Pak Firman, komentar yang bagus dan ideal. Hanya, seperti kata Abah,
mungkin masa kini akan sulit membuat dan menjalankan kampus semacam yang
Pak Firman tulis. Idealnya sebuah kampus, yang menjadi lembaga
pendidikan dan diharapkan juga mendidik budi pekerti bukan hanya ilmu
pengetahuan, memang mestinya berbasis kerakyatan, sejalan dengan konsep
Taman Siswa Ki Hadjar Dewantara. Tetapi, sekarang ini konsep kampus
cenderung lebih dikendalikan oleh basis bisnis. Bukan hanya tingkat PT,
tetapi juga sudah merambah ke tingkat pendidikan menengah, dasar, bahkan
pra-sekolah. Maka, belakangan ini timbul pendapat umum : "sekolah hanya
untuk orang berduit". Sebuah perkembangan yang meresahkan !

 

Kampus-kampus yang ditunjuk sebagai BHMN bukan main berusaha sedemikian
rupa agar memperoleh dana dengan caranya masing-masing, baik melalui
mahasiswa (sumbangan pendidikan wajib, uang pendaftaran, uang kuliah,
pungutan2, dll.) atau menjadikan lembaga pengabdian kepada masyarakatnya
seperti perusahaan jasa konsultan. Sejalan dengan urusan dana swadaya
ini, perusahaan-perusahaan pun rajin memberikan proyek-proyek studi  ke
kampus untuk dikerjakan. Maka, kampus pun bisa "mencetak uangnya"
sendiri. 

 

Suatu malam beberapa tahun yang lalu saya kebetulan berkunjung ke
departemen geologi sebuah kampus BHMN. Dalam bayangan saya akan sepi,
ternyata ramai sekali dengan para mahasiswa,  lulusan baru, dan dosen
yang tengah bekerja. Bukan skripsi/tesis/laporan penelitian yang
dikerjakan - tetapi proyek dari sebuah perusahaan yang tenggat waktunya
sudah hampir tiba. Ketika ditanyakan, rupanya di sini aktivitas berjalan
24 jam, dibagi dalam tiga regu kerja masing-masing delapan jam.
Wow...melebihi kesibukan perusahaan jasa konsultan betulan.  Di sisi
lain, saya mendengar banyak keluhan dari para mahasiswa bahwa dosennya
jarang hadir dalam perkuliahan, kuliah lebih sering ditunggui asisten
dosen. Sementara itu, jumlah mahasiswa baru yang diterima setiap tahun
semakin banyak dari berbagai jalur (regular & khusus). Padahal, apakah
mereka nantinya akan terdidik dengan baik ? Entahlah.

 

Tridarma Perguruan Tinggi : (1) Pendidikan, (2) Penelitian, dan (3)
Pengabdian kepada Masyarakat, kelihatannya sudah tak berimbang lagi
dilakukan di banyak kampus. Darma no.3 saat ini terlalu menonjol, ini
implikasi peraturan bahwa kampus2 harus mengadakan dananya secara
swadaya. Kalau tak dapat banyak proyek (baca : pengabdian kepada
masyarakat), yah terpaksa dana diminta lebih dari para mahasiswa.

 

Abah, memang ini tuntutan zaman, tetapi mestinya tak boleh terlalu
menuruti sisi pragmatis-nya. Kampus pun harus idealis. Maka, sebaiknya
diadakan saja rekonsiliasi (walaupun sukar) antara basis pendidikan
kerakyatan dan basis bisnis.

 

Pak Benyamin, akan halnya restrukturisasi Geologi ITB, saya sependapat
dengan pak Firman, yaitu bahwa pengaturan ini mungkin lebih bersifat
kepada "kreativitas" sementara. Kreativitas itu kalau dirasa berdampak
negatif  maka kita bisa anggap kemunduran - hanya ini pasti relatif
bergantung kepada penilaian masing-masing orang. Yang sebenarnya, tentu
kita tahu bahwa geologi punya aspek-aspek pure science dan applied
science yang sama-sama kuat. Mungkin, yang membuat kreativitas ini
beranggapan bahwa semua applied sciences/engineering itu (maksudnya
teknik geofisika, pertambangan, dan perminyakan) menginduk kepada objek
Bumi yang ilmunya dipelajari oleh geologi, sehingga geologi-nya sendiri
dianggap "kurang" terapan. Tetapi, bukankah di dalam prodi geologi
sendiri ada KKGT (kelompok keahlian geologi terapan) yang mungkin cukup
mengakomodasi aspek terapan di geologi ?

 

Saya jadi ingat saat dulu memilih Geologi Unpad dan bukan Geologi ITB.
Alasannya, karena saya lebih suka dengan sains geologi daripada teknik
geologi. Di Unpad, saat itu geologi bernaung di bawah Fakultas MIPA
(saya pikir ini sains geologi), sedangkan di ITB saat itu geologi
bernaung di bawah Fakultas Industri (saya pikir ini teknik geologi).
Ternyata, dua2nya sama saja, kurikulumnya juga lebih kurang sama.
Rupanya karena tak ada Fakultas Industri di Unpad, ya geologi-nya
dimasukkan ke MIPA, barangkali begitu alasannya (atau Geologi ITB yang
mestinya masuk ke FMIPA ITB ?)

 

Salam,

awang

From: Firman Gea [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Friday, July 13, 2007 12:03 C++
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: RE: [iagi-net-l] Geologi ITB maju atau mundur

 

Punten ikut nimbrung.

 

Saya koq gak melihat ada hubungannya dengan tren "global" terhadap
kebijakan pembagian jurusan di ITB ini. Menurut saya ini mah murni
"kreatifitas" (baca: keisengan) orang-orang di rektorat yang ngerasa
mumpung lagi pegang posisi penting aja, gak lebih. Setara lah dengan
fenomena UAN yang akhir2 ini malah kok kelihatan ruwet, padahal dulu
baik-baik aja.

 

Tapi bagaimanapun, efek "pengglobalan" pendidikan tinggi ini semestinya
dikritisi. Yang ada di benak kita sekarang seakan-akan model
perkembangan pendidikan tinggi saat ini adalah suatu keharusan yang mau
tidak mau dan suka tidak suka harus seperti ini. Padahal sebenarnya jika
kita memilki konsep "Pendidikan Kerakyatan", dan kita biarkan konsep ini
berkembang dengan baik, dan terus berkembang dengan baik, banyak orang
di negeri ini yang yakin bahwa tidak perlu membangun sebuah mall untuk
membiayai proses belajar-mengajar di kampus. Tidak perlu menerapkan
program jalur khusus untuk membiayai proses belajar mengajar di kampus.
Tidak perlu melihat dosen-dosen pengajar dan guru-guru yang kita hormati
dan banggakan hilir mudik menjadi konsultan di berbagai perusahaan.

 

Yang terlihat sekarang, kita semua melumrahkan hal tersebut. Menurut
banyak dari kita mengatakan itu mah memang sudah seharusnya seperti itu.
Jadi, kesan jelas yang bisa kita tangkap adalah Pendidikan Tinggi di
NKRI berbasis bisnis, dijalankan oleh bisnis, dan demi kemaslahatan
bisnis. Ini kan menyedihkan. Jika para pembuat kebijakan di negeri ini,
petinggi perguruan tinggi, mahasiswa, masyarakat umum, kaum intelektual,
mau secara serius dan benar-benar brainstorming secara bebas, tidak
berpikir untuk mengambil keputusan yang asal dan gampang saja, dan mau
berpikir secara murni kebenaran akademis, saya yakin, konsep
pengembangan Pendidikan Tinggi di NKRI tidak akan seperti sekarang ini,
yaitu berbasis bisnis, oleh bisnis, dan demi kemaslahatan bisnis. Banyak
cara yang lebih elegan dan sinergi dengan Jiwa Buana Pendidikan Tinggi
untuk membiayai proses pendidikan itu sendiri, tidak dengan sekedar
berbisnis.

 

Salam,

Firman Fauzi

 

  _____  

From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Friday, July 13, 2007 10:28 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Geologi ITB maju atau mundur

 

>Ben

Jangan kecil hati , ini adalah kecenderungan "global" , ITB tidak mampu
melawan tarikan tarikan demi perkembangan .
Sehinggga dengan kondisi ITB sebagai BMHN dan tarikan global yang selalu
menjadikan perhitungan ekonomi nya (atau DUIT) sebagai panglima maka ITB
harus menjadi pragmatis , semakin pragmatis dia maka ITB akan lebih bisa
survive dan berkembang (itu yang ada dibenak Pak rektor dan pimpinan ITB
saat ini).
Dus , kalau Anda berfikir terlalu murni seabagai Ilmuwan , maka Anda
akan dan tidak akan  bisa menangkap ide "besar" ini.
Lihat saja , kemarin kan baru akan di - buka ITB filial Kota Delta , nah
ini kan kecenderungan global . Lihat saja di Jakarta Universitas 2
Ostrali buka cabang , bahkan ada yang buka kantor-nya di RUKO . Untung
kan ITB - mah akan dibuatkan kampus , yang pasti megah.

Jadi suara Anda itu se-olah2 seperti teriakan satu orang ditengah padang
pasir.
Tapi jangan berkecil hati.Tetaplah berkiparah dalam ilmu yang Kau yakini
benar.

si Abah


    Rekan2 IAGI Yth, suatu perkembangan atau fenomena baru dalam
pendidikan 
> geologi di ITB terjadi saat ini. Dimana pada waktu yang lalu di
kejutkan 
> oleh perubahan nama departemen menjadi Prodi yang membawahi KK
(kelompok 
> keahlian). Saat ini terbagi menjadi dua KK yaitu KKGP (Geologi dan 
> Paleontologi) and KKGT (Geologi terapan). Keluaran baru prodi geologi 
> dipindahkan ke fakultas baru dengan nama yaitu Fakultas Ilmu dan
Teknik 
> Kebumian (FITB) bersama-sama dengan Oceanography dan Meterologi. 
> Sedangkan Teknik Geofisika, Teknik Pertambangan dan Teknik Perminyakan

> menjadi satu fakultas baru dengan nama Fakultas Tambang dan Teknik 
> Perminyakan (FTTP??). Yang lalu semuanya bernaung di bawah satu
fakultas 
> dengan nama Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral. saya pikir
ini 
> sudah sangat benar sesuai dengan harifah keilmiuan dan tujuan ITB
sebagai 
> sekolah teknik yang juga umum dipakai dibanyak institusi
dinegara-negara 
> lain. 
> 
> Terlepas dari keanehan yang amat sangat berupa pemisahan semua ilmu2
yang 
> memakai geologi dari geologi sendiri sebagai dasarnya(terutama antara 
> geologi dan geofisik). Apakah perubahan ini menuju pada sesuatu yang
baru 
> dan benar untuk masa yang akan datang? atausebuah pembodohan yang 
> mengembalikan posisi kita pada tahun 1900. Dimana pada saat itu ilmu 
> geologi masih dianggap sebagai ilmu science murni ???. Saat ini kita
tahu 
> bahwa perkembagan ilmu kita sudah menjadi applied science dengan
pemakaian 
> yang sangat luas dari keteknikan, air, mineral, energi. lingkungan dan

> mitigasi bencana. Jawaban ini perlu saya bagi dengan teman di dunia 
> Industri maupun pendidikan dari institusi lain di Indonesia dan negara

> lainnya. Apakah betul jika sebagai prediksi ekstrim perkembangan
kedepan 
> semua ilmu geologi yang bersifat terapan porsi besarnya akan diambil
oleh 
> tenik geofiska, tambang dan perminyakan??? 
> 
> Ben Sapiie/Dosen Struktur Geologi,KKGP -ITB 
> 
> 
> 
>
------------------------------------------------------------------------
---- 
> Hot News!!! 
> CALL FOR PAPERS: send your abstract by 30 March 2007 to 
> [EMAIL PROTECTED] 
> Joint Convention Bali 2007 - The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the 
> 29th IATMI Annual Convention and Exhibition, 
> Bali Convention Center, 13-16 November 2007 
>
------------------------------------------------------------------------
---- 
> To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id 
> To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id 
> Visit IAGI Website: http://iagi.or.id 
> Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: 
> Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta 
> No. Rek: 123 0085005314 
> Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) 
> Bank BCA KCP. Manara Mulia 
> No. Rekening: 255-1088580 
> A/n: Shinta Damayanti 
> IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/

> IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi 
> --------------------------------------------------------------------- 
> 
> 

Kirim email ke