Yang hebat itu yang menciptakan faktor kebetulan ini ! wupst ! .... Pradox !
RDP "Langsung masuk ke TKP (Blog IAGI)" 2010/1/7 Awang Satyana <awangsaty...@yahoo.com> > Bumi yang penuh kehidupan tingkat kompleks itu sebuah takdir yang telah > diatur atau sekadar kebetulan saja ? > > Kemajuan penelitian-penelitian astronomi, kosmologi (mempelajari asal > muasal Alam Semesta), eksobiologi/astrobiologi (mempelajari kehidupan > ekstraterestrial atau kehidupan di luar Bumi) dan planetary geology > (mempelajari geologi planet-planet) serta semua publikasinya, menunjukkan > bahwa Bumi kita yang penuh kehidupan kompleks (kompleks di sini adalah > multisel dan memunculkan manusia seperti kita yang cerdas dan berteknologi) > itu adalah sesuatu yang unik, bukan yang umum, di Alam Semesta. Bagaimana > kehidupan kompleks itu bisa muncul di Bumi, dan kelihatannya sulit di tempat > lain, akan menunjukkan bahwa ia memang dirancang untuk bisa dihuni –artinya > suatu takdir yang telah diatur (destiny), bukan oleh suatu kebetulan belaka > (by chance). > > Siapa yang mengaturnya ? Orang beriman tentu tahu jawabannya. Dan, > kemajuan ilmu pengetahuan menunjukkan ke arah itu, secara ringkas dalam > suatu teori bernama “Rare Earth Theory” yang dipelopori oleh Peter Ward > (geologist dan paleontologist) dan Donald Brownlee (astronomer dan > astrobiologist) melalui buku mereka berjudul “Rare Earth : Why Complex Life > Is Uncommon in the Universe” (Springer Verlag, 2000). Dan hampir sepuluh > tahun setelah buku itu terbit, penelitian-penelitian astronomi, kosmologi, > eksobiologi/astrobiologi dan planetary geology makin menguatkan teori Rare > Earth. > > Sebuah DVD film dokumenter terbitan BBC (2008) dengan durasi tayang selama > empat jam (tepatnya 248 menit) berjudul “Earth : The Power of the Planet” > dengan narator Dr. Iain Stewart (geologist) baru selesai saya tonton. Dari > lima episode-nya, satu di antaranya dialokasikan untuk menerangkan tentang > apa itu teori Rare Earth. Dari film tersebut, diperdalam dengan > publikasi-publikasi terbaru yang berhubungan dengan Rare Earth, saya > ringkaskan di bawah ini untuk rekan-rekan semua. > > Rare Earth adalah suatu antitesis (kontra) terhadap teori lain yang lebih > dulu populer yang dipelopori oleh Carl Sagan bernama “mediocrity” atau > “Copernican principle”. Carl Sagan (alm.) adalah seorang astronomer dan > exobiologist terkenal yang banyak menulis buku yang laku di pasaran > (misalnya Cosmos –telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Yayasan > Obor Indonesia 1997 dengan kata pengantar oleh Prof. Bambang > Hidayat-astronomer paling senior di Indonesia, The Pale Blue Dot yang > dihiasi gambar-gambar dan foto-foto aduhai, Carl Sagan’s Universe yang > sedikit teknis, dll.). Buku-bukunya sering ditulis dengan kata-kata puitis, > sehingga nikmat dan ‘syahdu’ membacanya. Carl Sagan pun seorang selebritas > dan ilmuwan yang sering muncul di televisi dan dia dekat dengan para > penguasa Amerika Serikat. Maka, jutaan dollar US dialirkan Pemerintah AS > untuk mendanai penelitian-penelitian yang mengobsesi Carl Sagan : kehidupan > ekstraterestrial. > Carl Sagan meyakini bahwa di Alam Semesta banyak kehidupan. Ide-idenya > menjadi inspirasi film-film bertajuk ET (extra-terrestrial) –yang > mendominasi film-film fiksi ilmiah pada era 80-an. Secara ringkas, program > peneltian Carl Sagan dan timnya bernama SETI –search for extra-terrestrial > intelligence. Banyak radio-teleskop dengan diameter lebar didirikan di gurun > Arizona untuk menangkap sinyal-sinyal yang mungkin mambawa tanda-tanda > kehidupan dari luar Bumi. Film “Contact” yang berkaitan dengan ini dan > dibintangi oleh Jodie Foster adalah berdasarkan ide Carl Sagan tentang > kontak dengan ET. > > Namun demikian, meskipun telah lebih dari 20 tahun teleskop-teleskop radio > dengan piringan parabola lebar itu diarahkan ke segenap penjuru langit, tak > ada satu “beep” pun terbaca atau “terdengar” di layar monitor yang dipasang > 24 jam selama puluhan tahun itu. Harapannya, “beep” itu adalah salam pembuka > dari makhluk cerdas di luar Bumi (ETI) yang menyapa para manusia yang sangat > berharap disapa. “Kalau ETI itu suatu hal yang umum di Alam Semesta, > mengapa tak pernah ada kontak ?” Pertanyaan ini terkenal sebagai Fermi > paradox. “If the universe is teeming with aliens, where is everybody” (Webb, > 2002). Sampai Carl Sagan sendiri meninggal pada tahun 1996, belum ditemukan > tanda-tanda adanya kontak dengan ETI. Program SETI pun mulai dilecehkan > kebanyakan orang, bahkan sebuah iklan minuman memanfaatkan radio telescope > itu. Dua anak muda naik ke piringan parabola teleskop sambil minum minuman > bersoda. Lalu mereka berserdawa > “bluuurrrppp” yang segera tertangkap di layar monitor para astronom dan > menimbulkan kehebohan luar biasa di antara para peneliti sebab dikiranya ada > kontak dengan ETI, padahal itu suara gas dari perut si anak muda di atas > radio teleskop (huh...). Dana penelitian SETI pun otomatis berkurang dan > kurang populer lagi, apalagi pembela utamanya telah tiada. > > Apakah memang tak ada kehidupan lain yang kompleks (seperti di Bumi) di > luar Bumi, di Alam Semesta yang begitu luas itu ? Apakah Alam Semesta itu > hanya diciptakan untuk makhluk bernama manusia yang tinggal di sebuah planet > yang begitu kecil (‘pale blue dot’ –setitik kecil berwarna biru pucat kata > Carl Sagan) di Alam Semesta yang begitu luas ? Apakah ET bernama bangsa > Avatar seperti di film terbaru itu yang tinggal di planet bernama Pandora > suatu kemungkinan ? Ini adalah pertanyaan-pertanyaan klasik yang telah > puluhan tahun mengganggu keingintahuan para ilmuwan, tetapi sampai sekarang > pun kita tak tahu jawabannya. > > Teori Rare Earth atau tepatnya Hipotesis Rare Earth adalah suatu alternatif > pemikiran yang dikatakan oleh para pengembang, penganut dan pembelanya > sebagai solusi mengapa kita sampai sekarang tak berhasil mengadakan kontak > dengan ETI. Sebab, menurut hipotesis ini, kehidupan yang kompleks seperti di > Bumi yang pada puncaknya sekarang ini dapat melahirkan manusia yang > menggunakan teknologi, adalah sangat jarang (Rare). Bentuk kehidupan seperti > di Bumi ini jarang, langka di Alam Semesta, itulah pokok Rare Earth. > > Mengapa jarang ? Sebab bentuk kehidupan kompleks di Bumi ini muncul oleh > banyak peristiwa astronomi dan geologi sedemikian rupa yang sulit terjadi di > tempat lain. Serangkaian syarat-syarat itu adalah : (1) planet harus berada > di dalam galactic habitable zone, (2) bintang dan sistem planetnya punya > karakter tersendiri, (3) planet harus berada dalam circumstellar habitable > zone –zone layak kehidupan di sekeliling bintang, (4) ukuran planet harus > tepat, tak boleh terlalu kecil tak boleh terlalu besar, (5) planet harus > punya satelit yang besar yang bisa mengakibatkan planetnya mendukung > kehidupan, (6) planet harus mempunyai magnetosfer dan gerak tektonik > lempeng, (7) komposisi kimiawi listosfer harus mendukung kehidupan, (8) > planet harus memiliki atmosfer dan lautan, (9) planet harus punya peristiwa > katastrofik yang justru dapat memicu evolusi –‘evolutionary pumps’ seperti > glasiasi masif dan benturan benda langit seperti yang terjadi saat ledakan > jumlah spesies pada Cambrian explosion. Kemunculan makhluk cerdas seperti > manusia butuh syarat-syarat lainnya lagi –misalnya planet mengalami > peristiwa evolusi dalam jangka panjang. > > Syarat-syarat yang dikemukakan Ward dan Brownlee (2000) ini ditentang oleh > para pendukung “Common Earth” atau Carl Sagan’s Universe, misalnya David > Darling (2001) yang menulis buku “Life Everywhere : The Maverick Science of > Astrobiology” (Perseus Book) yang mengatakan bahwa Ward dan Brownlee hanya > mendaftarkan peristiwa-peristiwa bagaimana kehidupan di Bumi muncul, bukan > suatu hipotesis atau prediksi Rare Earth. Benarkah ? Mari kita lihat lebih > detail hipotesis Rare Earth itu. > > Rare Earth mengatakan bahwa sebagian besar Alam Semesta itu, termasuk > sebagian besar galaksi Bima Sakti kita tidak dapat mendukung bentuk > kehidupan yang kompleks (dead zones). Bagian galaksi yang bisa memunculkan > kehidupan kompleks adalah galactic habitable zone. Zona kehidupan ini > merupakan fungsi utama terhadap jarak dari pusat galaksi. Semakin jauh dari > pusat galaksi, maka metallicity (kandungan logam-logam, di luar hidrogen dan > helium) bintang-bintang semakin berkurang. Padahal logam-logam itu > diperlukan untuk membentuk rocky planets. Sinar X dan radiasi sinar gamma > dari lubang hitam di pusat galaksi dan bintang-bintang neutron di dekatnya > menjadi berkurang semakin menjauhi pusat galaksi. Radiasi sinar-sinar ini > berbahaya untuk suatu kehidupan yang kompleks. Maka wilayah-wilayah di > galaksi dengan kepadatan bintang yang tinggi dan banyak ledakan supernova, > bukanlah wilayah yang layak untuk kehidupan kompleks. Gangguan gravitasi > tehadap planet oleh > bintang-bintang akan semakin kecil bila kerapatan bintang semakin > berkurang. Maka semakin jauh planet dari pusat galaksi akan semakin kecil > kena hantaman benda langit berukuran besar. Sebuah impact yang cukup besar > dapat memusnahkan kehidupan kompleks di planet. Tetapi akan kita lihat bahwa > impact pun dibutuhkan sebagai pemicu evolusi kehidupan. > > Kehidupan kompleks memerlukan air dalam keadaan cair seperti di lautan dan > danau. Karenanya, planet harus berada pada jarak yang tepat dari bintangnya > (Goldilocks Principle, Hart-1979, “Habitable Zone around Main Sequence > Stars, Icarus, No. 37). Planet tidak boleh terlalu dekat atau terlalu jauh > terhadap bintangnya. Mengacu kepada Matahari dan Bumi, maka jarak yang aman > untuk zone kehidupan kompleks adalah pada indeks 0,95 – 1,15 SA (satuan > astronomi, 1 SA = jarak Matahari-Bumi = 150 juta km). Jarak habitable zone > ini pun berevolusi bergantung kepada tipe dan umur bintangnya. Pada saat > bintang dalam tahap/sekuen red giant (si raksasa merah) atau white dwarf > (bajang putih) jarak habitable zone-nya akan berlainan. Bintang yang tipenya > panas (bukan menengah seperti Matahari) biasanya berumur pendek, dan akan > menjadi red giant dalam waktu “hanya” 1 Ga (1 miyar tahun). Belajar dari > Bumi, periode 1 milyar tahun bukanlah waktu yang cukup untuk evolusi > sampai kepada makhluk seperti manusia (paling tidak perlu 3,5 Ga). Red > Giant pun bintang yang mengembang menjadi raksasa yang akan menelan > planet-planet di dekatnya, jelas tak akan mendukung kehidupan kompleks. Tipe > bintang yang cocok untuk mendukung kehidupan adalah bintang-bintang dari > kelas F7 – K1 (bintang-bintang dikelompokkan menjadi kelas O, B, A, F, G, K, > M –klasifikasi Morgan-Keenan dari yang paling panas sampai paling dingin). > Matahari kita kelas G. Dan di Bima Sakti hanya ada 9 % bintang kelas > Matahari (G). > > Planet yang mendukung kehidupan kompleks pun harus mempunyai planet > tetangganya yang lebih besar dan cukup jauh agar tak mengganggu > gravitasinya, tetapi cukup dekat sebagai tameng untuk menarik benda langit > yang akan menimbulkan impact terhadap planet pendukung kehidupan kompleks. > Contoh ideal dalam hal ini adalah planet Yupiter tetangga jauh Bumi setelah > Mars. Yupiter cukup jauh agar tak mengganggu gravitasi Bumi, tetapi ia masih > relatif dekat untuk membuat benda langit (bolides) yang akan menabrak Bumi > berbelok tertarik gravitasi Yupiter. Contoh kasus ini adalah saat komet > Shoemaker-Levy menghantam Yupiter pada tahun 1994, daripada menghantam Bumi. > Film dari BBC yang saya sebutkan di atas menunjukkan peristiwa benturan > komet besar kepada Yupiter ini, yang sampai sekarang meninggalkan bekas luka > di Yupiter. > > Planet pun tak boleh berukuran terlalu kecil sehingga gravitasinya tak > dapat menahan atmosfer. Sebab bila tak ada atmosfer, temperatur akan sangat > menurun dan tak akan ada lautan. Planet yang kecil pun cenderung punya > variasi topografi yang ekstrem. Inti planet akan mendingin dengan segera, > sehingga gerak fluida mantel dan tektonik lempeng tak akan bertahan lama > atau bahkan tak bisa terjadi. Membandingkan hal ini adalah Bumi dan Mars. > Mars lebih kecil daripada Bumi dan berdasarkan tinggalan-tinggalan di > permukaannya diyakini pernah ada air mengalir di Mars. Namun sekarang telah > lenyap akibat gravitasinya tak bisa menahan atmosfernya dan intinya pun > telah selesai bergerak, sehingga tak ada lagi gerak fluida di mantel dan > tektonik lempeng di litosfer. Mengapa Bumi lebih besar dari Mars ? > Digambarkan dalam film BBC bahwa dulu pada saat baru terbentuk, Bumi punya > saudara kembar bernama Theia. Antara Gaia (Bumi) dan Theia kemudian > berbenturan, membuat Bumi > bersumbu miring seperti sekarang, tetapi collision itu menyebabkan > accretion (seperti dalam tektonik lempeng juga) dalam hal Gaia bertambah > besar ukurannya karena ia “memakan” saudara kembarnya sendiri. Dengan > benturan itu, Bumi mempunyai gravitasi yang cukup untuk menahan atmosfer dan > punya inti yang tidak segera mendingin sehingga aktivitas mantel dan > litosfer tetap dinamik. Konsep Theia dikemukakan oleh Taylor (1998) dalam > buku berjudul “Destiny or Chance : Our Solar System and Its Place in the > Cosmos” (Cambridge Univ. Press). > > Planet dengan satelit yang besar (seperti Bumi dan Bulan) adalah juga suatu > anomali di dalam rocky planets. Bandingkan bahwa Merkurius dan Venus yang > sama-sama rocky planets seperti Bumi tak punya satelit, sementara Mars, > rocky planet lain tetangga sebelah Bumi, punya satelit, tetapi jauh lebih > kecil ukurannya dibandingkan Mars (satelit Phobos, mungkin ia hanya asteroid > yang tertangkap gravitasi Mars). Giant impact theory menurut Taylor (1998) > mengatakan bahwa Bulan berasal dari benturan antara Gaia dan Theia. Bulan > ini telah ikut menjaga stabilitas kemiringan Bumi agar tetap bersudut > sekitar 23 ½ deg. Bumi tak boleh terlalu miring atau terlalu tegak sebab ini > akan mengacaukan extreme seasonal variation yang tak akan menyebabkan > stimulus evolusi sebab chaotic. Bulan pun menyebabkan efek pasang air laut > di Bumi secara berkala yang sangat penting untuk evolusi spesies penghuni > lautan berpindah ke daratan. Tanpa Bulan, pasang karena Matahari akan sangat > lemah sehingga akan memperlambat sekali laju evolusi. > > Bulan punya efek pasang atas kerak Bumi. Ini akan membantu gerakan tektonik > lempeng. Bulan pun yang berasal dari Bumi menurut teori impact Theia telah > memicu gerak tektonik lempeng dengan cara membuat inhomogenitas litosfer. > Suatu dinamika mantel yang akan menggerakkan lempeng membutuhkan > inhomogeitas litosfer. Bulan yang terlempar dari Bumi dalam peristiwa impact > telah membuat seluruh litosfer di atas muka Bumi tidak disusun oleh kerak > kontinen. > > Planet pun untuk mendukung kehidupan yang kompleks harus mempunyai gerak > tektonik lempeng. Sebab evolusi kehidupan banyak dipengaruhi oleh sebaran > lautan dan benua di atas planet dan sebaran samudera serta benua seluruhnya > diatur oleh tektonik lempeng. Untuk itu, suatu planet harus mempunyai > komposisi kimia yang mengizinkan gerak tektonik lempeng, yaitu ia harus > mempunyai energi peluruhan radioaktif di intinya yang akan menghasilkan > panas yang akan menggerakkan mantel. Kerak benua planet pun harus granitik > agar ia sebagai lempeng dapat terapung di atas batuan oseanik yang basaltik > dengan densitas dan gravitasi yang lebih besar/berat. Subduksi dan pemekaran > dasar samudera yaitu dua pendorong gerak lempeng melalui ridge puh di MOR > (mid-oceanic ridge) dan slab pull di zona subduksi hanya akan terjadi oleh > gerak pelumasan air, dan di planet yang punya air dalam bentuk cairan di > samudera gerak tektonik lempeng terjadi dengan mudah, itulah Bumi. > > Begitulah yang terjadi di Bumi, sehingga kehidupan kompleks dalam bentuk > puncaknya yaitu manusia berteknologi bisa muncul – dibutuhkan sekian syarat > astronomi dan geologi yang tak mudah dipenuhi di tempat lain. Itulah Rare > Earth. > > Majalah National Geographic edisi Desember 2009 memuat artikel berjudul > “Mencari Bumi di Langit” (oleh Timothy Ferris, astronom) yang melaporkan > bahwa sampai saat ini telah ditemukan planet sebanyak 370 buah di luar Tata > Surya kita. Sebagian dari planet-planet itu berukuran hampir seperti Bumi > tulisnya. Sekitar 20 tahun cahaya dari Bumi kita ada empat planet yang > mengelilingi bintang bernama Gliese yang lebih redup daripada Matahari. > Diyakini bahwa planet Gliese 581 e berbatu dan massanya dua kali Bumi, > sementara planet Gliese 581 d mungkin dapat menyimpan air dalam bentuk cair. > > Akankah ada kehidupan kompleks dan cerdas di sana, di planet Gliese 581 d? > Kalau hanya mikroba atau protoplasma atau bahkan asam amino, itu tidak > menarik sebab Bumi mengembangkan manusia cerdas, bukan hanya mikroba. > Planet-planet tentu saja akan banyak di Alam Semesta ini dari milyaran > galaksi yang ada. Tetapi planet yang dapat mendukung kehidupan kompleks > seperti di Bumi, sama sekali bukan sesuatu yang mudah. Ada fungsi anomali > astronomi, ada fungsi anomali geologi, dan yang beriman mengatakan ada > Khalik yang menciptakan makhluk-makhluk itu. > > “Pada mulanya Allah menciptakan Langit dan Bumi....Berfirmanlah > Allah...Jadilah terang....Jadilah cakrawala...Jadilah lautan....Jadilah > tumbuhan ....Jadilah binatang-binatang di laut, binatang-binatang di udara, > binatang-binatang di darat, dan jadilah manusia, laki-laki dan perempuan > diciptakannya mereka...” (Kejadian 1 : 1-27). > > Bumi telah ditakdirkan-Nya untuk tempat kehidupan kompleks melalui berbagai > fungsi astronomi dan geologi. Mahakuasa Allah. Mari cintai Bumi yang > satu-satunya ini. > > Salam, > Awang > > > Yahoo! Toolbar kini dilengkapi Anti-Virus dan Anti-Adware gratis. > Download Yahoo! Toolbar sekarang. > http://id.toolbar.yahoo.com