Pak Ndaru,

Kebetulan di Bisnis Indonesia hari ini juga ada artikel tentang PP No
2/2008, yang judulnya saya pikir lebih provokatif: "PP No 22/2008 hancurkan
hutan RI" !!, Meski kalau dilihat isinya tidaklah hanya menohok industri
pertambangan seperti yang ada di koran Kompas, tetapi lebih ke banyak
sektor. Dari sektor pertambangan, termasuk yang disorot tajam oleh seorang
dari salah satu pusat studi ekonomi, yg mengatakan bahwa aturan tersebut
memberi peluang investasi di hutan lindung utk aktifitas pertambangan
(terbuka - horisontal), yang mana nilai kompensasinya tidak seimbang dengan
kerusakan lingkungan di areal hutan tsb.

Nurut-ku, bahwa kita sebagai salah satu pelaku pertambangan bisa memberikan
opini ke publik dan pemerintah (yang tentunya harus kuat-kuatan dengan LSM
anti mining), tentang pertambangan yang bener...yang tepat eksplorasinya,
ada perencanaan tambang, sampai ke operasi/produksi serta reklamasinya
nanti.  Dan mari kita ajak ke "jalan yang benar" teman2 profesional atau
para pemain tambang yang sudah mulai main2 dengan praktek pertambangan
dengan cara yang penting "pokoke" cepet dapat hasil setelah diambil trus
pergi!, jadi mrk umumnya ngikutin trend nya orang2 yang semata-mata bisnis
dengan nggak ada pengetahuan profesional tambang sama sekali, tapi mrk dapat
ijin KP dari Bupati. Mungkin seharusnya tugasnya institusi pemerintah untuk
memberi pembelajaran publik, dan bertindak sebagai polisi (yg capable) untuk
ngatur dan ngawasi permainan tambang di lapangan, yg tentunya diperlukan
koordinasi antar polisi (antar department, antara pemerintah daerah dan
pusat). Dan kita sebagai praktisi dan profesional, yang bisa kita lakukan
"pokoke" ngomong wae terus (bisa jadi saking berbusanya..terus jadi
nggedebus!) bisa jadi didengarkan..bisa jadi seperti biasa "gone with the
wind!".

Terus apa yang sudah terjadi: Mosok perusahaan tambang yang mau bener kok
disulit-sulitin kerja, sementara orang yang nggak bener malah di-ijinin dan
aktifitas serta hasilnya nggak ke-kontrol lagi...(nah inilah yang harusnya
LSM seperti Jatam dan Walhi sorotin, bukannya malah asal perusahaan yang
kelihatan besar dan bisa memberikan gaung yang mereka teriakin..!)

Salam,

-abl-


2008/2/21 mohammad syaiful <[EMAIL PROTECTED]>

> pak ndaru,
> alah
> kalo isunya 'hutan', apakah memungkinkan 'mendekati' LSM yg bergerak
> di bidang hutan ini? tentunya mereka punya info yg lebih bisa
> dipercaya. yg saya maksud, CIFOR di mbogor adalah -katanya- LSM
> terbesar yg bergerak di bidang hutan.
>
> kalo jatam alias jaringan advokasi tambang, 'kan mereka memang
> dilahirkan utk mengurusi soal 'tambang' ini, jadi isu hutan tentunya
> hanyalah satu bagian saja (mereka bisa angkat isu lain: penduduk lokal
> sbg korban, dsb).
>
> maaf, nggak bisa membantu banyak.
>
> salam,
> syaiful
>
> 2008/2/21 Sukmandaru Prihatmoko <[EMAIL PROTECTED]>:
> > Rekan2,
> >
> >
> >
> > Di bawah sana Opini di Kompas hari ini ttg PP No.2/ 2008 yang banyak
> > disikapi negative oleh kawan-kawan LSM. Di luar esensi PP No.2/ 2008,
> > tulisan di bawah terasa sekali menohok dan menjadikan "pertambangan"
> sebagai
> > terdakwa utama perusakan/ kerusakan hutan baik hutan lindung maupun
> hutan
> > produksi. ... Dan sudah berulang-ulang kawan2 yg aktif di pertambangan
> > (sampai bosan..) menanggapi isu beginian "kenapa tidak dilakukan
> penelitian
> > rinci ttg penyebab kerusakan hutan kita ini.??". Sekitar awal 2000-an
> > sebenarnyalah ada institusi yg sudah lakukan investigasi ini (lupa
> > namanya... ada-kah yg ingat?) dan sector pertambangan hanya-lah
> menyumbang
> > 0.1% (cmiiw).
> >
> >
> >
> > Dan ...semua yg diulas di tulisan itu ttg pertambangan adalah sisi
> > negative-nya saja - tidak pernah (sangat sedikit) diulas bahwa kehidupan
> > kita ini berjalan karena ditopang oleh produksi tambang (mobil, rumah,
> > computer . lanjutin sendiri please.aku sering kehabisan energi
> "nggedebus
> > begini" saking berulang-ulangnya). Bahkan pasokan batubara seret karena
> > cuaca -pun . terpaksa listrik Jakarta - Banten padam bbrp jam kemarin
> (lihat
> > Kompas hari ini).
> >
> >
> >
> > Kayaknya kita memang perlu orang-orang dan semangat militant kayak
> LSM-LSM
> > ini untuk menandingi "propaganda" negative ttg tambang.
> >
> >
> >
> > Salam - Daru
> >
> > PS: tidak menganggap bahwa semua kegiatan pertambangan telah dilakukan
> > dengan baik...
> >
> >
> >
> >
> >
> > Hutan Lindung dan Masyarakat
> >
> > Kamis, 21 Februari 2008 | 02:36 WIB
> >
> > Siti Maemunah
> >
> > Pelaku pertambangan kembali mendapat keistimewaan. Mereka boleh mengubah
> > hutan lindung dan hutan produksi menjadi kawasan tambang terbuka hanya
> > dengan menyewa Rp 300 per meter. Fungsi lindung dan penyangga kehidupan
> > kawasan hutan harganya lebih murah dari sepotong pisang goreng.
> >
> > Di tengah keprihatinan bencana banjir dan longsor di musim hujan, 4
> Februari
> > lalu, Presiden SBY mengeluarkan PP No 2 Tahun 2008. PP ini mengatur
> jenis
> > dan tarif penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari penggunaan
> kawasan
> > hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan yang
> berlaku
> > pada Departemen Kehutanan.
> >
> > Seharga pisang goreng
> >
> > PP ini memungkinkan perusahaan tambang mengubah kawasan hutan lindung
> dan
> > hutan produksi menjadi kawasan tambang skala besar hanya dengan membayar
> Rp
> > 1,8 juta-Rp 3 juta per hektar. Lebih murah lagi untuk tambang minyak dan
> > gas, panas bumi, jaringan telekomunikasi, repeater telekomunikasi,
> stasiun
> > pemancar radio, stasiun relai televisi, tenaga listrik, instalasi
> teknologi
> > energi terbarukan, instalasi air, dan jalan tol. Tarif untuk semua itu
> > menjadi Rp 1,2 juta hingga Rp 1,5 juta.
> >
> > Itulah harga hutan lindung termurah-kalaupun fungsinya bisa
> diuangkan-yang
> > resmi dikeluarkan negeri ini. Hanya Rp 120-Rp 300 per meter, lebih murah
> > dari sepotong pisang goreng. Inilah cara amat buruk menghargai fungsi
> > lindung hutan.
> >
> > Padahal, banjir dan longsor akibat perusakan sumber daya alam, khususnya
> > hutan, telah melahirkan bencana dan kerugian triliunan rupiah. Sepanjang
> > 2000 hingga 2006, sedikitnya ada 392 bencana banjir dan longsor di
> pelosok
> > negeri. Ada ribuan orang meninggal, sementara ratusan ribu lainnya
> menjadi
> > pengungsi.
> >
> > Empati pengurus negeri ini dipertanyakan. Benarkah mereka masih menaruh
> > perhatian terhadap nasib anak negeri? Kedatangan pejabat ke
> daerah-daerah
> > korban banjir dan longsor terkesan basa-basi, apalagi saat kebijakan
> yang
> > dikeluarkan ke depan justru akan memperbesar timbulnya korban.
> >
> > PP ini keluar di tengah laju kerusakan hutan rata-rata 2,76 juta hektar,
> > sepanjang 2005 dan 2006. Kerusakan hutan terbesar terjadi di Pulau
> > Kalimantan dan Sumatera. Dua pulau ini memiliki konsesi tambang yang
> jumlah
> > dan luasnya amat besar. Di Kalimantan Selatan saja, sedikitnya ada 400
> > perizinan tambang batu bara, sebagian besar keluar pascareformasi.
> >
> > Banyak peraturan dikeluarkan pemerintah bukannya membuat keselamatan dan
> > produktivitas rakyat terjamin, tetapi justru sebaliknya. Peneliti Cifor
> > menyebutkan, selama tujuh tahun terakhir telah disahkan 500 lebih
> peraturan
> > Menteri Kehutanan untuk mengurus hutan Indonesia. Dalam jangka yang
> sama,
> > luas hutan menyusut 11,2 juta hektar.
> >
> > Yang paling bersorak tentu pelaku pertambangan. Sejak delapan tahun
> lalu,
> > berbagai perusahaan tambang asing melakukan lobby hingga ancaman membawa
> > Indonesia ke arbitrase internasional. Kontrak karya mereka terganjal
> status
> > hutan lindung.
> >
> > Akhirnya, UU Kehutanan Tahun 1999, yang melarang tambang terbuka di
> hutan
> > lindung, berhasil diamandemen dua tahun lalu. Ada 13 perusahaan yang
> > mendapat pengecualian meneruskan tambangnya di hutan lindung. Sebagian
> besar
> > adalah perusahaan tambang asing raksasa, sekelas Freeport dari AS, Rio
> Tinto
> > dari Inggris, Inco dari Kanada, dan Newcrest dari Australia.
> >
> > Sejak itu, jika mau membuka tambang di hutan lindung, mereka harus
> mencari
> > hutan kompensasi. Tetapi, itu tak cukup. Mereka mengeluhkan lahan
> kompensasi
> > sulit didapat. Mereka mau cara lebih mudah dan murah, dan dijawab
> pemerintah
> > dengan munculnya PP ini.
> >
> > Daya rusak tambang
> >
> > Berlawanan dengan kemanjaan yang diberikan kepada pelaku pertambangan,
> > protes penduduk korban yang jatuh bangun menghadapi daya rusak
> pertambangan
> > tak didengar pimpinan negeri ini. Padahal, pertambangan berdaya rusak
> tak
> > terpulihkan. Untuk mendapat satu gram emas saja, sedikitnya 2,1 ton
> limbah
> > batuan dan lumpur dibuang ke lingkungan. Dengan ciri itu, lahan hutan
> yang
> > digali tak bisa dipulihkan fungsinya seperti semula.
> >
> > Di Kalimantan Timur, korban tambang Kelian milik Rio Tinto tak jelas
> > nasibnya dan berkonflik satu sama lain, hingga perusahaan tutup. Warga
> Dayak
> > Paser terpaksa pindah kampung, tergusur tambang batu bara Kideco Jaya
> Agung.
> > Juga Dayak Siang Murung Bakumpai di Kalimantan Tengah, lahannya dirampas
> > Aurora Gold. Kasus-kasus ini tak menjadi rujukan memperbaiki pengurusan
> > tambang yang lebih adil ke depan.
> >
> > Warisan lain adalah lubang tambang puluhan hektar dan kedalaman ratusan
> > meter yang dibiarkan menganga tak diurus. Lahan rusak itu di antaranya
> > lubang Etzberg milik Freeport, Toguraci milik Newcrest di Maluku Utara,
> > Serujan milik Aurora Gold, hingga ratusan lubang tambang batu bara di
> > Kalimantan Selatan dan seribu lebih lubang tambang timah di Bangka
> Belitung.
> >
> > Jika tak dicabut, PP ini akan memperparah kerusakan hutan dan kembali
> > meletakkan nasib rakyat dan lingkungan pada kerentanan tak
> tertanggungkan.
> >
> > Siti Maemunah Jaringan Advokasi Tambang (Jatam)
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> >
>
>
>
> --
> Mohammad Syaiful - Explorationist, Consultant Geologist
> Mobile: 62-812-9372808
> Email: [EMAIL PROTECTED]
>
> Technical Manager of
> Exploration Think Tank Indonesia (ETTI)
>
>
> ----------------------------------------------------------------------------
>
> CALONKAN DIRI ANDA SEBAGAI KETUA UMUM IAGI 2008-2011  !!!!!
> PENDAFTARAN CALON KETUA 13 FEB S/D 6 JUNI 2008
> PENGHITUNGAN SUARA: PIT IAGI 37 DI BANDUNG
>
>
> -----------------------------------------------------------------------------
> To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
> To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
> Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
> Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
> Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
> No. Rek: 123 0085005314
> Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
> Bank BCA KCP. Manara Mulia
> No. Rekening: 255-1088580
> A/n: Shinta Damayanti
> IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
> IAGI-net <http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/IAGI-net>Archive 
> 2:
> http://groups.yahoo.com/group/iagi
> ---------------------------------------------------------------------
> DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information
> posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event
> shall IAGI and its members be liable for any, including but not limited to
> direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting
> from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the
> use of any information posted on IAGI mailing list.
> ---------------------------------------------------------------------
>
>

Kirim email ke