Pak Sugeng, Betul Pegunungan Himalaya sampai saat ini masih terus bertambah tingginya karena suatu gaya tektonik gayaberat/vertikal yang disebut "ekshumasi". Ada sebagian kerak kontinen India yang ikut menyusup di bawah Tibet karena terikat oleh kerak samudera di depannya saat subduksi pra-Eosen terjadi. Karena kerak kontinen lebih ringan, kerak ini tak bisa masuk mengikuti kerak samuderanya masuk ke dalam mantel. Sambungan antara kerak benua dan kerak samudera ini putus (break off). Sejak saat itu, kerak kontinen yang ikut menyusup ini melakukan 'ekshumasi', yaitu terangkat (kembali) ke atas karena densitasnya yang lebih ringan dibandingkan sekelilingnya. Naiknya kembali kerak kontinen ini menyebabkan Tibet terangkat, yang selanjutnya akan mengangkat Pegunungan Himalaya. Jaringan GPS yang disebar oleh beberapa lembaga penelitian di sini menemukan penambahan ketinggian Himalaya sekitar 15 mm/tahun.
Pegunungan Himalaya sesungguhnya adalah sebuah suture - sambungan, yaitu zone benturan antara India dan terrane dari Eurasia bernama sektor Tibet. Sebelum India membentur Tibet, di wilayah Himalaya ini adalah kerak samudera Tethys (Ceno-Tethys) yang lalu tertekan, terobduksi ke satu sisi, bahkan kemudian lepas dari kerak samudera induknya, sehingga jalur kerak samudera tertekan ini (baca: ofiolit) menjadi rootless alias tak punya akar seperti ditunjukkan oleh data gayaberat dan crustal architecture-nya. Sebagai batas kontinen maka di wilayah Himalaya ini diendapkan juga sedimen2 paparan dan lautdalam. Semua batuan ini, baik ofiolit, gamping paparan, dan silisiklastik lautdalam kini tertekan menjulang menjadi pegunungan paling tinggi di dunia di atas 8500 mdpl: Himalaya. Saat ini Himalaya bukan jalur gunungapi sebab ini adalah pegunungan benturan (bandingkan dengan Meratus di Kalimantan Selatan, dan Punggung Tengah Papua di Papua). Tetapi gejala magmatis berupa intrusi-intrusi tetap terjadi. Kalau mau mencari subduction-related volcanism ala Sumatra-Jawa, maka kita harus melacaknya sampai ke pra-Eosen, yaitu Mesozoic, saat subduksi kerak samudera di depan India masih menunjam di bawah Eurasia. Pegunungan-pegunungan yang Pak Sugeng sebutkan (a.l. Pegunungan-2 Ningjing Shan, Hengdun Shan -Shan = pegunungan) di Cina selatan, semuanya itu adalah pegunungan-pegunungan benturan juga (suture). Menurut teori terrane tectonics, kerak kontinen Eurasia itu dibangun oleh banyak blok terrane/mikrokontinen yang dulu saling terpisah kemudian sekarang bersatu melalui peristiwa tektonik. Jadi, pegunungan-pegunungan itu sebenarnya membatasi dua atau tiga terrane yang berbeda. Amalgamasi (bersatunya) terranes ini semuanya terjadi pada Mesozoic. Ketika extrusion tectonics terjadi mulai Eosen, beberapa jalur pegunungan yang sesungguhnya merupakan jalur lemah sambungan/suture ini kemudian tereaktivasi menjadi sesar2 mendatar besar seperti Karakorum Fault, Altyn Tagh Fault yang sering menjadi sarang episentrum gempa di wlayah Cina selatan dan barat. Kecuraman lembah sungai-sungai di pegunungan benturan ini sebagian besar disebabkan reaktivasi pegunungan ini menjadi zona-zona sesar mendatar yang master faultnya selalu vertikal dan membuat tebing sangat curam di bidang sesarnya. Tak mengherankan para pendekar kung fu di Tibet memanfaatkan alam ini untuk menempa dirinya... Stone Forest di Kunming iya itu adalah bentukan alam atas batugamping yang membentuk pinnacle yang luar biasa. Boleh dibandingkan dengan semua pinnacle Kais di Ayamaru, Kepala Burung Papua. Semoga jadi jalan2 Pak Sugeng dan bisa membagi ceritanya di sini. salam, Awang --- Pada Rab, 30/3/11, Sugeng Hartono <sugeng.hart...@petrochina.co.id<http://id.mc773.mail.yahoo.com/mc/compose?to=sugeng.hart...@petrochina.co.id>> menulis: > Dari: Sugeng Hartono > <sugeng.hart...@petrochina.co.id<http://id.mc773.mail.yahoo.com/mc/compose?to=sugeng.hart...@petrochina.co.id>> > Judul: Re: [iagi-net-l] Gempa Myanmar 24 Maret 2011 (7,0 Mw) dan SE Asia > Extrusion/Escape Tectonics > Kepada: > iagi-net@iagi.or.id<http://id.mc773.mail.yahoo.com/mc/compose?to=iagi-net@iagi.or.id>, > "Forum HAGI" > <fo...@hagi.or.id<http://id.mc773.mail.yahoo.com/mc/compose?to=fo...@hagi.or.id>>, > "Geo Unpad" > <geo_un...@yahoogroups.com<http://id.mc773.mail.yahoo.com/mc/compose?to=geo_un...@yahoogroups.com>>, > "Eksplorasi BPMIGAS" > <eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com<http://id.mc773.mail.yahoo.com/mc/compose?to=eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com>> > Tanggal: Rabu, 30 Maret, 2011, 9:45 AM > Pak Awang yang baik, > > Trimakasih atas artikel singkatnya yang menarik. > Bahwa sampai saat ini kerak India masih bergerak, dan > gunung Himalaya masih terus bertambah tinggi. Walaupun > gunung, tetapi Himalaya tidak mengeluarkan api atau lahar > seperti layaknya gunung-2 di negeri kita. Apakah ini dapat > dijelaskan bahwa Himalaya terbentuk karena gerak lempeng > tektonik? Ini perlu saya tanyakan sebab saya sekali-2 > mendongeng tentang geologi untuk "non geologist". > Kembali ke "extrusion tectonics", gerakan lateral suatu > kerak bumi, tentunya plateu Tibet akan berpengaruh ke arah > timur (pegunungan-2 Ningjing Shan, Hengdun Shan di China > selatan) sehingga terbentuk sungai-2 yang luar biasa dalam > tebingnya. National Geographic pernah menayangkan kehidupan > warga di sekitar sungai yang curam ini. Mereka, para petani > dan penduduk sudah biasa melintasi sungai (untuk ke ladang > atau berkunjung ke kerabat) dengan naik "cable car" yang > terbuat dari keranjang yang menggantung di tali baja. > Barang-2 bawaan, ternak (sapi juga) masuk ke dalam > keranjang, lalu ada seorang bapak yang bertugas sebagai > "pengemudi" menggerakkan cable car ini secara manual. > Sungguh pemberani mereka itu. > Tentang "Stone Forest" di sekitar kota Kunming yang > menjadi obyek wisata andalan, saya menduga ini singkapan > batu gamping. Apakah Pak Awang bisa menjelaskan ini? > Trimakasih. Kalau tidak ada perubahan, saya diajak untuk > dolan ke Kunming, lalu ke arah barat, kota Dali (4100 m), > dan terakhir ke arah utara ke kota Zhongdian (Shangrila). > Konon tempat ini merupakan "paradise" yang indah, pernah > ditulis sebagai novel Lost Horizon oleh penulis Inggris, > James Hiltan (1933). > > Salam, > sugeng