Selamat tahun baru 2008 untuk semua rekan, semoga di tahun ini kita semua
selalu sehat, selamat dan berhasil dalam pekerjaan kita masing2.
Mengawali
tahun 2008, saya kirimkan tulisan ringan hasil membereskan buku2 Karl May
dalam liburan akhir tahun kemarin.
Rekan2 seangkatan saya atau lebih senior daripada saya tentu mengenal
Karl May. Adik2 junior saya juga mestinya mengenal Karl May kalau suka
membaca kisah2 petualangan yang heroik dan humanis.
Liburan panjang kemarin, lumayan ada sedikit waktu buat bernostalgia
dengan buku-buku Karl May yang pernah saya baca 25 tahun yang lalu (waktu
SMA) saat saya jadi anggota perpustakaan wilayah P & K di Cikapundung,
Bandung . Setiap minggu saya naik sepeda ke perpustakaan seberang kantor
PLN itu, mengembalikan dan meminjam lagi buku2 Karl May. Hanya buku2 Karl
May yang saya baca hampir setahun pertama menjadi anggota perpustakaan
itu. Begitu memikatnya kisah2 Old Shatterhand dan Winnetou di Wild West
Amerika atau Kara Ben Nemsi di Kurdistan dan Balkan. Judul2nya tak akan
terhapus dari ingatan : trilogy Winnetou, Raja Minyak, Mustang Hitam,
Hantu Llano Estacado, Surat Wasiat Inca, trilogy Kara Ben Nemsi, dan
masih
banyak lagi.
Siapa yang pernah membaca buku2 Karl May pasti terkesan dengan kisah2
petualangan di alam liar, persahabatan sejati, dan humanisme. Winnetou
tidak pernah ragu2 mempertaruhkan nyawanya demi melindungi Old
Shatterhand
sahabatnya, demikian pula Old Shatterhand terhadap Winnetou. Persahabatan
si juru ukur tanah Amerika-Jerman (Old Shatterhand) dan kepala suku
Indian
Apache (Winnetou) itu melalui suka dan duka menjadi kisah empat jilid
buku
dengan hampir 2000 halaman. Kisah ini digemari jutaan pembaca di seluruh
dunia termasuk Albert Einstein dan Mohammad Hatta.
Kali ini saya ingin sedikit mengulas Karl May, penulis kisah2 petualangan
itu, yang juga hidupnya tak kalah menariknya dengan kisah2 yang
ditulisnya, filsafat yang dianutnya, dan apa bedanya dengan Nietsche.
Barangkali kita bisa belajar sesuatu dari Karl May.
Karl May (Carl Friedrich May), di Indonesia suka disebut dengan Dr. Karl
May, dilahirkan di Saksen ( Saxony ), Jerman pada tahun 1842. Ia lahir
dalam keluarga penenun miskin. Karena kurang gizi, maka Karl May buta
sejak lahir dan menderita sesak nafas alias asma.
Tetapi, Karl mempunyai seorang nenek yang sangat mengasihinya. Dalam
kebutaannya Karl mendapatkan penghiburan dari cerita-cerita neneknya.
Tiap
hari Karl larut dan hanyut dalam cerita. Raut muka neneknya yang tidak
bisa dilihatnya dan cerita2 yang diceritakan neneknya membuat daya
imajinasi Karl tumbuh dengan sangat kuat.
Tentang ibunya, Karl menulis bahwa ibunya adalah orang kudus, selalu
diam, tidak pernah mengeluh betapa berat pun penderitaannya, pekerja
keras
tanpa batas, selalu siap berkorban untuk yang lain, bahkan juga terhadap
orang yang lebih miskin daripadanya, tetapi Karl menulis di
otobiografinya
bahwa bila malam tiba ketika ibunya sibuk merajut, disinari lampu kecil
yang berasap, sebutir air mata sering turun dari mata ke pipinya, segera
menghilang, lebih cepat dari munculnya.
Tentang ayahnya, Karl menulis bahwa ayahnya adalah lelaki dengan dua
jiwa. Satu jiwa yang lembut tanpa batas, satu lagi jiwa yang keras dan
tanpa ampun, bertolak belakang memang. Ayahnya memiliki bakat luar biasa
tetapi tak pernah bisa berkembang akibat kemiskinan yang luar biasa.
Meskipun tidak bersekolah, ia bisa membaca dan menulis dengan baik atas
usahanya sendiri yang keras. Karl pernah disuruh menyalin 500 halaman
buku
geografi agar ia bisa belajar dengan baik. Karl juga diajari etnografi
oleh ayahnya. Belakangan, geografi dan etnografi adalah warna2 yang
menonjol dalam kisah2 karangan Karl May.
Pada umur enam tahun, Karl baru bisa melihat berkat operasi mata yang
dilakukan dua dokter bedah yang merasa kasihan kepada keluarga miskin
itu.
Tetapi, karena kurang gizi sejak kecil, kaki Karl pun bengkok terkena
rakitis, dan dia lebih pendek daripada rata-rata orang Jerman, Karl hanya
punya tinggi badan 166 cm. Tetapi, semua kekurangan fisiknya sungguh tak
sebanding dengan daya imajinasi Karl yang luar biasa.
Walaupun keluarga miskin, buku dihormati di keluarga itu. Karl menulis,
"Di langit-langit rumah, di rak berlaci tua, ada buku-buku warisan
leluhur, baik yang religius maupun yang sekuler. Ketika malam tiba, lampu
kecil dinyalakan, sekeluarga berkumpul, salah satu dari mereka membaca
buku-buku itu, yang lain mendengar dengan takzim. Saat jeda, mereka
membahas apa yang baru didengarnya. Terkadang buku itu dibaca lebih dari
dua puluh kali, dan mereka tidak jemu juga. Ada saja bahan baru untuk
diperbincangkan" (dikutip dari Hoffman, K., 1988, Karl May : Leben und
Werk, Austellung in der Villa Shatterhand, Redebeul)
Masa kecil yang penuh imajinasi, didikan keras ayahnya, dan humanisme
ibunya adalah tiga hal penting yang akan membawa kesuksesan luar biasa
untuk Karl kelak. Dari mana kepandaian mengarang Karl datang ? Dari
penjara (!)
Setelah bersekolah dasar dan dilanjutkan sekolah guru, Karl putus sekolah
karena tak ada biaya, kemudian ia bekerja sebagai guru. Beberapa tuduhan
kejahatan ditimpakan kepadanya karena suatu kesalahan. Sejak itu mulailah
Karl menunjukkan kelainan jiwa. Ia mengalami perpecahan kejiwaan, ia
punya
pribadi ganda atau lebih. Belakangan, penyakit kejiwaannya ini disebut
DID
(dissosiative identity disorder). Ini terjadi pada tahun 1865, saat Karl
May berumur 23 tahun. Kekacauan identitas ini membuat Karl May menyamar
menjadi banyak hal : dokter mata yang membuatkan resep dalam bahasa
Latin,
guru seminari, pengacara, polisi, pencuri kuda, agen rahasia, karyawan,
dan masih banyak lagi.
Penyamarannya ini membuat Karl May menjadi pelarian dan telah
berkali-kali ia diganjar dengan hukuman penjara dari tahun 1865-1874.
Empat tahun terakhir di penjara (1870-1874), Karl mendapatkan pengobatan
yang efektif dari seorang pastor Katolik yang bertugas di penjara. Pastor
ini bahkan mengajari Karl mengarang sebagai salah satu pengobatannya.
Karl
pun dipercaya sebagai penjaga perpustakaan penjara. Karena usahanya yang
keras, Karl semakin baik dalam mengarang, bahkan sewaktu masih di
penjara,
Karl telah dipercaya menjadi seorang editor untuk sebuah penerbitan di
luar penjara.
Setelah beberapa karangan awal yang dimuat di berbagai penerbitan,
mulailah Karl dengan karangan2 ber-genre baru, yaitu sebuah
"reiseerzahlungen" (kisah perjalananan atau lebih tepatnya kisah
petualangan). Ini terjadi pada tahun 1874/1875, pada saat itu di Amerika
tengah terjadi perlawanan orang Indian yang tanahnya diserobot orang
kulit
putih bangsa pendatang. Teknik bercerita Karl May mengalir dan memukau,
para pembacanya terpukau membayangkan kisah petualangan yang nyata
sebagai
kisah perjalanan apalagi Karl menggunakan narrator sebagai "aku", yang
terlibat di dalam kisah2-nya. Tahun 1875, keluarlah tokoh utama kisahnya
:
Winnetou sang kepala suku Apache, lalu rekan kulit putihnya yang melawan
bangsanya sendiri : Old Shatterhand (1879). Demikianlah, Karl May yang
buta dan miskin pada masa kanak-kanak, berpenyakit rakitis, dan
berkelainan jiwa pada masa mudanya, akhirnya sampai tahun 1910 berhasil
menulis 33 buku kisah2 petualangan dengan tokoh2 Winnetou, Old
Shatterhand di Amerika dan Kara Ben Nemsi di Asia Kecil dan Eropa.
Pada masa akhir hidupnya, Karl May sempat melakukan perjalanan selama 1,5
tahun ke negara-negara yang suka disebutnya di buku2 kisah
petualangannya,
termasuk ke Sumatera (Aceh dan Padang - lihat bukunya "Dan Damai di
Bumi"). Tetapi wilayah2 yang dijalani Old Shatterhand dan Winnetou tak
bisa dikunjunginya karena situasi keamanan yang tidak mendukung. Karl May
meninggal pada usia 70 tahun, tahun 1912. Selama hidupnya, ia telah
menulis sekitar 70 judul buku, hampir setengahnya adalah kisah2
petualangan yang diterjemahkan ke dalam 39 bahasa, termasuk bahasa
Indonesia dan Sunda. Kisah2 petualangannya itulah yang kakek/nenek, orang
tua kita, dan kita pernah baca sejak zaman Belanda, zaman kemerdekaan,
sampai saat ini.
Apa keistimewaan buku Karl May ? Pertama, ceritanya merupakan imajinasi
namun berdata faktual. Uniknya, data faktual itu belum pernah dilihatnya.
Cerita Winnetou berkisah tentang perang dan damai orang Indian di gunung
dan lembah Amerika, padahal Karl belum pernah ke Amerika saat ia menulis
bukunya, apalagi bertemu dengan orang Indian. Namun, data geografi dan
etnografi di buku2 Karl sangat akurat. Keistimewaan keduanya, Karl
mengarang mundur. Ia mulai menulis bab penutup lalu mundur ke bab
pembuka.
Keistimewaan ketiga, ia menempatkan dirinya sendiri dalam cerita, Old
Shatterhand adalah personifikasi dirinya.
Tetapi, keistimewaan yang mendalam dalam buku2 Karl adalah
filsafat/teologinya. Ia menggambarkan manusia sebagai "Edelmensch", yaitu
manusia yang berjiwa mulia (itulah yang dipidatokannya beberapa hari
sebelum ia meninggal). Buku2 Karl May adalah sebuah apologi (pembelaan
teologis) terhadap filsafat Nietsche yang mengajarkan bahwa manusia
adalah
"Ubermensh", yaitu manusia yang bernafsu unggul. Menurut Karl May,
kehebatan manusia justru terletak dalam kemauan untuk berdamai dan
bersahabat. Jiwa mulia itu tampak dalam diri Winnetou dan Old Shatterhand
yang selalu mencari damai dan memulihkan hubungan semua suku Indian dan
kulit putih.
Begitulah Karl May, ada hal2 yang bisa dipelajari dari dirinya, juga
banyak hal yang bisa dipelajari dari kisah2nya yang selalu menarik
sepanjang zaman. Maka, tetap berharga membaca buku2nya.
"Saya telah berbicara. Howgh !"
Salam,
awang
---------------------------------
Looking for last minute shopping deals? Find them fast with Yahoo!
Search.