Pak Mufti,
 
Rencana raja-raja Mataram ingin membangun pelabuhan yang menghadap Segara Kidul 
(Laut Selatan) bukan sekedar dongeng. Itu, paling tidak, tercatat dalam buku 
sejarah de Graaf dan Pigeaud (1974) : De eerste moslimse voorstendommen op 
Java; juga dalam buku Slametmuljana (1968) : Runtuhnya Majapahit dan munculnya 
kerajaan2 Islam pertama di Jawa.
 
Mataram adalah kerajaan agraris seperti juga pendahulunya : Pajang. Lokasinya 
yang tak jauh dari Merapi membuat tanahnya subur dan hasil bumi melimpah. Hasil 
bumi berlebih ingin dijualnya, tetapi ke mana. Melewati Bengawan Solo ke 
pelabuhan Tuban atau Gresik terlalu jauh. Melewati Kali, Opak, Oyo, atau Progo 
tak mungkin sebab bermuara ke Laut Selatan. Maka, munculah ide membangun 
pelabuhan di selatan. Ide ini juga sebenarnya untuk menyaingi kaum Cina muslim 
di Demak - para pedagang ulung di Jawa saat itu.
 
Namun, kita tahu bahwa Segara Kidul punya gelombang dan ombak yang tinggi 
dibandingkan dengan gelombang dan ombak pantai utara dari Sunda 
Kelapa-Cirebon-Juwana-Demak-Tuban. Sungguhpun Senapati (raja kedua Mataram) dan 
Sultan Agung pernah melakukan riset di pantai selatan ini guna pembangunan 
pelabuhan kerajaan, tantangan alam mengurungkan niatnya.
 
Riset zaman dulu dicampuradukkan dengan dunia adikodrati : Ratu Pantai Selatan. 
Diceritakan Poerwantana (1983) : Kehadiran Ratu Kidul dalam alam budaya Jawa 
bahwa sejak Senapati ada kebiasaan raja-raja Mataram bertapa di pantai selatan 
untuk memaklumkan kepada dunia bahwa raja-raja Mataram telah menaklukkan dunia 
adikodrati Laut Selatan - sebuah politik untuk menakuti armada2 Portugis, 
Spanyol dan Belanda yang saat itu suka melalui Laut Selatan. Slametmuljana 
(1968) membantah bahwa raja-raja Mataram ke pantai selatan bukan untuk bertapa, 
melainkan untuk melakukan riset membangun pelabuhan samudera.
 
Andaikan ada pelabuhan di selatan Yogya, barangkali ia telah porak-poranda oleh 
gempa 27 Mei 2006.
 
salam,
awang

--- On Tue, 7/22/08, Mufti M. Darissalam <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

From: Mufti M. Darissalam <[EMAIL PROTECTED]>
Subject: Re: [iagi-net-l] Sultan Agung 1628-1629 : Menghitung Alam Melumpuhkan 
Batavia
To: iagi-net@iagi.or.id
Date: Tuesday, July 22, 2008, 7:53 AM

Tulisan pak Awang yg subjectnya sejarah selalu saya baca habis.

Saya jadi ingat, beberapa hari yang lalu saya kedatangan temen dari Kota 
Gede Yogyakarta, Om Wahjudi (Ahli Seismic proccessing ex Elnusa). Beliau 
cerita dari perihal Ki Ageng mangir, Riwayat Gal Gendu (orang terkaya di 
Yogya yang lantai rumahnya dari duit emas) sampai Sultan Agung.

beliau juga bercerita bahwa Sultan Agung yang waktu itu juga ada kratonnya 
di Kradenan dekat Imogiri, mempunyai ide yang cemerlang, merencanakan 
membikin pelabuhan laut di pertemuan kali Opak dan Kali Oyo, untuk jalur 
kapal laut ke selatan, yang gampang kontrol kekuasaannya. Tentu saja dengan 
menggali kali Opak sampai laut selatan yang panjangnya sekitar 12 km. Kenapa 
tidak terlaksana ya? apa pernah tercatat di buku sejarah ya? Apa sekedar 
cerita "kondo" sja. Seharusnya mereka mampu wong membelokan K
Ciliwung saja 
berhasil. Apa ada faktor geologi?, gempa?, erosi?, pendangkalan yang cepat?

Pak Awang, Trims berat atas banyak pencerahannya selama ini.

md

----- Original Message ----- 
From: "Rovicky Dwi Putrohari" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <iagi-net@iagi.or.id>
Sent: Monday, July 21, 2008 4:45 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] Sultan Agung 1628-1629 : Menghitung Alam 
Melumpuhkan Batavia


> Wah menarik pak awang,
> Aku jadi inget sebuah tayangan di TV national geography atau discovery
> channel tentang peranan ramalan cuaca dalam sebuah perang ini. Dan
> tengok-tengok ternyata ada juga presentasi hal ini disini :
> http://www.ofcm.gov/wist_proceedings/pdf/panel1/mneyland.pdf
>
> Menarik juga ya ... dulu pernah kita bicara di mailist ini tentang peranan
> geologist dalam perang. Skali lagi perang !
> Haddduh perang memang memerluka segalanya untuk menang.
>
> Btw,
> Bagaimana menurut Pak Awang peranan ahli cuaca dalam prakiraan cuaca dalam
> kondisi saat ini yang lebih susah diprediksi dalam operasi minyak bumi. 
> Saya
> pernah denger bahwa window untuk melakukan shooting seismic di Natuna ini
> sangat tergantung cuaca juga.
>
> RDP
>
> On Mon, Jul 21, 2008 at 5:20 PM, Awang Satyana
<[EMAIL PROTECTED]>
> wrote:
>
>> Sedikit cerita sejarah bernuansa klimatologi dan topografi Jawa,
sayang
>> rasanya kalau diketahui sendiri saja. Saya tuliskan untuk rekan-rekan 
>> semua,
>> semoga bermanfaat menambah pengetahuan.
>>
>> Menarik mencermati publikasi lama Fruin-Mees (1919) :
"Geschiedenis van
>> Java" dan "Geografi Kesejarahan" Daldjoeni (1984,
1992). Kedua penulis 
>> ini
>> menganalisis dengan tajam bagaimana Sultan Agung dari Mataram
>> menghitung-hitung rintangan dan dukungan alam untuk menyerang Belanda
di
>> Batavia (1628-1629). Berikut ringkasannya.
>>
>> Batavia tak mungkin diserbu pada bulan Desember dan Januari karena
saat 
>> itu
>> musim penghujan. Banjir akan menggenangi Batavia, angin Barat yang
sedang
>> berhembus ke timur akan menyusahkan kapal-kapal Mataram berlayar ke
barat
>> dari pesisir utara Jawa Tengah menuju Batavia.
>>
>> Selain itu, Batavia harus digempur dari laut dan dari darat secara 
>> bersatu
>> dan kompak. Ini tak mungkin dalam bulan-bulan musim hujan, tetapi
harus
>> dilakukan dalam musim kemarau yaitu Juli-September. Sebab, pada musim
>> kemarau bertiup angin Timur ke barat yang akan mendorong kapal-kapal 
>> Mataram
>> berlayar ke Batavia. Pada musim kemarau, angkatan darat Mataram akan
>> memperoleh banyak bantuan dari para petani di sepanjang perjalanan
sebab
>> para petaninya baru selesai memanen padinya pada April-Mei (ingat
sistem
>> pranata mangsa para petani di Jawa, pernah saya ulas juga di milis ini
>> berdasarkan Daldjoeni, 1984; 1992), mereka sedang menganggur sebab
baru 
>> akan
>> mulai menanam lagi pada bulan November saat hujan pertama datang.
>>
>> Lalu, bila serangan dilakukan pada bulan Juli-September, persediaan 
>> makanan
>> sepanjang perjalanan akan cukup sebab di sepanjang perjalanan para
petani
>> baru selesai panen (April-Mei). Sultan Agung memerintahkan untuk 
>> mendirikan
>> lumbung-lumbung beras sepanjang perjalanan dari Mataram ke Batavia.
>>
>> Perjalanan kaki tentara Mataram dari pusat kerajaan di sekitar
Yogyakarta
>> ke Batavia butuh waktu tempuh 90 hari, ini tentu akan lebih lama bila
>> dilakukan pada musim hujan.
>>
>> Kemudian, Batavia akan diserang dengan cara membelokkan Sungai
Ciliwung,
>> sehingga Batavia akan menderita kekeringan dan wabah penyakit sebab
tak 
>> ada
>> air mengaliri kota. Membelokkan sungai bukan pekerjaan mudah dan tentu

>> ini
>> akan lebih mudah dilakukan pada saat musim kemarau saat debit sungai
>> minimal.
>>
>> Sementara itu, perlu juga diperhitungkan kondisi geomorfologi dan 
>> geografi
>> kota Batavia dan sekitarnya. Menurut de Haan (1912) :
"Priangan", Batavia
>> pada abad ke-17 terletak di muara Sungai Ciliwung, berawa-rawa, dengan
>> vegetasi dominan pohon kelapa. Sampai tahun 1625, bila di Batavia
hujan 
>> maka
>> terjadi genangan setinggi lutut. Orang bahkan bisa naik sampan untuk 
>> masuk
>> ke hutan-hutan di belakang Batavia. Sampai tahun 1655 ada pendapat
bahwa
>> Batavia pada musim hujan tak mungkin diserang kalau pada musim hujan 
>> sebab
>> genangan air akan merupakan penghalang. Rawa-rawa di sekitar Jakarta
itu
>> telah ada sejak abad-abad awal Masehi maka para pedagang dari
Hindustan
>> (India) tak memilih menempati Jakarta sebab kondisinya tidak sehat.
>>
>> Pada tahun 1628, daerah Jatinegara sekarang masih merupakan hutan
rimba
>> yang dijadikan tentara Mataram untuk bersembunyi sebelum menyerang 
>> Batavia.
>> Tahu begitu, maka Belanda menebangi banyak pohon di sekeliling benteng
>> Batavia termasuk pohon-pohon kelapanya. Maka, Batavia pun kekurangan 
>> kelapa
>> dan Belanda mendatangkan kelapa dari Pulau Cocos dekat Pulau Christmas
di
>> Samudera Hindia. Itu terjadi tahun 1632.
>>
>> Fruin Mees (1919) menulis bahwa Sultan Agung menyerang Belanda di
Batavia
>> dua kali, yaitu dari September 1628 dan September 1629. Keduanya
sengaja
>> dipilih pada musim kemarau. Serangan pertama gagal karena ketika 
>> pengepungan
>> sedang dilakukan tiba-tiba turun hujan pertama, maka para tentara yang
>> sebagian petani menjadi gelisah sebab mereka ingin segera bertani.
Maka 
>> para
>> tentara di bawah pimpinan Sura Agul-Agul itu kembali ke Mataram. Pada
>> serangan kedua, Sungai Ciliwung berhasil dibelokkan sehingga kota
dilanda
>> penyakit. J.P. Coen, gubernur jenderal saat itu, meninggal pada 20 
>> September
>> 1629 karena serangan penyakit tersebut (sumber lain mengatakan bahwa
ia
>> dibunuh seorang tentara Mataram yang menyelinap masuk ke benteng). 
>> Tetapi,
>> perang bubar pada 7 Oktober 1629 seiring turunnya hujan pertama pada
masa
>> labuh. Tentara petani memaksa pulang ingin mengerjakan sawahnya.
>>
>> Begitulah, perang masa lalu tak bisa dilepaskan dari irama permusiman
di
>> darat dan pergantian arus laut di Laut Jawa. Strategi Sultan Agung
dari
>> Mataram untuk menyerang Belanda di Batavia sebenarnya cukup pelik dan 
>> berat
>> sebab harus selalu memperhitungkan kerumitan faktor alam. Fungsi iklim

>> dan
>> geomorfologi akan mempengaruhi kesuksesan perang. Dua faktor ini juga
>> mempengaruhi aktivitas manusia (khususnya) petani yang dijadikan
tentara.
>>
>> Pada masa rendheng (Desember-Maret) tak diadakan perang sebab
pertanian
>> padi basah sedang berlangsung, tak ada tenaga petani yang mau jadi 
>> tentara.
>> Pada mangsa mareng (April-Juni) sedang terjadi pengumpulan bahan
makanan
>> (panen). Pada mangsa katiga (Juli-September) baru diadakan penyerangan

>> yang
>> diakhiri pada awal mangsa labuh (Oktober-November).
>>
>> Salam,
>> awang
>>
>>
>>
>
>
>
>
> -- 
> http://tempe.wordpress.com/
> Telling the truth is important
> Telling the positive is better !!!
> 


--------------------------------------------------------------------------------
PIT IAGI KE-37 (BANDUNG)
* acara utama: 27-28 Agustus 2008
* penerimaan abstrak: kemarin2 s/d 30 April 2008
* pengumuman penerimaan abstrak: 15 Mei 2008
* batas akhir penerimaan makalah lengkap: 15 Juli 2008
* abstrak / makalah dikirimkan ke:
www.grdc.esdm.go.id/aplod
username: iagi2008
password: masukdanaplod

--------------------------------------------------------------------------------
PEMILU KETUA UMUM IAGI 2008-2011:
* pendaftaran calon ketua: 13 Pebruari - 6 Juni 2008
* penghitungan suara: waktu PIT IAGI Ke-37 di Bandung
AYO, CALONKAN DIRI ANDA SEKARANG JUGA!!!

-----------------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on
its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI and
its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect
damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or
profits, arising out of or in connection with the use of any information posted
on IAGI mailing list.
---------------------------------------------------------------------


      

Kirim email ke