudah seharusnya seperti itu. 
Jadi, kesan jelas yang    bisa kita tangkap adalah Pendidikan Tinggi di NKRI 
berbasis bisnis, dijalankan    oleh bisnis, dan demi kemaslahatan bisnis. Ini  
kan menyedihkan. Jika para pembuat kebijakan    di negeri ini, petinggi 
perguruan tinggi, mahasiswa, masyarakat umum, kaum    intelektual, mau secara 
serius dan benar-benar brainstorming secara bebas,    tidak berpikir untuk 
mengambil keputusan yang asal dan gampang saja, dan mau    berpikir secara 
murni kebenaran akademis, saya yakin, konsep pengembangan    Pendidikan Tinggi 
di NKRI tidak akan seperti sekarang ini, yaitu berbasis    bisnis, oleh bisnis, 
dan demi kemaslahatan bisnis. Banyak cara yang lebih    elegan dan sinergi 
dengan Jiwa Buana Pendidikan Tinggi untuk membiayai proses    pendidikan itu 
sendiri, tidak dengan sekedar    berbisnis.
      
    Salam,
    Firman    Fauzi
      
          
---------------------------------
   
   From:    [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Friday, July 13, 2007 10:28    AM
To:  iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Geologi ITB    maju atau mundur

      
    >Ben

Jangan kecil hati , ini adalah    kecenderungan "global" , ITB tidak mampu 
melawan tarikan tarikan demi    perkembangan .
Sehinggga dengan kondisi ITB sebagai BMHN dan tarikan global    yang selalu 
menjadikan perhitungan ekonomi nya (atau DUIT) sebagai panglima    maka ITB 
harus menjadi pragmatis , semakin pragmatis dia maka ITB akan    lebih bisa 
survive dan berkembang (itu yang ada dibenak Pak rektor dan    pimpinan ITB 
saat ini).
Dus , kalau Anda berfikir terlalu murni    seabagai Ilmuwan , maka Anda akan 
dan tidak akan  bisa menangkap ide    "besar" ini.
Lihat saja , kemarin kan baru    akan di - buka ITB filial Kota Delta , nah ini 
 kan kecenderungan    global . Lihat saja di Jakarta Universitas 2 Ostrali buka 
cabang , bahkan ada    yang buka kantor-nya di RUKO . Untung  kan ITB - mah 
akan dibuatkan kampus , yang    pasti megah.

Jadi suara Anda itu se-olah2 seperti teriakan satu orang    ditengah  padang 
pasir.
Tapi jangan berkecil    hati.Tetaplah berkiparah dalam ilmu yang Kau yakini 
benar.

si    Abah


    Rekan2 IAGI Yth, suatu perkembangan    atau fenomena baru dalam pendidikan 
> geologi di ITB terjadi saat ini.    Dimana pada waktu yang lalu di kejutkan 
> oleh perubahan nama    departemen menjadi Prodi yang membawahi KK (kelompok 
> keahlian). Saat    ini terbagi menjadi dua KK yaitu KKGP (Geologi dan 
> Paleontologi) and    KKGT (Geologi terapan). Keluaran baru prodi geologi 
> dipindahkan ke    fakultas baru dengan nama yaitu Fakultas Ilmu dan Teknik 
> Kebumian    (FITB) bersama-sama dengan Oceanography dan Meterologi. 
> Sedangkan    Teknik Geofisika, Teknik Pertambangan dan Teknik Perminyakan 
> menjadi    satu fakultas baru dengan nama Fakultas Tambang dan Teknik 
>    Perminyakan (FTTP??). Yang lalu semuanya bernaung di bawah satu fakultas   
>  
> dengan nama Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral. saya pikir    ini 
> sudah sangat benar sesuai dengan harifah keilmiuan dan tujuan ITB    sebagai 
> sekolah teknik yang juga umum dipakai dibanyak institusi    dinegara-negara 
> lain. 
> 
> Terlepas dari keanehan yang    amat sangat berupa pemisahan semua ilmu2 yang 
> memakai geologi dari    geologi sendiri sebagai dasarnya(terutama antara 
> geologi dan    geofisik). Apakah perubahan ini menuju pada sesuatu yang baru 
> dan    benar untuk masa yang akan datang? atausebuah pembodohan yang 
>    mengembalikan posisi kita pada tahun 1900. Dimana pada saat itu ilmu 
>    geologi masih dianggap sebagai ilmu science murni ???. Saat ini kita tahu  
>   
> bahwa perkembagan ilmu kita sudah menjadi applied science dengan    pemakaian 
> yang sangat luas dari keteknikan, air, mineral, energi.    lingkungan dan 
> mitigasi bencana. Jawaban ini perlu saya bagi dengan    teman di dunia 
> Industri maupun pendidikan dari institusi lain di    Indonesia dan negara 
> lainnya. Apakah betul jika sebagai prediksi    ekstrim perkembangan kedepan 
> semua ilmu geologi yang bersifat terapan    porsi besarnya akan diambil oleh 
> tenik geofiska, tambang dan    perminyakan??? 
> 
> Ben Sapiie/Dosen Struktur Geologi,KKGP -ITB    
> 
> 








       
---------------------------------
Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia yang baru!

Kirim email ke