Bang Laung,

IAGI segera siap2 utk mengadakan diskusi atau seminar. Mungkin ada usulan ttg 
waktu dari rekan2 di milis ini?

Salam,
Mohammad Syaiful
* handphone: +62-812-9372808
* business: msyai...@etti.co.id

-----Original Message-----
From: "Parlaungan Dalimunthe" <parlaunga...@gmail.com>

Date: Thu, 18 Dec 2008 09:50:04 
To: <iagi-net@iagi.or.id>
Subject: [iagi-net-l] UU pertambangan baru

Pada selasa 16 Desember 2008 Undang Undang Pertambangan Mineral dan Batubara
yang baru telah lahir menggantikan UU Pertambangan No.11-1967. Tidak ada
lagi Kontrak Karya, digantikan oleh sistem Izin yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Daerah/Pemerintah sesuai kewenangannya.

Seiring dengan anjloknya harga komoditas tambang ditengah resesi global ini
dan ditambah dengan berubahnya sistem perizinan dalam pertambangan mineral
dan batubara di Indonesia, maka tentu akan sangat berpengaruh terhadap
aktivitas eksplorasi, terutama oleh perusahaan multinasional di Indonesia.
Walaupun secara geologi Indonesia menempati rangking yang tinggi untuk
prospek mineral dan batubara akan tetapi secara bisnis masih menempati
rangking rendah dalam hal kepastian hukum.   Sederet kendala tersebut
mungkin akan menambah suram kegiatan eksplorasi di Indonesia di waktu yang
akan datang, yang pada ujungnya mengurangi kesempatan kerja mineral
exploration geologist.


*Era Kontrak Karya Berakhir*

*Pengelolaan Pertambangan Lewat Perizinan*



Jakarta, kompas - Setelah melalui pembahasan yang alot selama 3 tahun 7
bulan, DPR akhirnya menyetujui Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batu
Bara, Selasa (16/12). UU tersebut mengakhiri era kontrak karya dalam
pengelolaan pertambangan di Indonesia yang sudah berjalan selama 41 tahun.

UU baru ini menggantikan UU Pertambangan Nomor 11 Tahun 1967. Melalui UU
yang baru ini, pengusahaan pertambangan dilakukan melalui pemberian izin
oleh pemerintah.

Perubahan bentuk pengelolaan menjadi perizinan menjadi hal paling krusial
dalam perubahan aturan pertambangan. Sebagian besar fraksi di DPR
mengapresiasi karena dengan izin, posisi negara ada di atas perusahaan
pertambangan.

Kondisi ini yang tidak didapat dalam pola perjanjian kontrak karya.
Perusahaan pertambangan berada dalam posisi sejajar dengan negara. Perubahan
atas kontrak hanya dapat dilakukan dengan kesepakatan kedua pihak.

UU Mineral dan Batu Bara (Minerba) juga memperjelas desentralisasi
kewenangan pengelolaan pertambangan. Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota
juga diberi kewenangan untuk mengeluarkan izin pertambangan di wilayahnya.

* *

*Pertambangan rakyat*

UU Minerba juga mengakui kegiatan pertambangan rakyat dalam suatu wilayah
pertambangan. Hal krusial lainnya menyangkut upaya meningkatkan nilai tambah
dari bahan tambang dengan mewajibkan perusahaan tambang yang sudah
berproduksi untuk membangun pabrik pengolahan di dalam negeri.

Direktur Jenderal Mineral Batu Bara dan Panas Bumi Departemen Energi dan
Sumber Daya Mineral Bambang Setiawan mengakui, UU baru itu kemungkinan akan
mengubah rencana investasi perusahaan tambang yang semula berharap masih
bisa memperoleh bentuk pengelolaan kontrak karya.

Namun, ia menyatakan yakin secara keseluruhan UU baru ini tetap memberi
kepastian investasi. Pihaknya, harus segera menyelesaikan peraturan
pemerintah agar UU Minerba bisa segera diimplementasikan dan tidak terjadi
kevakuman.

Pembahasan RUU Minerba berjalan cukup alot terutama menyangkut isu bentuk
pengusahaan pertambangan dan aturan peralihan.

Semula selain bentuk izin, Fraksi Partai Golkar juga mengusulkan opsi
pengelolaan mirip kontrak karya dengan nama Perjanjian Usaha Pertambangan
(PUP).

Apabila PUP diakomodasi, pemerintah harus membentuk badan pengelola
pertambangan untuk mewakili pemerintah dalam melakukan perjanjian kontrak
dengan perusahaan.

Namun, sehari menjelang penutupan pembahasan di Panitia Khusus, pekan lalu,
Fraksi Partai Golkar akhirnya bersedia menarik usulan tersebut.

Adapun terkait isu aturan peralihan, sejak awal pemerintah berkeinginan agar
semua kontrak karya maupun perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu
bara (PKP2B) yang telah ada sebelum RUU pertambangan diajukan, tetap
dihormati.

Sementara F-PDIP dan F-PAN menginginkan semua kontrak karya dan PKP2B
mengikuti UU baru. Jalan tengah yang disepakati adalah adanya ketentuan
peralihan.

Namun, perbedaan pandangan atas ketentuan peralihan ini pula yang
menyebabkan persetujuan UU Minerba dalam sidang paripurna DPR kemarin
diwarnai walk out oleh anggota F-PAN dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa.

* *

*Ikut menolak*

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang dalam pandangan akhirnya semula
menyatakan setuju atas UU tersebut, akhirnya ikut menyatakan penolakan.

Pokok persoalan yang dipermasalahkan F-PAN dan F-PKB adalah ketentuan
peralihan yang diatur dalam Pasal 169 yang terdiri atas bagian a, b, dan c.

*Pasal 169 bagian a menyatakan Pada saat undang-undang ini mulai berlaku
maka kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara
yang telah ada sebelum berlakunya undang-undang ini tetap diberlakukan
sampai jangka waktu berakhirnya kontrak/perjanjian.*

F-PAN menilai pasal itu menunjukkan UU Minerba bersifat diskriminatif.
"Perusahaan-perusahaan baru dikenakan pembatasan yang sangat ketat,
sementara perusahaan lama yang sangat eksploitatif diberi insentif untuk
tetap melakukan kegiatan penambangan sampai masa kontrak berakhir," ujar
Wakil Sekretaris F-PAN Zulkifli Halim.

F-PAN terutama merujuk pada pelanggaran lingkungan yang dilakukan perusahaan
pemegang kontrak karya besar, seperti Freeport.

Anggota F-PAN, Dradjad Wibowo, mengatakan, Pasal 169 bagian a dapat
diinterpretasikan memberikan perlindungan kepada perusahaan kontrak karya
yang ada saat ini.

Interpretasi atas Pasal 169 a, kata Dradjad, bisa menyebabkan Pasal 169 b
menjadi mandul. Pasal 169 bagian b menyebutkan, *ketentuan yang tercantum
dalam pasal kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu
bara sebagaimana dimaksud pada huruf a disesuaikan selambat-lambatnya satu
tahun sejak undang-undang ini diundangkan, kecuali mengenai penerimaan
negara.*

F-PKS ikut menyatakan menolak setelah mendapati penjelasan Pasal 169b dalam
rancangan terakhir tidak masuk di dalam UU.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro menyatakan,
bagaimanapun juga posisi kontrak karya yang telah ada harus dihormati.
"Tetapi, mereka (perusahaan kontrak karya) juga akan mengikuti aturan-aturan
baru dalam kontrak karya," kata Purnomo.

Namun, ditanya apakah kewajiban mengikuti aturan itu berlaku otomatis atau
harus melalui pembicaraan dengan setiap perusahaan pemegang kontrak karya,
Purnomo mengatakan, masih akan dilihat lebih jauh. (DOT)

Kirim email ke