Waduh tahun 80 an kali ya.

Sudah dibukukan oleh Gramedia, malahan Trilogi (sampai 6 lebih jilid
saya kira), cukup populer koq tahun 80 - 90 an

Saya bacanya dari taman bacaan (almarhum - kegusur Video Rental)  dekat
rumah,

Nggak kepikiran mengoleksi, jadi gak tau kalau buku2 tersebut mau terbit
ulang?

 

________________________________

From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Friday, July 20, 2007 12:07 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: RE: [iagi-net-l] OOT "Saya Terbakar Amarah Sendirian" !

 

Agus

Kompas kapan ya ?
Tapi saya itu malas baca cer-bung , ndak puas sich.
Apa sudah disusun sebagai buku belum ya (biasanya grup Gramedia suka
begitu).>

Si-Abah

_______________________________________________________________________

 Wah saya jadi pengen tahu lagi nih, digugah naluri kesejarahan, Tapi
apa 
> cukup waktu 
> 
> Ya, baca 5 jilid, tebal2 lagi tentang Sang Maha Patih. 
> 
> Dulu saya termasuk penggemar Roman Sejarah, misalnya Rara Mendut 
> Pronocitro vs Wirogunonya dan Trilogi putri Rara Mendut, Lusi Lindri, 
> dalam Trilogi karya Romo Mangun. 
> 
> Ada lagi Roman Sejarah (saya lupa nama pengarangnya, tetapi dari
Bali), 
> pernah dimuat secara bersambung di Kompas yaitu Langit Jingga di
Timur. 
> Kira2 sinopsisnya menggambarkan epos Wong Agung Wilis, raja terakhir 
> Blambangan. Yang saya prihatinkan setelah membaca Roman ini, bahwa 
> pelajaran sejarah di Sekolah, kurang mengapresiasi, cenderung 
> meminggirkan wacana yang justru lebih heroik. Saya terkaget-kaget 
> menemukan kisah 3 generasi perlawanan terhadap Belanda, sampai perang 
> puputan segala dilakoni. Lebih heroik daripada raja2 Jawa Tengah yang 
> mudah menyerah pada Belanda. Kenapa Wong Agung Wilis tidak ditetapkan 
> sebagai Pahlawan Nasional? Padahal sejaman dengan Untung Surapati.
Saya 
> juga terkesima, bahwa ternyata pada waktu itu sudah ada pabrik gula di

> Pasuruan. Kapal-Kapal perang Blambangan dengan meriam mininya, buatan 
> Portugis (th. 45 malah Cuma pakai bambu runcing). Taktik gerilya a la 
> Viet Khong, di medan perdu savana khas Blauran, ketika pasukan 
> Blambangan menggunakan bambu diruncingkan seperti ujung tusuk sate 
> diberi racun warangan, direkatkan di tumbuhan perdu, ketika pasukan 
> Belanda dan antek2nya melewatinya, secara otomatis tusuk2 sate itu 
> meluncur menancap ditubuh pasukan lawan. Ketika para putri bangsawan 
> Blambanganpun turut berjuang bergerilya, maupun tetap di istana tetapi

> siap dengan patrem (keris kecil) beracun, baik untuk melawan penggangu

> maupun juga untuk bunuh diri, menjaga kehormatan. 
> 
> Saya menjadi pengagum berat Wong Agung Wilis, Panglima Laut Umbul
Songo 
> dkk. antara lain juga karena (kebanggaan etnis, nih) leluhur saya 
> pemangku hutan di kaki G. Raung (daerah Calistyle / Kali Setail, 
> bertetangga (seberang timur - desa Gendoh) dengan leluhur bapak
Soejono 
> Mertodjoyo. 
> 
> 
> 
> Pak Iman sebagai bangsawan dari Keraton KaCaribonan, mestinya juga
punya 
> kisah heroik tersembunyi di ranahnya, misalnya Sunan Gunung Jati, Jaka

> Sembung?, dll. Kan? So anda sudah ditangtang tuh sama Pak abah dan 
> temen2, tak iye. 
> 
> 
> 
> Agus Sutoto 
> 
> 
> 
> ________________________________ 
> 
> 
From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
> Sent: Friday, July 20, 2007 9:09 AM 
> To: iagi-net@iagi.or.id 
> Subject: RE: [iagi-net-l] OOT "Saya Terbakar Amarah Sendirian" ! 
> 
> 
> 
>> Iman dan rekan rekan 
> 
> Jangan hanya komentar dong , apa pendapat Anda ? 
> Ngomong ngomong , mungkin IAGI atau pencinta buku IAGI bisa bikin Club

> yang mencoba berdiskusi dan membahas /membongkar isi buku. 
> Ndak usah terlalu ilmiah lah , apa yang kita rasakan setelah membaca 
> buku kita "share". 
> Ya juga ndak usah Luxurious lah. 
> Bagaimana kalau buku Gajah Mada (yang lima jilid) jadi pilot project. 
> Atau buku-nya ML,Pram . 
> 
> Ya , tempatnya sih di Set IAGI , tinggal daftar (supaya konsumsi bisa 
> pas , ya yang sederhana umpama gorengan kopi /teh panas).Waktu diluar 
> jam kantor. 
> 
> Hayo yuk. 
> 
> Si-Abah. 
> 
> ______________________________________________________________________

> 
> 
> 
> Wah, makin banyak "sejarahwan2" dari G&G ....... Enak dibaca tutur 
>> bahasanya dan mudah dicerna, banyak yang sedikit "puitis" lagi.
Kapan2 
> 
>> mestinya ada lomba penulisan sejarah geologi modern tapi dikemas 
> dengan 
>> bahasa bebas seperti ini ?? Misal dalam acara Annual Convention-nya 
> IAGI 
>> ? 
>> 
>> 
>> 
>> Just a comment. 
>> 
>> 
>> 
>> Thanks. Iman 
>> 
>> 
>> 
>> ________________________________ 
>> 
>> 
> 
From: OK Taufik [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
>> Sent: Friday, July 20, 2007 3:57 AM 
>> To: iagi-net@iagi.or.id 
>> Subject: Re: [iagi-net-l] OOT "Saya Terbakar Amarah Sendirian" ! 
>> 
>> 
>> 
>> Bagaimanapun sebagai humanis Muchtar Lubis tentunya tak terima 
> kekejaman 
>> PKI semasa 1948 dan 1965, ingat bahwa pembantaian yang sadis telah 
>> dilakukan oleh PKI (Partai Komunis Indonesia) yang berideologi 
> marxisme 
>> dalam Affair Madiun atau Peristiwa Madiun (Pemberontakan PKI di 
> Madiun, 
>> 18 September 1948 pimpinan Muso dan Amir Syarifuddin). Dimana 
> peristiwa 
>> Madiun menunjukkan tentang hilangnya kemanusiaan berganti dengan 
>> kesadisan. dokumentasi di kantor berita foto, Ipphos, menunjukkan 
>> tentang foto genangan darah ulama yang disembelihi PKI (Partai
Komunis 
> 
>> Indonesia) dalam Affair Madiun atau Peristiwa Madiun 18 Sepetember 
> 1948. 
>> Foto genangan darah ulama itu menunjukkan setebal bercenti-centi
meter 
> 
>> saking banyaknya ulama yang disembelihi PKI. Di Kampung Gorang Gareng

>> Madiun saja, ada seratusan lebih ulama beserta keluarganya yang 
> dibantai 
>> PKI pimpinan Muso dan Amir Sjarifuddin. 
>> 
>> Memang terjadi pergerakan massal untuk membalikkan fakta saat ini, 
> bahwa 
>> komunis lah sebenarnya yg paling humanis, dan paling menderita akibat

>> politik penguasa, menurut saya Pak Agus manusia-manusia yg melupakan 
>> kekejaman PKI dan komunis lainnya didunia lain seperti kehilangan
hati 
> 
>> nuraninya.Hal yg sebenarnya ingin diungkap habis oleh Muchtar Lubis 
>> "bagaimana Pram (bagian dari ) politik kelam dunia komunis Indonesia 
>> harus mendapatkan penghargaan Budaya seperti yang dia dapatkan", ada 
>> perasaan jijik mungkin yg dirasakan oleh Pak Muchtar Lubis 
> disejajarkan 
>> dengan Pram, sehingga begitu kuatnya prinsipnya untuk mengembalikan 
>> penghargaan Magsasay. Saya pikir Muchtar Lubis mendahulukan sikap 
> empati 
>> humanisnya dalan case ini terlepas apapun ideologi Pram. 
>> 
>> KH Yusuf Hasyim, pemimpin Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa 
>> Timur, secara tepat mengimbangi "akal- akalan" pembalikan opini 
> mengenai 
>> kejahatan PKI. Pada akhir 2001, ia memprakarsai Pameran Foto
Kekejaman 
> 
>> Komunis 1948 dan 1965, juga di berbagai negara komunis di dunia. 
> Pameran 
>> digelar kembali di Gedung KNPI Kuningan, Jakarta. Foto-foto 
> dokumentasi 
>> langka kekejaman PKI di Madiun terpampang, di mana puluhan kiai 
>> dicemplungkan ke sumur tua. Satu dua kiai yang selamat dihadirkan 
> untuk 
>> memberi kesaksian. Kekejaman komunis di Kamboja pun digelar, di mana 
>> rezim Pol Pot membantai lebih dari dua juta warga Kamboja yang lalu 
>> dikenal sebagai The Killing Field. Di mozambique, satu juta orang 
> tewas 
>> akibat kekejaman Party komunis dalam civil war. Fakta kekejaman 
> komunis 
>> ini sulit dimanipulasi begitu saja. 
>> Bukankah sejarah menunjukkan bahwa ajaran komunislah yang senantiasa 
>> menciptakan konflik horizontal dan vertikal yang mengakibatkan 
>> pembantaian ummat manusia?, lantas kenapa "anda" mau balik jadi 
>> komunis?. 
>> 
>> 
>> 
>> On 7/19/07, Agus Sutoto (BWM) < [EMAIL PROTECTED] 
>> <mailto:[EMAIL PROTECTED]> > wrote: 
>> 
>> Yth. pak Awang dan teman-teman semua, 
>> 
>> Mohon maaf saya ikut nimbrung nih, tampaknya kita harus berhati-hati 
>> memasuki wilayah wacana ini, dengan lebih peka/sensitif lagi, apalagi

>> untuk wilayah publik yang lebih luas lagi. Apapun respek, penghargaan

>> kita terhadap seseorang, tentunya tidak menghalangi kita untuk tidak 
>> kritis. Walaupun tampaknya wacana ini hanya menyentuh wilayah sastra 
>> ataupun budaya, tapi tampak nuansa politisnya sangat kental. Seperti 
>> lazimnya ranah politik, fakta dan data sering tertutupi kepentingan 
>> golongan atupun komunitas tertentu. 
>> 
>> Saya cuma ingin berusaha menyeimbangkan wacana ini dengan wacana yang

>> berseberangan, yang walaupun referensinya sementara ini hanya 
>> berdasarkan ingatan semata (tetapi bisa dilacak, dan diyakini 
> faktanya). 
>> Benar, seperti Uni Yuriza Noor kemukakan tentang Mochtar Lubis,
bahkan 
> 
>> beliau merupakan lawan polemik yang sangat tangguh. Kedua-duanya 
>> sama-sama pernah merasakan 'penindasan' rezim yang pernah berkuasa, 
>> bahkan Mochtar, lebih 'lama' masa penindasannya, yaitu pada masa orde

>> lama dan baru, sedangkan Pram hanya pada orde baru saja (walaupun
masa 
> 
>> pengasingan Pram di P. Buru lebih lama). Mokhtar dua kali mengalami 
>> pembreidelan,(kasus Manikebu dan harian Indonesia Raya), sedangkan 
> Pram 
>> hanya pada masa orde baru saja. Dari sini saja tampak bahwa Mochtar 
>> lebih universal perjuangannya terhadap totaliterisme, KKN, 
> penghianatan 
>> terhadap demokrasi dll. Sedangkan Pram 'membisu seribu basa' kalau 
>> tidak dapat dikatakan 'membonceng' arus kepentingan orde lama, vis a 
>> vis, kaum Marxis atau lebih dikenal sebagai diktator proletariat. 
>> Dalam hal ini tampaknya Pram lebih beruntung karena trend wacana 
> global 
>> kiwari kaum humanis lebih memihak kepadanya (Post-Marxist?),
sedangkan 
> 
>> tipikal humanismenya Mochtar kurang diminati, terkaburi oleh euphoria

>> 'post-marxist' ini. Dapat dikatakan juga, Pram lebih piawai mengemas 
>> tema, teknik narasi, bahkan lebih kaya penguasaan wacana 
> socio-historis, 
>> sehingga tampak lebih mengena pada trend pasar humanisme global. 
>> 
>> Selanjutnya tidak dapat dikatakan Pram sangat eksesif meperjuangkan 
>> kepentingan kaum tertindas. Sangat jelas fakta sejarah yang merekam, 
>> 'hiprokitnya' / ke diktatoran budaya' Pram dengan Lekranya,
menghantam 
> 
>> kelompok Mochtar dengan Manikebunya. Sedangkan Mochtar tidak pernah 
>> membonceng kekuasaan siapapun (baik orde lama, orde baru, orde 
>> silumanpun) untuk menindas lawan-lawan budaya atau ideologinya 
>> Hal inilah yang membuat Mochtar dan kawan-kawan eks Manikebunya, 
>> memprotes keras pemberian hadiah Magsaysay, beberapa belas tahun yang

>> lalu kepada Pram. Saya kira protes Mochtar dkk. Bukan karena ideologi

>> Pram, tapi lebih kepada ketidak konsistenan Pram dalam bersikap, yang

>> terkesan pilih-pilih rezim, kritis pada suatu rezim, tapi tidak pada 
>> rezim lainnya. 
>> 
>> Saya juga kurang setuju pendapat bahwa Mochtar lebih lembut
paparannya 
> 
>> dibanding Pram. Justru Mochtar lebih keras mengkritik penguasa,
bahkan 
> 
>> bukan dalam bentuk sastra saja, malah langsung menyerang jantung 
> politik 
>> kekuasaan pada masa Orba (dalam artikel-artikel jurnalistik), 
> khususnya, 
>> sampai-sampai korannya dibreidel (termasuk tulisan-tulisannya yang 
>> mengkritik praktek-praktek KKN di Pertamina pada masa itu).Ingat pula

>> bahwa Mochtar dapat dikatakan mewakili etnis Sumatra/Tapanuli yang 
>> dianggap lebih lugas. 
>> 
>> Ada lagi hal yang 'tidak dibela' oleh Pram (karena berlawanan 
>> kepentingan/ideologi?). Taufik Ismail - sastrawan yang sangat lembut 
> dan 
>> halus (termasuk kelompok manikebu) dibandingkan dengan Pram maupun 
>> Mochtar - malahan pernah memaparkan fakta yang amat sangat mengerikan

>> (saya mengikuti sendiri paparan Taufik, di Balikpapan, tahun 2001
yang 
> 
>> lalu, juga pernah dimuat di Tempo/Gatra? Tahun-tahun itu). Taufik 
>> kemukakan bahwa belum pernah dalam sejarah peradaban manusia ini
suatu 
> 
>> rezim ideologis yang membantai 100 JUTA MANUSIA secara kumulatif
dalam 
> 1 
>> 
>> ABAD (1900 - 2000), selain REZIM KOMUNIS DI SEANTERO DUNIA, dari 
> Rusia, 
>> Cina, Eropa Timur, Kampuchia/Khmer, Kuba dll. (sayang sekali, 
> tampaknya 
>> saya harus mencari-cari lagi tulisan Taufik, karena tertumpuk tidak 
>> keruan ketika menyelamatkan buku-buku dari amukan banjir Februari
yang 
> 
>> lalu). Wallahua'lam. Lebih kurangnya , mohon maaf. 
>> 
>> Agus Sutoto 
>> 
>> PS. : Uni Yuriza, sekali2 ambil cuti ke Jakarta, pada saat Book Fair 
>> (Maret, Juni, September, biasanya). Saya pernah dapet diskon buku 
>> gila-gilaan, hanya 40 ribuan - dari harga lebih dari 100 ribuan, 
> setebal 
>>> 500 halaman. Judulnya Holy Blood, Holy Grail, lumayan baru, terbitan

>> July 2006, suatu buku yang menginspirasi The Da Vinci Code yang 
>> legendaris itu. 
>> 
>> -----Original Message----- 
>> 
> 
From: Awang Harun Satyana [mailto: [EMAIL PROTECTED] 
>> <mailto:[EMAIL PROTECTED]> ] 
>> Sent: Thursday, July 19, 2007 3:25 PM 
>> To: iagi-net@iagi.or.id 
>> Subject: RE: [iagi-net-l] OOT "Saya Terbakar Amarah Sendirian" ! 
>> 
>> Sayangnya, mengapa Mochtar Lubis mesti mengembalikan penghargaan 
> Raymond 
>> 
>> Magsaysay yang diterimanya saat Pram diganjar penghargaan tersebut 
> tahun 
>> 1995 ? Protes karena seorang yang dicap marxist diganjar penghargaan
? 
> 
>> Ah, itu kan karena kisah lama perseteruan antara Mochtar Lubis dengan

>> Pram tahun 1960-an. Asyik juga mengikuti karya sastra Mochtar Lubis, 
>> terutama "Harimau-Harimau !" 
>> 
>> Mbak Yuriza, jalan-jalannya jangan hanya ke Gramedia, ke Jakarta saja

>> kalau sedang digelar pameran buku di Senayan, 3x setahun oleh IKAPI. 
>> Banyak sekali buku bagus, dari penerbit bagus dan sangat beragam, 
> dengan 
>> harga discount yang besar lagi - one stop shopping ! Mei lalu saya 
> dapat 
>> dua buku klasik kumpulan prosa dan puisi "Gema Tanah Air" dari H.B. 
>> Jassin - masih buku2 aslinya, sudah menguning, sisa di gudang Balai 
>> Pustaka - yakin tak akan ada dim ana pun selain di Balai Pustaka. 
>> 
>> Salam, 
>> awang 
>> 
>> -----Original Message----- 
>> 
> 
From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
>> Sent: Thursday, July 19, 2007 2:22 C++ 
>> To: iagi-net@iagi.or.id 
>> Cc: iagi-net@iagi.or.id 
>> Subject: Re: [iagi-net-l] OOT "Saya Terbakar Amarah Sendirian" ! 
>> 
>> Abah, 
>> 
>> Saya rasa tulisan tulisannya Mochtar Lubis juga cantik dan berat 
> seperti 
>> Pram, dia pun juga seorang idealis yang mengusung pesan nasionalis. 
>> Sayang semenjak tergusurnya Indonesia Raya namanya kok hilang ya
..... 
> 
>> at 
>> least dari perhatian orang umum seperti saya ... 
>> Pram dikagumi oleh "pihak luar", tapi selain dia juga ada penulis 
>> penulis 
>> lain yang keren punya .... kenapa kita cuma menengok kearah Pram ?, 
>> karena 
>> "orang luar" menengok kedia?. 
>> Sayangnya kalau kita jalan jalan ke Gramed saat ini, nggak ada buku 
> buku 
>> bernuansa seperti itu lagi, apakah jaman sudah berubah sehingga orang

>> lebih 
>> global cara berpikirnya ?. 
>> 
>> y 
>> 
>> 
>> 
>> 
>> 
>> [EMAIL PROTECTED] 
>> 
>> 
>> 
>> 07/19/2007 01:51 
>> To 
>> PM iagi-net@iagi.or.id 
>> 
>> 
>> cc 
>> 
>> 
>> Please respond to 
>> Subject 
>> < [EMAIL PROTECTED] <mailto:[EMAIL PROTECTED]> Re: 
>> [iagi-net-l] OOT "Saya 
>> Terbakar 
>> .id> Amarah Sendirian" ! 
>> 
>> 
>> 
>> 
>> 
>> 
>> 
>> 
>> 
>> 
>> 
>> 
>> 
>> 
>> 
>> 
>> 
>> 
>> Awang 
>> 
>> Sedari saya kecil saya sudah mengagumi Amarhum , buku buku lama
eperti 
> 
>> Ceritera dari Blora , Keluarga Gerilya dsb saya baca berkali-kali. 
>> Buku yang baru sudah sedikit berubah , lebih romantis walaupun pesan 
>> pesannya mengeai penderitaan rakyat tertindas masih 
>> mengemuka dengan nyata . 
>> 
>> Apakah dia seorang marxist ? 
>> 
>> Menurut saya dia berfikiran atau menganut sikap / pemikiran seorang 
>> marxist 
>> walaupun dia tidak mengakui-nya.Coba saja baca dengan teliti pesan 
> pesan 
>> dalam buku buku-nya. 
>> Tapi dia adalah mrxist nasionalist. 
>> Dia seorang nasionalist yang mendambakan bangsa Indonesia bisa makmur

>> dan 
>> adil sejahtera , sebagimana diamanatkan dalam mukdimah Konstitusi 
> kita. 
>> ==================sorry deleted to shorten 
> mail========================= 
>> 
>> 
>> 
>> 
>
------------------------------------------------------------------------

> 
>> ---- 
>> Hot News!!! 
>> CALL FOR PAPERS: send your abstract by 30 March 2007 to 
>> [EMAIL PROTECTED] 
>> Joint Convention Bali 2007 - The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the 
>> 29th IATMI Annual Convention and Exhibition, 
>> Bali Convention Center, 13-16 November 2007 
>> 
>
------------------------------------------------------------------------

> 
>> ---- 
>> To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id 
>> To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id 
>> Visit IAGI Website: http://iagi.or.id 
>> Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: 
>> Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta 
>> No. Rek: 123 0085005314 
>> Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) 
>> Bank BCA KCP. Manara Mulia 
>> No. Rekening: 255-1088580 
>> A/n: Shinta Damayanti 
>> IAGI-net Archive 1:
http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ 
> 
>> IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi 
>> ---------------------------------------------------------------------

>> 
>> 
>> 
>> 
>> -- 
>> OK TAUFIK 
>> 
>> 
> 
> 

Kirim email ke