Ada bacaan menarik dan ini merupakan yang pertama kali pemerintah memberikan 
pernyataan resmi tentang pentingnya situs arkeologi dasar laut / bawah air, 
yang mempunyai nilai ekonomi dan strategis, sehingga perlu ada aturan main, 
konteks ekonomi, konservasi, dan tata ruang nya sekalian. Dalam ranah geologi, 
hal ini menjadi sangat menarik dan menantang untuk memetakan saluran-saluran di 
dasar laut, termasuk mempelajari sedimen yang telah menimbunnya selama ini.

Akhir September 2009, saya berkesempatan ke Daik (ibukota kab.Lingga, Kep.Riau 
yang mempunyai pulau Singkep - Lingga dan pulau-pulau kecil di sekitarnya). 
Saya berkesempatan berkunjung ke Museum Kerajaan Lingga di Daik itu, dan 
melihat berbagai peninggalan kuno dari kerajaan Lingga-Riau (cikal bakal budaya 
Melayu), dimana Daik adalah cikal bakalnya kerajaan Melayu (versi orang 
Lingga), termasuk keramik / gerabah kuno yang pecah-pecah. Kata petugas di 
Museum tsb, gerabah / keramik kuno itu ditemukan oleh para nelayan di 
dasar-dasar perairan dangkal di sekitar perairan Singkep - Lingga. Kemudian, 
seorang pejabat Pemda tanya ke saya : tentang adakah aturan untuk perburuan dan 
kepemilikan dari harta karun dari kapal-kapal dagang yang tenggelam di perairan 
Singkep - Lingga? Hal ini karena, pejabat tsb pada awal kariernya (tahun 
1990an) pernah diajak ekspedisi menyelam oleh sebuah kapal mewah dari Jkt untuk 
mengumpulkan keramik/gerabah kuno dari kapal-kapal
 yang tenggelam di perairan Lingga, dan kemudian kapal itu menjual ke luar 
negeri. Nah, pertanyaan berikutnya : bagaimana aturan main tsb dan adakah data 
dari situs-situs dasar laut yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi tsb, koq 
terkesan belum ada aturannya. Lalu saya jawab : "bapak silahkan berkunjung ke 
Dept.Kelautan dan Perikanan terutama ke BRKP/ Badan Riset Kelautan dan 
Perikanan terutama pada Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Non-Hayati". 
Pengetahuan / informasi ini didasarkan dari buku yang saya koleksi 
"Identifikasi dan Inventarisasi Sumberdaya Arkeologi Laut di Kab. Pesisir 
Selatan, Sumbar" dan buku itu pemberian teman dari DKP, dimana salah satu 
bab-nya membahas tentang arkeologi dasar laut.

Kemudian akhir Maret 2010, lalu saat saya main ke Balikpapan ada sebuah toko 
jewelry di hotel mewah, yang memajang berbagai perhiasan dari emas dan perak 
dengan mata amethys, ruby, giok dan keramik kuno. Saya tertarik pada cincin 
perak dengan mata keramik kuno dan piringan keramik pecah yang disambung/ 
diikat dengan perak. Saya mau transaksi dengan cincin perak bermata potongan 
keramik kuno kurang dari 1 cm2, harganya sangat mahal sampai 3jt. Lalu saya 
tanya : apakah ada sertifikat bahwa keramik ini kuno? kemudian dikeluarkan 
sertifikat dari Arkeologi UI bahwa keramik ini kuno dan ditemukan dasar laut 
bagian barat Kalimantan. 

Dari pengalaman kecil itu, nampak bahwa perburuan keramik/gerabah-gerabah kuno 
yang tenggelam dalam kapal-kapal dagang saat VOC (istilahnya : BMKT : Benda 
berharga dari Muatan Kapal Tenggelam). Cerita-cerita sejarah perdagangan dan 
pelayaran di Nusantara itu juga digambarkan dalam buku : "Negara Maritim 
Nusantara : Jejak Sejarah yang Terhapus" (Nashrudin Anshory Ch dan Dri 
Arbaningsih, 2008) dan buku-buku karya Sejarahwan UI Andre B.Lapian yang banyak 
mengulas masalah pelayaran dan perdagangan selama VOC bisa menjadi rujukan yang 
menarik dan penting, kemudian diikuti dengan kajian data-data geologi dasar 
perairan di Indonesia Barat - Indonesia Timur (atau jalur Wallacea Area), 
sebagaimana data-data geologi kelautan ini banyak dihimpun oleh PPGL (Bdg), 
sehingga peta zonasi / jalur pusat-pusat situs / arkeologi bawah air menjadi 
nilai strategis dan ekonomis bagi negara / pemda yang mempunyai otoritas 12 
mill dari garis pasang terjauh. Daripada nanti ada
 kabar, "harta karun arkeologi bawah air di perairan.....dibawa lari oleh 
makelar...apalah namanya.....!" Bagaimana regulasi ini mengaturnya dan tentunya 
inter-disiplin assessment (termasuk kajian geologi kelautan) menjadi sangat 
penting dan strategis. Offshore indonesia dari sisi sumberdaya non-hayati tidak 
saja strategis bagi industri migas dan mineral dasar laut (yang belum 
dieksploitasi, kecuali di perairan bangka-belitung), juga potensi situs / 
arkeologi dasar laut yang mempunyai nilai komersial. Sehingga bisa dicari Lead 
dan Prospect pada situs-situs tsb di offshore Indonesia. 

salam berburu Lead dan Prospect yang lain...
agus hendratno

++


Indonesia Miliki 500 Situs Bawah Air
Selasa, 20 April 2010 | 08:19 WIB 
Kompas Images/Kristianto Purnomo 
Penggunjung menyaksikan buli-buli yang dipamerkan pada Pameran Benda
Muatan Kapal Tenggelam di Museum Seni Rupa dan Keramik, Jakarta, Selasa
(18/11). Pameran yang berlangsung hingga Jumat (28/11) mendatang,
merupakan bukti sejarah jaringan niaga pada abad ke-9 hingga 10 di
nusantara.


JAKARTA, KOMPAS.com — Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan 
Perserikatan
Bangsa-Bangsa atau UNESCO menyatakan, Indonesia memiliki sekitar 500
situs arkeologi bawah air. Adapun penelitian terhadap dokumen VOC ada
sekitar 274 situs bawah air.

Penelitian terhadap dokumen
Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) selesai dilakukan tahun 2004.
Adapun penelitian terhadap dokumen lain dari Belanda, Portugis, China,
dan negara lainnya tahun 2005, Indonesia memiliki sekitar 460 situs
arkeologi bawah air. Meskipun demikian, survei Panitia Nasional Benda
Berharga asal Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) tahun 2008 baru menemukan
tiga situs.

Ratusan kapal sejak abad ke-7 hingga abad ke-19
diduga tenggelam di perairan Indonesia dan barang-barang yang
diangkutnya menjadi benda cagar budaya (BCB). Walaupun dibolehkan,
pengangkatan BCB itu harus memenuhi kaidah-kaidah arkeologi.

Demikian
pokok pikiran yang mengemuka dalam perbincangan secara terpisah dengan
peneliti di Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Bambang Budi Utomo;
mantan Direktur Purbakala Ditjen Sejarah dan Purbakala Kementerian
Kebudayaan dan Pariwisata Nunus Supardi; Kepala Balai Arkeologi
Yogyakarta Siswanto; serta Direktur Peninggalan Bawah Air Direktorat
Sejarah dan Purbakala Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Surya
Helmi, Senin (19/4/2010).

Surya Helmi mengatakan, sejauh ini
Indonesia belum mempunyai peta persebaran BCB peninggalan bawah air.
Yang sudah ada, sejak tiga tahun lalu, perusahaan asal Portugis,
Arqueonantas Worldwide, sudah tiga tahun terakhir melakukan survei
arkeologis bawah laut, dengan sampel kawasan di perairan Bangka
Belitung. ”Kalau penelitian tuntas, Indonesia akan punya peta
persebaran BCB bawah laut,” ujar Helmi.

Nunus Supardi
mengatakan, Indonesia merupakan jalur pelayaran yang ramai sejak abad
ke-7. Pelayaran waktu itu menggunakan teknologi dan peralatan yang
sederhana sehingga sering terjadi kecelakaan kapal.

Beberapa
titik yang diduga banyak kapal tenggelam, kata Nunus, antara lain di
Karang Keliputan dan Pulau Buaya (Riau), Kepulauan Seribu (Jakarta),
Batu Hitam (Belitung), perairan Cirebon (Jawa Barat), Kalimantan Barat,
dan tempat lainnya.

Sesuai dengan prosedur

Surya
Helmi mengatakan, pengangkatan BCB di perairan Cirebon yang akan
dilelang, 5 Mei mendatang, sudah dilakukan dengan kaidah-kaidah
arkeologi.

Bambang Budi Utomo mengatakan, benda berharga asal
muatan kapal yang tenggelam bukan harta karun, melainkan benda cagar
budaya yang harus dilindungi.

Siswanto menambahkan, potensi
bawah laut Indonesia digali orang asing karena di Indonesia ahli
penelitian arkeologi bawah laut masih sedikit.

Menteri Kelautan
dan Perikanan Fadel Muhammad, yang juga Ketua Panitia Nasional
Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga asal Muatan Kapal
Tenggelam, mengatakan, rencana pelelangan barang-barang asal muatan
kapal tenggelam di perairan Cirebon sudah sesuai dengan prosedur.

”Kalau
BMKT dibiarkan tetap di bawah laut, masyarakat tidak akan mengetahui
dan melihat benda bernilai sejarah tinggi itu. Penempatan di bawah laut
juga tidak akan membawa manfaat bagi negara,” ujarnya. Fadel
menegaskan, proses perizinan dan lelang BMKT sudah sesuai dengan
prosedur. (NAL/LKT)





________________________________

> >
> --------------------------------------------------------------------------------
> > > PP-IAGI 2008-2011:
> > > ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id
> > > sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com
> > > * 2 sekretariat (Jkt & Bdg), 5 departemen, banyak biro...
> > >
> > >
> >
> --------------------------------------------------------------------------------
> > > Ayo siapkan diri....!!!!!
> > > Hadirilah PIT ke-39 IAGI, Senggigi, Lombok NTB, 29 November - 2
> Desember
> > > 2010
> > >
> > >
> >
> -----------------------------------------------------------------------------
> > > To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
> > > To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
> > > Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
> > > Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
> > > Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
> > > No. Rek: 123 0085005314
> > > Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
> > > Bank BCA KCP. Manara Mulia
> > > No. Rekening: 255-1088580
> > > A/n: Shinta Damayanti
> > > IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
> > > IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
> > > ---------------------------------------------------------------------
> > > DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information
> > posted
> > > on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event
> shall
> > > IAGI or its members be liable for any, including but not limited to
> > direct
> > > or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from
> > loss
> > > of use, data or profits, arising out of or in connection with the use
> of
> > any
> > > information posted on IAGI mailing list.
> > > ---------------------------------------------------------------------
> > >
> > >
> >
>



      

Kirim email ke