Awang

Kalau 5 % saja kaya Awang , aman Indonesia.

Si Abah> 

Abah,
> 
> Beberapa kawan
yang saya kenal suka mengajak anak2nya ke objek2 pendidikan
> yang
Abah sebutkan; tetapi kebanyakan orang tua memang mengajaknya ke
>
mall. Untuk ke objek2 pendidikan, kebanyakan mempercayakannya ke pihak
> sekolah saja. Saya pikir ini tidak tepat, kalau orang tuanya
yang
> mengajaknya tentu lebih personal dan mungkin lebih berkesan
untuk
> anak2nya, seperti yang Abah alami saat masa kecil zaman
baheula.
> 
> Saya sendiri pernah mengajak istri dan anak2
saya ke : museum geologi
> (mereka takjub sekali), sisa2 patahan
Lembang di Bukit Gantung, kawah
> Gunung Tangkuban Perahu, Kawah
Putih Gunung Patuha, Museum Satria Mandala,
> mercu suar lama di
Anyer yang pernah dihantam tsunami Krakatau 1883,
> Planetarium
TIM, dll.
> 
> Di bawah jok mobil saya selalu ada palu
geologi batuan beku Estwing nan
> perkasa itu (ini sekaligus buat
senjata saya kalau ada yang menunjukkan
> kapak merah he2..); jadi
kalau sedang pergi sekeluarga ke luar kota, lalu
> tiba2 saya
menghentikan mobil karena ada objek geologi yang menarik minat
>
saya, mereka sudah maklum. Biasanya saya keluar bawa foto dan palu,
anak2
> biasanya ikut keluar melihat ayahnya mengambil foto dan
sampel batuan.
> 
> Meluangkan waktu mendidik anak-anak
adalah tantangan besar para orang tua
> sibuk masa kini.
>

> Salam,
> awang
> 
> 
>
-----Original Message-----
>
From: yanto R.Sumantri
[mailto:[EMAIL PROTECTED]
> Sent: Friday, April 18, 2008 1:54
C++
> To: iagi-net@iagi.or.id
> Subject: RE: FW:
[iagi-net-l] Lagi : Junghuhn di Bukit Jayagiri
> 
> 
> 
> 
> Awang dan Rekan rekan
> 
>
Membaca Junghuhn di Bukit Jayagiri
> , saya teringat masa kecil
dlu (umur - ku enam tahun) , dibawa ayah dan
> ibu untuk melihat
jayagiri. Dan pengalaman itu (karena terjadi pada masa
> anak
anak) masih terpatri sampai saat ini.
> Saya jadi ingin
bertanya
> apakah orang tua sekarang biasa membawa anak  anak-nya 
melihat
> seperti ini (Teropong Boscha , Jayagiri , musium geologi
, gedung gajah
> dsb).
> Rasa2nya ndak ya , kalau membawa
anak-nya kesitu kayanya
> "kampungan", lebih gaya kalau
jalan jalan ke mall  (untuk
> mendidik konsumtif) , akh moga moga
si Abah salah.
> 
> Si Abah
> 
>
_______________________________________________________________________
> 
> Pak Sugeng,
>>
>> Terima kasih
atas respon dan
> beberapa ceritanya yang menarik.
>>
>> Kalau kita membaca
> puluhan buku tipis
untuk anak-anak serial "Alam
>>
> Terbuka"
yang pernah diterbitkan di Indonesia pada tahun 1950 -
> awal
>> 1970-an, oleh Penerbit Ganaco N.V., Bandung (penerbit ini
> sangat terkenal
>> pada masanya, tetapi sejak akhir
1970-an tidak
> ada lagi), kita akan takjub
>> dengan
perkembangan2 ilmu
> pengetahuan dan teknik yang terjadi di
>> Indonesia.
>>
>> Buku2 ini ditulis
langsung oleh ahli2 Belanda yang bekerja di
> Indonesia
>> sebelum Indonesia merdeka, kemudian diterjemahkan oleh
> Ganaco. Ada hampir
>> 60-an buku yang meliputi berbagai
aspek ilmu
> pengetahuan, teknik, dan
>> kehidupan
(termasuk beberapa tentang
> geologi Indonesia, yang ditulis
oleh
>> ahli2 geologi Belanda yang
> bekerja di
Indonesia). Saya dapat mengumpulkan
>> sekitar 40 judul,
> hasil berburu di tukang loak Bandung, terkumpul satu
>>
demi satu
> di beberapa tukang loak selama bertahun-tahun (bisa
dibayangkan
>>
> betapa senangnya perasaan saya kala
satu demi satu buku2 itu terkumpul,
>> rasanya barangkali lebih
puas daripada bisa merekonstruksi sebuah
> lanskap
>>
geologi !)
>>
>> Nah, di salah satu seri
>
buku ini ada yang berjudul "Kina", di situ
>>
diceritakan
> tentang sejarah sulitnya mendatangkan kina ke
Indonesia dari
>>
> Amerika Selatan, dari hutan-hutan
Peru. Pencariannya penuh dengan
>> liku-liku, penuh dengan
petualangan ala Indiana Jones, penuh
> dengan
>>
diplomasi, dll. Bagaimana mengapalkannya ke Indonesia
> agar tetap
utuh pun
>> menjadi masalah besar sebab saat itu tahun
> 1850-1860-an. Setelah sampai di
>> Indonesia pun menjadi
masalah
> besar bagaimana membudidayakannya. Menarik
>>
sekali ceritanya
> sampai perkebunan kina itu akhirnya subur di
>>
> perkebunan-perkebunan di Jawa Barat, termasuk
Pangalengan, dan daerah2
>> lain di Indonesia - sampai
"Pil Bandung" nan pahit itu
> menyuplai kebutuhan
>> 97 % dunia (!).
>>
>> Saat di
>
Balikpapan 1990-1995, saya biasa mengonsumsi daun pepaya dalam
>>
> menu makanan, katanya papaverine-nya punya khasiat
mirip-mirip kinine
> di
>> pil kina, resep ini saya
peroleh dari seorang kerabat yang
> tinggal di
>> teluk
Sangatta sejak 1980-an, wilayah di Kalimantan
> Timur yang saat
itu
>> kerap jadi wilayah endemik malaria.
>>
>> Cerita-cerita tentang minyak yang ditambang puluhan
>
orang di lapangan2
>> kecil penemuan tahun 1890-an mungkin
sudah
> berlalu Pak Sugeng, saya masih
>> melihatnya
pada tahun 1990
> ditarik puluhan orang yang berlari-lari
sekitar
>> lapangan sejauh
> kedalaman reservoir itu;
sekarang sudah menggunakan mesin
>> hasil
> modifikasi
dari mesin mobil.
>>
>> Salam,
>>
> awang
>>
>> -----Original Message-----
>>
>
From:
> Sugeng Hartono
[mailto:[EMAIL PROTECTED]
>> Sent:
>
Friday, April 18, 2008 12:08 C++
>> To: iagi-net@iagi.or.id
>> Subject: FW: [iagi-net-l] Lagi : Junghuhn di Bukit Jayagiri
>>
>>
>>
>> Pak Awang,
>>
>>
> Trimakasih, ulasan mengenai tokoh yang
legendaris ini sungguh memikat.
> Pak
>> Awang sangat
beruntung masih sempat "nyekar" ke
> makam beliau di
Lembang.
>> Tulisan ini akan menambah wawasan kami
>
semua. Nama Junghuhn saya kenal
>> sejak 50 th yll ketika saya
suka
> membuka-buka buku tebal kakak-2 saya yang
>>
sekolah SGB dan SGA:
> Kementerian P dan K, Balai Kursus Tertulis
Pendidikan
>> Guru
> Bandung Dilarang Mengutip".
Dalam salah satu mata pelajaran,
>> dikisahkan sbb.: Di sebuah
desa di  negara Amerika Selatan, ada
> seorang
>> kakek
yang sakit demam berat (malarira). Karena
> kehausan, Kakek ini
sampai
>> merangkak ke kolam di dekat desanya
> hanya
sekedar untuk minum. Walaupun
>> airnya sangat pahit, Kakek
> tetap nekad minum sampai kenyang. Esoknya dia
>> sembuh
dari sakit.
> Rupanya ada pohon kina yang tumbang ke kolam, dan
yang
>>
> menyebabkan air kolam ini menjadi pahit
sekaligus menjadi obat mujarap
>> untuk malaria. Maka menjadi
terkenal-lah bahwa kina untuk obat
> malaria.
>>
>> Lalu dikisahkan bahwa bibit pohon Kina ini
> dibawa
oleh seorang peneliti
>> bernama Junghuhn, dan dikembangkan
> di Tanah Priangan yang sejuk dan indah.
>> Sejak itu pil
Kinine
> atau pil Kina (di desa saya disebut pil mBandung)
>> menjadi sangat
> terkenal. Cuma yha itu, pahitnya minta
ampun. Dulu, kalau
>> kami
> mesti menelan pil ini,
haruslah dibantu pisang. Artinya, pisang
>>
> (mateng)
kita kunyah dulu sampai lembut, lalu sebutir pil ditumpangkan
>
di
>> atasnya, dan pisang kita telan sambil memejamkan mata.
> Sesudahnya kita
>> harus cepat-2 minum teh manis.
Esoknya demam
> malaria akan hilang. Setelah
>> sekolah
SR, ketika belajar Ilmu
> Bumi, kami lebih tahu bahwa
perkebunan
>> kina ada di Pangelengan.
> Kebetulan
akhir-2 ini saya dan keluarga sering
>> main ke Cibeureum
> Pangalengan karena membantu warga setempat dengan
>>
menggaduhkan
> bbrp ekor sapi perah. Na, di sana rupanya juga
masih banyak
>>
> pohon-2 kina.  Selain sejuk,
Pangelengan mempunyai pemandangannya yang
>> indah dan
mempesona.
>>
>> Rupanya para akhli
>
Belanda (Eropa) pada waktu itu hebat-2 yha? Ketika
>> masih
di
> Yogya, saya suka beli majalah Intisari bekas di loakan
dekat
>>
> alun-alun. Saya menemukan artikel bagus,
sekaligus mengharukan: Ada
>> peneliti tanaman (Belanda) dari
Bandung selatan yang mendatangi
> sebuah
>> kantor pos
pembantu untuk mengirimkan hasil penelitiannya
> ke negeri
>> Belanda. Tentu saja pada waktu itu dikirim lewat
>
surat, setelah dibubuhi
>> perangko, dan suratnya pun pasti
akan
> diangkut dengan kapal laut.
>> Masalahnya
uangnya untuk  perangko
> tidak cukup. Petugas pos pun
>> bersikukuh, kalau perangkonya
> kurang, surat tidak
dapat dikirim semuanya.
>> Suasanya sedikit
> kaku.
Tiba-2 tuan peneliti merogoh saku celananya, dan
>>
>
mengeluarkan sepucuk pistol dan diletakkan di meja loket. Dengan sigap,
>> bapak petugas pos langsung tiarap dan bersembunyi di kolong
loket.
> Mungkin
>> takut kalau di dor. Si tamu pun
memanggil-manggil dengan
> bahasa Sunda yang
>>
patah-2, sambil mengatakan bahwa dia hanya
> bermaksud untuk
menggadaikan
>> pistolnya sebagai jaminan uang
>
perangko. Di sinilah keramahan bangsa kita
>> ditunjukkan.
Dengan
> sedikit rasa takut, pak petugas pos pun muncul. Sambil
>>
> tersenyum, beliau mempersilahkan tuan peneliti agar
pistolnya disimpan
>> saja. Semua surat akan dibubuhi perangko
yang cukup; nanti kalau
> akan
>> mengirim surat-2
berikutnya, kekurangan perangko dapat
> dilunasi. Pak
>> peneliti pun tersenyum gembira, setelah menjabat
>
tangan pak petugas dengan
>> takzim, maka kembalilah beliau ke
luar
> kota tempat dia bekerja.
>>
>> Kapan
Pak Awang mengulas
> cerita lain, misalnya awal penambangan minyak
di
>> Wonocolo (utara
> Cepu) yang sekarang masih
diteruskan/diusahakan warga
>> setempat
> dengan cara
yang sangat sederhana. Cairan minyak dan air ditimba
>>
> dengan pipa yang ditarik beramai-ramai dengan tali yang
digantungkan
> pada
>> menara kayu jati.
>>
>> Salam hangat dari
> sumur Ruku-1 (sebelah
barat Kuala Tungkal)
>> Sugeng
>>
>>
>>
>> ________________________________
>>
> 
>>
>
From: Awang Satyana
[mailto:[EMAIL PROTECTED]
>> Sent: Sel 15/04/2008
13:03
>> To: IAGI; Geo Unpad; Forum
> HAGI
>> Subject: [iagi-net-l] Lagi : Junghuhn di Bukit Jayagiri
>>
>>
>>
>> Hampir tiga tahun
yang lalu saya
> mem-posting tulisan tentang Junghuhn,
>> seperti di bawah. Kamis 10
> April minggu kemarin saya
mengunjungi cagar
>> alam yang dinamai
> menurut
namanya, sekaligus tempat ia dimakamkan : Taman
>>
>
Junghuhn, di Desa Jayagiri, Lembang.
>>
>>   Kamis
itu ada
> acara diskusi dengan undangan terbatas
diselenggarakan
>> oleh
> Badan Geologi yang mengambil
tempat di Hotel Putri Gunung di jalan
>> raya Lembang-Tangkuban
Perahu. Diskusi dimulai pukul 13.00 (dan
> ternyata
>>
berlangsung sampai Jumat 11 April dini hari pukul
> 01.00) -
sebuah
>> diskusi yang seru tanpa seorang pun
>
mengantuk.
>>
>>   Saya sudah datang ke hotel itu
pukul
> 11.00. Karena masih lama dari
>> mulai, saya
balik lagi ke Lembang
> dan membelokkan mobil ke sebuah jalan
>> sempit di tengah Desa
> Jayagiri tak jauh dari Pasar
Lembang. Dari jalan
>> sempit itu lalu
> berbelok lagi
masuk ke jalan yang lebih sempit tak
>> beraspal.
>
Walaupun sedikit "off road" saya masukkan saja mobil sampai
>> tak bisa masuk lagi dan diparkir di halaman kosong berumput
di
> samping
>> rumah-rumah penduduk Jayagiri.
>>
>>
> Sisa perjalanan adalah sekitar 50 meter
dan berujung di sebuah cagar
>> alam kecil seluas 2,5 hektar.
Pintu masuk ke taman itu terkunci
> dengan
>> gembok,
tutup ..? Dari jauh saya melihat batu nisan
> tempat Junghuhn
>> hampir 150 tahun yang lalu dibaringkan untuk
>
selamanya. Seorang nenek
>> berlalu di dekat saya. Dalam
bahasa
> Sunda saya menanyainya apakah ada
>> jalan
masuk ke makam Junghuhn.
> Nenek yang baik ini menunjukkan
jalan
>> gang di antara rumah-rumah
> yang bisa membawa
saya masuk ke taman
>> tersebut.
>>
>>  
Akhirnya saya dapat berdiri di depan makam Junghuhn, batu
>
nisannya
>> dibentuk tugu, dikelilingi rantai.  Kondisinya
cukup
> bagus, terlihat
>> baru dicat ulang. Daun-daun
kina kering
> berguguran berserakan di
>> pelataran
makam. Hm, pendekar kina ini
> terbaring dikelilingi tanaman
>> kina yang pernah dirintisnya
> bersama Dr. Hasskarl
kawannya dari Kebun
>> Raya Bogor, tanaman
> yang
pernah membawa Indonesia sebagai penghasil pil
>> kina
> ("pil Bandung") nomor satu  di dunia. Di nisannya
tertulis :
> Dr.
>> Franz Wilhelm Junghuhn : lahir
(dalam gambar bintang)
>> Mansfeld/Magdeburg 26 Oktober 1809,
meninggal (dalam tanda
> salib)
>> Lembang 24 April
1864.
>>
>>   Saya
> berkeliling di taman
atau cagar alam tersebut, ke arah baratlaut
>>
> dari
jauh terlihat gunung Tangkuban Perahu, Sunda, dan Burangrang.
>> Hampir 75 % taman ini ditumbuhi pohon-pohon kina yang sudah
tinggi
> dan
>> tua - puluhan tahun. Di sebuah papan
nama di dekat pintu
> masuk  tertulis
>> bahwa Cagar
Alam Junghuhn ini sekaligus
> merupakan tempat habitat plasma
>> nutfah kina. Di tempat inilah
> bibit asli kina yang
dibawa dari Amerika
>> Selatan mulai
> dibudidayakan.
Cagar alam ini ditetapkan sejak tahun 1919
>> dan
>
kini ada di dalam pengawasan Balai Konservasi Sumberdaya Alam Jawa
>> Barat, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi
> Alam,
>> Departemen Kehutanan.
>>
>>   Kini, cagar
> alam ini sudah dikepung rumah-rumah
penduduk Desa Jayagiri.
>>
> Dulu, saat Junghuhn
tinggal di sini menjelang tahun-tahun terakhirnya
>> dalam
keadaan sakit, ia masih bisa melihat panorama gunung-gunung
>
yang
>> dicintainya itu dengan jelas. Kini tentu sangat
sulit,
> terhalang
>> rumah-rumah penduduk.
>>
>>   Menjelang
> pulang, saya melihat banyak
penduduk desa masuk ke taman ini,
>>
> tetapi bukan
untuk melihat makam Junghuhn, ke mana mereka ? Saya
>>
> mengikutinya ke arah utara taman. O, rupanya persis di sebelah
taman
> ini
>> ada pemakaman umum Desa Jayagiri.
Rombongan penduduk desa
> yang saya
>> ikuti rupanya
hendak mengikuti prosesi pemakaman
> seorang penduduk yang
>> kebetulan tengah dimakamkan di tempat
> itu.
>>
>>   Begitulah kunjungan singkat saya Kamis
kemarin
> ke makam seorang tokoh
>> naturalis besar
yang pernah meneliti Jawa
> dan Sumatra, seorang tokoh
>> yang lebih dari seorang perintis
> pembudidayaan kina
di Indonesia, tetapi
>> juga seorang tokoh
> perintis
penelitian botani, topografi, geologi, dan
>> vulkanologi
> Jawa.
>>
>>   Meskipun ia berdarah Jerman dan
berkarier
> dengan bangsa Belanda, dokter
>> dan
peneliti yang  berkiprah di
> Jawa bersama teman-temannya yang
kita
>> kenal sebagai penjajah;
> Junghuhn tetap
berbeda dari
>> kolonialis-kolonialis tulen seperti
>
Daendels, JP Coen, atau van den
>> Bosch. Meskipun ia tak
sepeka
> Multatuli atau Groneman; ia patut kita
>>
hargai atas karya-karya
> penyelidikannya. Konsistensinya
mencintai alam
>> patut diacungi
> dua jempol, meskipun
mungkin tanpa bantuan bangsa kita
>> sebagai
>
pembantu2 lapangannya Junghuhn barangkali tak bisa berbuat
>>
> sebanyak itu. Penduduk Jawa selalu ramah memberi
tumpangan kepadanya
>> saat melakukan penyelidikan Jawa selama
sembilan tahun itu.
> Sikap
>> Junghuhn yang
bersemangat luar biasa, daya kerja yang
> sangat besar,
>> disiplin, individu yang keras, dan berwawasan luas
>
adalah mengagumkan.
>>
>>   Buku pertamanya tentang
Jawa :
> "Topograpische und Naturwissenschaftliche
>> Reisen durch
> Java" (1845) menjadi buku pertama
tentang penyelidikan
>>
> geologi dan biologi
pegunungan di Jawa. Buku adikaryanya yang terkenal
>>
"Java, Zijne Gedaante, Zijn Plantentooi, en Inwendige
>
Bouw" (judul ini
>> suka berlainan dikutip para penulis
> sesudah Junghuhn) yang ditulis dalam
>> empat volume
merupakan
> karya komprehensif pertama tentang penelitian
>> alam Jawa
> (topografi, geologi, klimatologi,
biologi).
>>
>>   Setiap
> peneliti alam
Jawa semoga mendapatkan spirit setinggi seperti
>>
>
pernah ditunjukkan Junghuhn. Ada hal-hal ekstrem yang harus dimiliki
>> seseorang untuk mencintai profesinya dan bisa mengemuka.
Ilmu
>> pengetahuan menjadi maju berkat segolongan orang-orang
ekstrem ini,
> dan
>> Junghuhn adalah salah satu
daripadanya. Semoga kelak  dari
> penduduk
>> Jayagiri
akan muncul ilmuwan nasional sekelas
> Junghuhn.
>>
>>   "Kebahagiaanmu, hiburanmu, harapan
> dan
kepercayaanmu hendaklah berakar
>>   semata-mata dalam alam
> raya..." (Junghuhn, 1835)
>>
>>  
salam,
>>
> awang
>>
>>  
LAMPIRAN
>>
>>   [iagi-net-l]
> Junghuhn :
Bukan Hanya Karena Kina
>>   Awang Satyana
>>
> Sun, 08 May 2005 23:03:46 -0700
>>
>>  
Bagaimana kita
> mengenal Junghuhn ? Orang pertama yang membawa
dan
>> menanam
> kina
>>   (di Lembang) ?
Sungguh lebih dari itu. Junghuhn adalah
> sepenting
>>
Verbeek,
>>   Fennema, dan van Bemmelen dalam
>
perkembangan pengetahuan geologi
>> Indonesia.
>>
>>
>   Kalau sempat ke Bandung dan mampir ke perpustakaan
P3G di Jl.
>>
> Diponegoro, ada
>>   dua
buku kuno sangat tebal tentang Jawa. Yang
> satu tulisan Franz
>> Junghuhn
>>   (1848), "Java :
>
Deszelfs Gedaante, Bekleeding en Inwendige Structuur"
>>
dan
> yang
>>   lain tulisan Verbeek dan Fennema
(1896),
> "Geologische Beschrijving van
>> Java
en
>>
> Madoera". Saya membuka2 buku2 itu hampir
17 tahun yang lalu, saat
>> mengumpulkan
>>  
keterangan tentang Ciletuh. Semoga
> sekarang masih terjaga dengan
baik.
>>
>>   Junghuhn,
> adalah peneliti
dan penulis pertama geologi Jawa. Datang ke
>>
>
Indonesia
>>   tahun 1835 sebagai seorang dokter tentara
dengan
> sikap hidup penuh
>> kekecewaan
>> 
 dan penderitaan akibat
> perang di Jerman dan Prancis.
"Hiduplah dengan
>> dirimu
>>   sendiri. Jangan
bergaul dengan seorang pun. Jangan mencari
> kepuasan hati
>> pada
>>   orang-orang lain, jangan mencari
>
kebahagiaan di luar dirimu, jangan
>>   mendewa-dewakan
sesuatu
> selain alam raya" Begitulah sumpah dan
>> "pengakuan
> iman"
>>   Junghuhn
saat ia memasuki pelabuhan Pasar Ikan,
> Batavia 12 Oktober
1835.
>>
>>   Junghuhn lahir di Jerman
>
tahun 1809, dididik dengan sangat keras oleh
>> ayahnya,
>>
>  masuk ke kedokteran, dipaksa keluar untuk berdinas
di ketentaraan
> Prusia
>>   (Jerman). Dijatuhi hukuman
10 tahun akibat pelanggaran
> disiplin.
>> Meringkuk
20
>>   bulan di penjara kuno, lari
> ke Prancis.
Mendaftar sebagai tenaga
>> sukarela
>>
>
tentara Prancis. Bertugas di Afrika. Dikirim pulang ke Prancis karena
>> sakit.
>>   Lari ke Belanda, mendaftar sebagai
tentara dan
> dikirim ke Oost Indies
>>  
(Indonesia).
>>
>>   Di
> Indonesia,
Junghuhn hanya bertugas tiga tahun tujuh bulan sebagai
>>
dokter di
>>   Batavia, Bogor, Semarang, Yogyakarta. Dia
> menghabiskan waktu bujangannya
>> dengan
>>  
berkelana
> SEMBILAN tahun dari Ujung Kulon ke Banyuwangi, dari
pantai
>> Laut
> Jawa
>>   ke pantai
Samudera Hindia. Mendaki semua gunung di Jawa,
> berjalan
>> bersama para
>>   kulinya meneliti batuan,
>
flora, fauna, mengambil sampel, tidur di
>> gubuk-gubuk
>>
> penduduk atau berkemah di tengah hutan.
>>
  Tentu dia kini bahagia
> sebab mendapatkan panggilan
hidupnya.
>>
>>   Tahun 1848,
> Junghuhn
kembali ke Belanda sebagai cuti sakit. Kali ini dia
>>
> tidak
>>   lari lagi, tetapi menggunakan waktu cuti
sakitnya untuk
> menulis semua
>> hasil
>>  
penelitian sembilan tahunnya,
> maka keluarlah bukunya yang
terkenal itu
>> dalam
>>   empat
> volume.
Kalau mau berapa tebalnya bukunya itu kalau ditumpuk,
>>
> silakan
>>   main ke P3G Bandung, moga-moga masih
ada...
>>
> 
>>   Tahun 1855, Junghuhn
kembali ke Indonesia membawa dua hal :
> kina dan
>>
seorang
>>   istri. Dengan pengetahuannya yang
>
komprehensif tentang Jawa, dia tahu
>> bahwa di
>>  
Lembang
> lah kina paling baik harus ditanam. Nah, atas jasa
Junghuhn lah
>>
> kalau
>>   Indonesia
pernah menjadi produsen pil kina nomor 1 di
> dunia.
>>
>>   Setelah punya isteri dan anak-anak, Junghuhn
> tak berkelana lagi. Tak ada
>> tempat
>>   di
Jawa yang tak
> pernah didatanginya. Dia memilih tinggal di
lereng
>> Gunung
>>   Tangkuban Perahu, yang dia
sebut sebagai "batin manusia yang
> aman
>>
tenteram".
>>   Tahun 1864, Junghuhn
>
menghembuskan nafasnya yang terakhir di sebuah
>> kamar
>>
> dengan jendela terbuka ke arah gunung-gunung dan
hutan-hutan di
>>
> Priangan. "Aku
>>  
ingin berpamitan dengan gunung-gunung dan
> hutan-hutanku
tercinta" Itulah
>>   kata-kata terakhir yang
>
diingat dr. Groneman sahabat yang menemani saat2
>>
>
terakhirnya.
>>
>>   Begitulah yang tertulis dalam
buku Rob
> Nieuwenhuys "Oost Indische
>>
Spiegel"
>>
> (1972), sebuah buku bagus yang
memuat ulasan2 tentang 30 buku penting
>> yang
>>  
diterbitkan dari pertengahan 1800an sampai
> pertengahan 1900an.
Di
>> pedagang buku
>>   bekas, tak
> jarang
kita akan menemukan buku2 bagus dan penting...
>>
>>
>   "Kebahagiaanmu, hiburanmu, harapan dan
kepercayaanmu hendaklah
> berakar
>>   semata-mata
dalam alam raya yang secara diam-diam,
> namun tetap abadi
>> bergerak
>>   di dalam
>
makhluk-makhlukNya" (Franz Wilhelm Junghuhn, 1835).
>>
>>   salam,
>>   awang
>>
>> 
between 0000-00-00
> and 9999-99-99
>>
>>
>> This email was Anti Virus
> checked by
Administrator.
>> http://www.bpmigas.com
>>
>>
>>
>
--------------------------------------------------------------------------------
>> PIT IAGI KE-37 (BANDUNG)
>> * acara utama: 27-28
Agustus
> 2008
>> * penerimaan abstrak: kemarin2 s/d 30
April 2008
>>
> * pengumuman penerimaan abstrak: 15 Mei
2008
>> * batas akhir
> penerimaan makalah lengkap: 15
Juli 2008
>> * abstrak / makalah
> dikirimkan ke:
>> www.grdc.esdm.go.id/aplod
>> username:
>
iagi2008
>> password: masukdanaplod
>>
>>
>
--------------------------------------------------------------------------------
>> PEMILU KETUA UMUM IAGI 2008-2011:
>> * pendaftaran
calon
> ketua: 13 Pebruari - 6 Juni 2008
>> *
penghitungan suara: waktu PIT
> IAGI Ke-37 di Bandung
>> AYO, CALONKAN DIRI ANDA SEKARANG
> JUGA!!!
>>
>>
>
-----------------------------------------------------------------------------
>> To unsubscribe, send email to:
>
iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
>> To subscribe, send email
to:
> iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
>> Visit IAGI
Website:
> http://iagi.or.id
>> Pembayaran iuran
anggota ditujukan ke:
>> Bank Mandiri Cab. Wisma Alia
Jakarta
>> No. Rek: 123
> 0085005314
>> Atas
nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
>> Bank BCA KCP.
Manara Mulia
>> No. Rekening: 255-1088580
>> A/n:
Shinta Damayanti
>> IAGI-net Archive 1:
>
http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
>>
IAGI-net
> Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
>>
>
---------------------------------------------------------------------
>> DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to
> information
>> posted on its mailing lists, whether
posted by IAGI
> or others. In no event
>> shall IAGI
and its members be liable for
> any, including but not limited
to
>> direct or indirect damages, or
> damages of any
kind whatsoever, resulting
>> from loss of use, data
>
or profits, arising out of or in connection with
>> the use of
any
> information posted on IAGI mailing list.
>>
>
---------------------------------------------------------------------
>>
>>
> 
> 
> --
>
_______________________________________________
> Nganyerikeun
hate
> batur hirupna mo bisa campur, ngangeunahkeun hate jalma
hirupna pada
> ngupama , Elmu tungtut dunya siar Ibadah kudu
lakonan.
> 
> This email was Anti Virus checked by
Administrator.
> http://www.bpmigas.com
> 
> 
>
--------------------------------------------------------------------------------
> PIT IAGI KE-37 (BANDUNG)
> * acara utama: 27-28 Agustus
2008
> * penerimaan abstrak: kemarin2 s/d 30 April 2008
>
* pengumuman penerimaan abstrak: 15 Mei 2008
> * batas akhir
penerimaan makalah lengkap: 15 Juli 2008
> * abstrak / makalah
dikirimkan ke:
> www.grdc.esdm.go.id/aplod
> username:
iagi2008
> password: masukdanaplod
> 
>
--------------------------------------------------------------------------------
> PEMILU KETUA UMUM IAGI 2008-2011:
> * pendaftaran calon
ketua: 13 Pebruari - 6 Juni 2008
> * penghitungan suara: waktu PIT
IAGI Ke-37 di Bandung
> AYO, CALONKAN DIRI ANDA SEKARANG
JUGA!!!
> 
>
-----------------------------------------------------------------------------
> To unsubscribe, send email to:
iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
> To subscribe, send email to:
iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
> Visit IAGI Website:
http://iagi.or.id
> Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
> Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
> No. Rek: 123
0085005314
> Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
> Bank BCA KCP. Manara Mulia
> No. Rekening: 255-1088580
> A/n: Shinta Damayanti
> IAGI-net Archive 1:
http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
> IAGI-net
Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
>
---------------------------------------------------------------------
> DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to
information
> posted on its mailing lists, whether posted by IAGI
or others. In no event
> shall IAGI and its members be liable for
any, including but not limited to
> direct or indirect damages, or
damages of any kind whatsoever, resulting
> from loss of use, data
or profits, arising out of or in connection with
> the use of any
information posted on IAGI mailing list.
>
---------------------------------------------------------------------
> 
> 


-- 
_______________________________________________
Nganyerikeun hate
batur hirupna mo bisa campur, ngangeunahkeun hate jalma hirupna pada
ngupama , Elmu tungtut dunya siar Ibadah kudu lakonan.

Kirim email ke