Pak Awang YTH.,

Menyimak apa yang pak Awang kemukakan tentang Bengkulu Basin ini, saya ingin 
mengajukan beberapa pertanyaan pak :

1. Bahwa Cekungan Bengkulu, Sibolga-Meulaboh, sekarang ini adalah fore-arc 
basin, dan dulu pernah ada kemungkinan tidak di lokasi tersebut dikarenakan 
pada Paleogene pernah menjadi bagian dari cekungan2 yang sekarang  berada di 
posisi back-arc basin (South Sumatra Basin, dan North Sumatra Basin). Kalo 
melihat subduction zone dan volcanic arc di Sumatera, rupa nya telah terjadi 
beberapa pergeseran, baik dari Late Carboniferous-Early Permian, Permian-Early 
Triassic, Cretaceous-Early Tertiary, Tertiary, Present (dalam Katili dan 
Hartono, 1983; Hylde dan Uyeda, 1983). Kemudian kalo dikorelasikan dengan 
distribusi dari continental blocks dan terranes di SE Asia, rupa nya Sumatera 
juga terdiri dari Raub-Bentong terranes (from Gondwanaland, Devonian), Woyla 
terranes (from Gondwanaland, Late Early Permian), Sikuleh and Natal (from 
Gondwanaland, Late Triassic-Late Jurassic) (dalam Metcalfe 1998). Bagaimanakah 
potensi HC pada umur2 Paleozoicum dan Mesozoicum
 tersebut ...?, mungkinkah juga ditemukan beberapa tipe basin yang mempunyai 
petroleum system yang berbeda dengan fore-arc basin....?

2. Kalau melihat korelasi tectonic-stratigraphy diantara cekungan2 Bengkulu, 
Sibolga, nampak nya terdapat beberapa kesamaan, misal untuk Bengkulu Basin dari 
source rock nya, yang diinterpretasikan dari Oligo-Miocene Calcareous Shales 
Seblat FM (TOC 0.5-2%, HI 150-380, T max 433-457) dan Middle Miocene 
Carbonaceous shales-subbitumineous coal-lignite Lemau FM (TOC 0.85-75%, HI 
300-400), berdasarkan sumur Arwana-1 estimasi oil window berada di 3645 m 
(dalam Yulihanto et al, 1995) , ...kalau dikorelasikan dengan Paleogene source 
rock di South Sumatra Basin di Early Synrift Eocene-Oligocene continental Lahat 
dan Lematang FM; dan juga Late synrift Late Oligocene-Early Miocene 
retro-regressive coal-coaly coals of Talang Akar FM (Noble et al), bagaimanakah 
korelasi paleogeography pada umur2 tersebut, dari source sediment yang samakah 
sediment2 source rock tersebut berasal, apakah ada perbedaan dari segi 
kuantitas, kualitas, dan maturity nya...?

3. Untuk reservoir pada umur Neogen, disebabkan ada nya penenggelaman di 
Bengkulu basin, dan juga di Mentawai-Sibolga basin (?), sebaliknya di South 
Sumatera basin sedang mengalami pengangkatan dan inversi, apakah berimplikasi 
pada tipe dan kualitas reservoir nya, baik carbonate maupun clastic nya...?

4. Kalau melihat peta pola struktur (Yulihanto & Sosrowidjoyo, 1996) dan 
Neogene paleogeography di South Sumatera Basin (Didit F., Aziz Rifai, Sinto Y., 
Asril kamal, RMI. Argakoesoemah, 2007), pola migrasi HC relative sudah bisa 
diinterpretasikan dengan jelas, dimana HC dari beberapa graben naik ke high2 
yang ada, misal HC dari Tabuan graben naik ke Iliran high, HC dari Jamakur 
graben naik ke palembang high, dsb.; .....bagaimanakah dengan pola2 pengisian 
HC di Bengkulu basin, mungkinkah misal HC dari Pagarjati graben juga mengisi ke 
Masmambang high, HC dari Kedurang-Manna graben mengisi ke Tanjung sakti high, 
dsb,...; kalau melihat peta konfigurasi strukktur, rupa nya pemboran sumur2 
yang ada misal Bengkulu X-1 dan X-2 (dibor tahun 1973) berada di daerah yang 
relatif tidak terlalu high (?), apakah ada dasar tertentu sehingga mengebor nya 
di tempat2 tersebut...?

5. Melihat hasil pemboran sumur Arwana-1X dan A-1X, dimana didapatkan oil show, 
dari hasil analisa apakah tipe source rock nya bisa dikorelasikan dengan misal 
dari Mentawai sub-basin ataukah berasal dari graben2 di Bengkulu basin...?

6. Untuk Sibolga-Nias Basin, hasil pemboran sumur Palambak-1 (Union Oil, 1973), 
Singkel-1 (Union Oil, 1973) yang berada di utara p. Nias, dan sumur Suma-1 (di 
timur P. Nias, Union Oil 1975) mendapatkan gas, dan juga di utara P. Simeulue, 
didapatkan gas dari sumur2 Keudapasi-1, Meulaboh-1, Meulaboh East 1 dan 2 
(Sibolga-Meulaboh Basin)..., yang mana gas didapatkan dari reservoir Middle 
Miocene Sibolga carbonate, ....diinterpretasikan gas nya adalah biogenik (?), 
bagaimanakah sebenarnya peluang untuk ditemukan nya gas termogenik maupun oil 
di wilayah ini, yang mana diperkirakan peak oil maturation berada di umur Late 
Miocene (10 Ma), ...selain itu apakah pernah ada rencana pemboran di sebelah 
selatan P. Nias dimana terdapat adanya Early Miocene carbonate Olodano FM, di 
timur P. Nias di daerah dimana terdapat outcrop Early Miocene-Early Pliocene 
Lahomie carbonate FM dan juga terdapat oil seeps (?)...?


Mohon pencerahan nya pak...

Terimakasih


Best Regards
Sigit Ari Prabowo



________________________________
From: Awang Satyana <awangsaty...@yahoo.com>
To: Geo Unpad <geo_un...@yahoogroups.com>
Cc: IAGI <iagi-net@iagi.or.id>; Forum HAGI <fo...@hagi.or.id>; Eksplorasi 
BPMIGAS <eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com>
Sent: Wednesday, March 18, 2009 4:32:14 AM
Subject: [iagi-net-l] Tanya Cekungan Bengkulu

Berikut diskusi saya atas pertanyaan seorang mahasiswa, barangkali ada gunanya 
untuk para mahasiswa lain anggota milis-milis ini.
 
salam,
awang
 
-----------------------
 
 
Cekungan Bengkulu adalah salah satu cekungan forearc di Indonesia. Cekungan 
forearc artinya cekungan yang berposisi di depan jalur volkanik (fore - arc; 
arc = jalur volkanik). Tetapi, kita menyebutnya demikian berdasarkan posisi 
geologinya saat ini. Apakah posisi tersebut sudah dari dulu begitu ? Belum 
tentu, dan inilah yang harus kita selidiki. Publikasi2 dari Howles (1986), 
Mulhadiono dan Asikin (1989), Hall et al. (1993) dan Yulihanto et al. (1995) 
-semuanya di proceedings IPA baik untuk dipelajari soal Bengkulu Basin.

 
Berdasarkan berbagai kajian geologi, disepakati bahwa Pegunungan Barisan (dalam 
hal ini adalah volcanic arc-nya) mulai naik di sebelah barat Sumatra pada 
Miosen Tengah. Pengaruhnya kepada Cekungan Bengkulu adalah bahwa sebelum Misoen 
Tengah berarti tidak ada forearc basin Bengkulu sebab pada saat itu arc-nya 
sendiri tidak ada.
 
Begitulah yang selama ini diyakini, yaitu bahwa pada sebelum Miosen Tengah, 
atau Paleogen, Cekungan Bengkulu masih merupakan bagian paling barat Cekungan 
Sumatera Selatan. Lalu pada periode setelah Miosen Tengah atau Neogen, setelah 
Pegunungan Barisan naik, Cekungan Bengkulu dipisahkan dari Cekungan Sumatera 
Selatan. Mulai saat itulah, Cekungan Bengkulu menjadi cekungan forearc dan 
Cekungan Sumatera Selatan menjadi cekungan backarc (belakang busur).
 
Sejarah penyatuan dan pemisahan Cekungan Bengkulu dari Cekungan Sumatera 
Selatan dapat dipelajari dari stratigrafi Paleogen dan Neogen kedua cekungan 
itu. Dapat diamati bahwa pada Paleogen stratigrafi kedua cekungan hampir sama. 
Keduanya mengembangkan sistem graben di beberapa tempat. Di Cekungan Bengkulu 
ada Graben Pagarjati, Graben Kedurang-Manna, Graben Ipuh (pada saat yang sama 
di Cekungan Sumatera Selatan saat itu ada graben2 Jambi, Palembang, Lematang, 
dan Kepahiang). Tetapi setelah Neogen, Cekungan Bengkulu masuk kepada cekungan 
yang lebih dalam daripada Cekungan Sumatera Selatan, dibuktikan oleh 
berkembangnya terumbu2 karbonat yang masif pada Miosen Atas yang hampir 
ekivalen secara umur dengan karbonat Parigi di Jawa Barat (para operator yang 
pernah bekerja di Bengkulu menyebutnya sebagai karbonat Parigi juga). Pada saat 
yang sama, di Cekungan Sumatera Selatan lebih banyak diendapkan sedimen-sedimen 
regresif  (Formasi Air Benakat/Lower Palembang
dan Muara Enim/Middle Palembang) karena cekungan sedang mengalami pengangkatan 
dan inversi.
 
Secara tektonik, mengapa terjadi perbedaan stratigrafi pada Neogen di Cekungan 
Bengkulu -yaitu Cekungan Bengkulu dalam fase penenggelaman sementara Cekungan 
Sumatera Selatan sedang terangkat. Karena pada Neogen, Cekungan Bengkulu 
menjadi diapit oleh dua sistem sesar besar yang memanjang di sebelah barat 
Sumatera, yaitu Sesar Sumatera (Semangko) di daratan dan Sesar Mentawai di 
wilayah offshore sedikit di sebelah timur pulau-pulau busur luar Sumatera 
(Simeulue-Enggano). Kedua sesar ini bersifat dextral. Perhatikan bahwa sifat 
pergeseran (slip) yang sama dari dua sesar mendatar yang berpasangan (couple 
strike-slip atau duplex) akan bersifat trans-tension atau membuka wilayah yang 
diapitnya. Dengan cara itulah semua cekungan forearc di sebelah barat Sumatera 
yang diapit dua sesar besar ini menjadi terbuka oleh sesar mendatar 
(trans-tension pull-apart opening) yang mengakibatkan cekungan2 ini tenggelam 
sehingga punya ruang untuk mengembangkan terumbu
karbonat Neogen yang masif asalkan tidak terlalu dalam.
 
Di cekungan2 forearc utara Bengkulu (Mentawai, Sibolga, Meulaboh) pun 
berkembang terumbu2 Neogen yang masif akibat pembukaan dan penenggelaman 
cekungan-cekungan ini. Dan, dalam dunia perminyakan terumbu2 inilah yang sejak 
akhir 1960-an telah menjadi target2 pemboran eksplorasi. Sayang sampai saat 
ini belum berhasil menemukan cadangan yang komersial, hanya menemukan gas 
biogenik dan oil show (lihat publikasi2 Dobson et al., 1998 dan Yulihanto, 2000 
- proceedings IPA untuk keterangan Mentawai dan Sibolga Basins).
 
Cekungan Bengkulu merupakan salah satu dari dua cekungan forearc di 
Indonesia yang paling banyak dikerjakan operator perminyakan (satunya lagi 
Cekungan Sibolga-Meulaboh). Meskipun belum berhasil menemukan minyak atau gas 
komersial, tidak berarti cekungan-cekungan ini tidak mengandung migas 
komersial. Sebab, target2 pemboran di wilayah ini (total sekitar 30 sumur) tak 
ada satu pun yang menembus target Paleogen dengan sistem graben-nya yag telah 
terbukti produktif di Cekungan-Cekungan Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan. 
 
Cekungan Bengkulu akan merupakan harapan pertama untuk penemuan minyak di 
sistem Paleogennya. Sumur terdalam di cekungan ini yang dibor oleh operator 
Fina pada tahun 1992 (Arwana-1) menemukan oil shows dan menembus sedimen 
Oligo-Miosen yang berkualitas baik sebagai batuan induk minyak. Kemudian, 
berdasarkan data sumur ini pula, dketahui bahwa termal cekungan ini panas 
(4,5-5 F/100 ft) sebuah anomali bagi "cool basin" -sebutan yang terkenal untuk 
cekungan2 forearc. Tentu hal ini baik bagi pematangan batuan induk dan generasi 
hidrokarbon. Sekuen syn-rift dan post-rift di cekungan ini belum tertembus, di 
situlah harapan akumulasi migas berada. Diperlukan data seismik yang lebih baik 
untuk target dalam dan diperlukan sumur2 dalam untuk menembus target2 Paleogen.
 
Demikian, sekilas ringkas pendapat saya, semoga cukup menjawab pertanyaan2 ---.
 
salam,
awang
 

--- On Tue, 3/17/09, -deleted - wrote:


-deleted
 










Selamat malam Pak Awang...

Maaf pak, saya email malam-malam seperti ini. Saya ingin bertanya tentang 
cekungan bengkulu. Cekungan bengkulu tersebut terbentuknya seperti apa ya pak? 
Seperti yang sudah saya baca pada paper tentang cekungan bengkulu sebelumnya, 
cekungan ini terbentuk pada dua fase, yaitu saat paleogen dan neogen. Tetapi, 
saya kurang jelas tentang keterbentukan cekungan ini. Terutama, seperti yang 
sudah saya baca, keterbentukan cekungan ini dipengaruhi oleh kondisi struktur 
sekitarnya. Penjelasan tentang struktur yang terjadi untuk membentuk cekungan 
ini, dari awal terbentuknya sampai seperti sekarang, seperti apa ya pak??
Terima kasih pak sebelumnya..

Best regards
--deleted


      

Kirim email ke