Tulisan pak Awang yg subjectnya sejarah selalu saya baca habis.

Saya jadi ingat, beberapa hari yang lalu saya kedatangan temen dari Kota Gede Yogyakarta, Om Wahjudi (Ahli Seismic proccessing ex Elnusa). Beliau cerita dari perihal Ki Ageng mangir, Riwayat Gal Gendu (orang terkaya di Yogya yang lantai rumahnya dari duit emas) sampai Sultan Agung.

beliau juga bercerita bahwa Sultan Agung yang waktu itu juga ada kratonnya di Kradenan dekat Imogiri, mempunyai ide yang cemerlang, merencanakan membikin pelabuhan laut di pertemuan kali Opak dan Kali Oyo, untuk jalur kapal laut ke selatan, yang gampang kontrol kekuasaannya. Tentu saja dengan menggali kali Opak sampai laut selatan yang panjangnya sekitar 12 km. Kenapa tidak terlaksana ya? apa pernah tercatat di buku sejarah ya? Apa sekedar cerita "kondo" sja. Seharusnya mereka mampu wong membelokan K Ciliwung saja berhasil. Apa ada faktor geologi?, gempa?, erosi?, pendangkalan yang cepat?

Pak Awang, Trims berat atas banyak pencerahannya selama ini.

md

----- Original Message ----- From: "Rovicky Dwi Putrohari" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <iagi-net@iagi.or.id>
Sent: Monday, July 21, 2008 4:45 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] Sultan Agung 1628-1629 : Menghitung Alam Melumpuhkan Batavia


Wah menarik pak awang,
Aku jadi inget sebuah tayangan di TV national geography atau discovery
channel tentang peranan ramalan cuaca dalam sebuah perang ini. Dan
tengok-tengok ternyata ada juga presentasi hal ini disini :
http://www.ofcm.gov/wist_proceedings/pdf/panel1/mneyland.pdf

Menarik juga ya ... dulu pernah kita bicara di mailist ini tentang peranan
geologist dalam perang. Skali lagi perang !
Haddduh perang memang memerluka segalanya untuk menang.

Btw,
Bagaimana menurut Pak Awang peranan ahli cuaca dalam prakiraan cuaca dalam
kondisi saat ini yang lebih susah diprediksi dalam operasi minyak bumi. Saya
pernah denger bahwa window untuk melakukan shooting seismic di Natuna ini
sangat tergantung cuaca juga.

RDP

On Mon, Jul 21, 2008 at 5:20 PM, Awang Satyana <[EMAIL PROTECTED]>
wrote:

Sedikit cerita sejarah bernuansa klimatologi dan topografi Jawa, sayang
rasanya kalau diketahui sendiri saja. Saya tuliskan untuk rekan-rekan semua,
semoga bermanfaat menambah pengetahuan.

Menarik mencermati publikasi lama Fruin-Mees (1919) : "Geschiedenis van
Java" dan "Geografi Kesejarahan" Daldjoeni (1984, 1992). Kedua penulis ini
menganalisis dengan tajam bagaimana Sultan Agung dari Mataram
menghitung-hitung rintangan dan dukungan alam untuk menyerang Belanda di
Batavia (1628-1629). Berikut ringkasannya.

Batavia tak mungkin diserbu pada bulan Desember dan Januari karena saat itu
musim penghujan. Banjir akan menggenangi Batavia, angin Barat yang sedang
berhembus ke timur akan menyusahkan kapal-kapal Mataram berlayar ke barat
dari pesisir utara Jawa Tengah menuju Batavia.

Selain itu, Batavia harus digempur dari laut dan dari darat secara bersatu
dan kompak. Ini tak mungkin dalam bulan-bulan musim hujan, tetapi harus
dilakukan dalam musim kemarau yaitu Juli-September. Sebab, pada musim
kemarau bertiup angin Timur ke barat yang akan mendorong kapal-kapal Mataram
berlayar ke Batavia. Pada musim kemarau, angkatan darat Mataram akan
memperoleh banyak bantuan dari para petani di sepanjang perjalanan sebab
para petaninya baru selesai memanen padinya pada April-Mei (ingat sistem
pranata mangsa para petani di Jawa, pernah saya ulas juga di milis ini
berdasarkan Daldjoeni, 1984; 1992), mereka sedang menganggur sebab baru akan
mulai menanam lagi pada bulan November saat hujan pertama datang.

Lalu, bila serangan dilakukan pada bulan Juli-September, persediaan makanan
sepanjang perjalanan akan cukup sebab di sepanjang perjalanan para petani
baru selesai panen (April-Mei). Sultan Agung memerintahkan untuk mendirikan
lumbung-lumbung beras sepanjang perjalanan dari Mataram ke Batavia.

Perjalanan kaki tentara Mataram dari pusat kerajaan di sekitar Yogyakarta
ke Batavia butuh waktu tempuh 90 hari, ini tentu akan lebih lama bila
dilakukan pada musim hujan.

Kemudian, Batavia akan diserang dengan cara membelokkan Sungai Ciliwung,
sehingga Batavia akan menderita kekeringan dan wabah penyakit sebab tak ada air mengaliri kota. Membelokkan sungai bukan pekerjaan mudah dan tentu ini
akan lebih mudah dilakukan pada saat musim kemarau saat debit sungai
minimal.

Sementara itu, perlu juga diperhitungkan kondisi geomorfologi dan geografi
kota Batavia dan sekitarnya. Menurut de Haan (1912) : "Priangan", Batavia
pada abad ke-17 terletak di muara Sungai Ciliwung, berawa-rawa, dengan
vegetasi dominan pohon kelapa. Sampai tahun 1625, bila di Batavia hujan maka terjadi genangan setinggi lutut. Orang bahkan bisa naik sampan untuk masuk
ke hutan-hutan di belakang Batavia. Sampai tahun 1655 ada pendapat bahwa
Batavia pada musim hujan tak mungkin diserang kalau pada musim hujan sebab
genangan air akan merupakan penghalang. Rawa-rawa di sekitar Jakarta itu
telah ada sejak abad-abad awal Masehi maka para pedagang dari Hindustan
(India) tak memilih menempati Jakarta sebab kondisinya tidak sehat.

Pada tahun 1628, daerah Jatinegara sekarang masih merupakan hutan rimba
yang dijadikan tentara Mataram untuk bersembunyi sebelum menyerang Batavia.
Tahu begitu, maka Belanda menebangi banyak pohon di sekeliling benteng
Batavia termasuk pohon-pohon kelapanya. Maka, Batavia pun kekurangan kelapa
dan Belanda mendatangkan kelapa dari Pulau Cocos dekat Pulau Christmas di
Samudera Hindia. Itu terjadi tahun 1632.

Fruin Mees (1919) menulis bahwa Sultan Agung menyerang Belanda di Batavia
dua kali, yaitu dari September 1628 dan September 1629. Keduanya sengaja
dipilih pada musim kemarau. Serangan pertama gagal karena ketika pengepungan
sedang dilakukan tiba-tiba turun hujan pertama, maka para tentara yang
sebagian petani menjadi gelisah sebab mereka ingin segera bertani. Maka para
tentara di bawah pimpinan Sura Agul-Agul itu kembali ke Mataram. Pada
serangan kedua, Sungai Ciliwung berhasil dibelokkan sehingga kota dilanda
penyakit. J.P. Coen, gubernur jenderal saat itu, meninggal pada 20 September
1629 karena serangan penyakit tersebut (sumber lain mengatakan bahwa ia
dibunuh seorang tentara Mataram yang menyelinap masuk ke benteng). Tetapi,
perang bubar pada 7 Oktober 1629 seiring turunnya hujan pertama pada masa
labuh. Tentara petani memaksa pulang ingin mengerjakan sawahnya.

Begitulah, perang masa lalu tak bisa dilepaskan dari irama permusiman di
darat dan pergantian arus laut di Laut Jawa. Strategi Sultan Agung dari
Mataram untuk menyerang Belanda di Batavia sebenarnya cukup pelik dan berat sebab harus selalu memperhitungkan kerumitan faktor alam. Fungsi iklim dan
geomorfologi akan mempengaruhi kesuksesan perang. Dua faktor ini juga
mempengaruhi aktivitas manusia (khususnya) petani yang dijadikan tentara.

Pada masa rendheng (Desember-Maret) tak diadakan perang sebab pertanian
padi basah sedang berlangsung, tak ada tenaga petani yang mau jadi tentara.
Pada mangsa mareng (April-Juni) sedang terjadi pengumpulan bahan makanan
(panen). Pada mangsa katiga (Juli-September) baru diadakan penyerangan yang
diakhiri pada awal mangsa labuh (Oktober-November).

Salam,
awang







--
http://tempe.wordpress.com/
Telling the truth is important
Telling the positive is better !!!



--------------------------------------------------------------------------------
PIT IAGI KE-37 (BANDUNG)
* acara utama: 27-28 Agustus 2008
* penerimaan abstrak: kemarin2 s/d 30 April 2008
* pengumuman penerimaan abstrak: 15 Mei 2008
* batas akhir penerimaan makalah lengkap: 15 Juli 2008
* abstrak / makalah dikirimkan ke:
www.grdc.esdm.go.id/aplod
username: iagi2008
password: masukdanaplod

--------------------------------------------------------------------------------
PEMILU KETUA UMUM IAGI 2008-2011:
* pendaftaran calon ketua: 13 Pebruari - 6 Juni 2008
* penghitungan suara: waktu PIT IAGI Ke-37 di Bandung
AYO, CALONKAN DIRI ANDA SEKARANG JUGA!!!

-----------------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on 
its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI and 
its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect 
damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or 
profits, arising out of or in connection with the use of any information posted 
on IAGI mailing list.
---------------------------------------------------------------------

Kirim email ke