Danny,

Terima kasih atas penjelasannya yang panjang lebar.

Justru yang bikin saya pengin *crosscheck* ke Anda itu bahwa neng Clarke ini
bilang meskipun jaraknya jauh dan secara pengamatan permukaan pengaruhnya
lemah saja namun dia mengamati ada semacam "induksi" terhadap seismisitas
dan pembukaan system ventilasi di daerah yang jauh (magma, geyser, aku gak
tau dia sebutkan venting system MV atau gak, lupa).

Kesan saya, dia menekankan kata "jauh" ini untuk mengkontraskan dengan
perhitungan-perhitungan pga seperti yang Anda ilustrasikan. Yang saya ingin
tau apakah pengamatan Clarke ini valid, artinya tidak lebay. Menurut Anda
bgmn ?

Perhatikan di sini dia pakai istilah "induce", bukan "trigger". Anda tahu
gak apa bedanya antara dua istilah itu di dunia seismologi ?


Salam,

Sunu

2011/5/31 Danny Hilman Natawidjaja <danny.hil...@gmail.com>

>  Halo Kang Sunu,  Masih melototin geliatnya Si Lusi toh J
>
> Tadinya ingin baca- baca dulu makalah-makalah mereka sebelum
> mendiskusikannya.  Tapi okay lah kalau sekedar tinjauan umum.  Sebelumnya,
> saya kira perlu kita consider bahwa kalaupun LUSI itu tidak ada kaitannya
> dengan gempa Bantul tidak berarti bahwa kejadian ini bukan bencana alam.
> Menurut hemat saya, apabila sudah jelas bahwa tidak ada kesalahan dalam
> prosedur pemboran maka LUSI itu secara hukum bisa dianggap sebagai bencana
> alam (apapun penyebabnya) meskipun kejadian mud volcano ini barangkali
> memang benar dipicu oleh pemboran. Yang harus dijaga, kejadian ini tidak
> boleh terulang lagi dengan cara lebih memahami prosesnya dan barangkali ada
> prosedur pemboran yang harus diperbaiki atau ditambah (aspek mitigasi
> bencana alamnya).
>
>
>
> Fenomena yang dikemukakan Neng Amanda adalah hal biasa.  Waktu seminar Lusi
> di Borobudur duluu Si Jim Mori juga mempresentasikan hal sama tapi pake
> contoh dari Jepang.  Sebetulnya tidak perlu jauh-jauh cari contoh fenomena
> ini ke Amerika dan Jepang, di Indonesia juga banyak, khususnya di Sumatra
> karena saya lama meneliti di situ.  Jadi, adalah fenomena yang umum
> ditemukan bahwa suatu kejadian gempa dapat memicu aktifitas gempa/tektonik
> dan volkanik di sekitarnya, tidak perlu dibuktikan lagi.  Tapi yang penting
> untuk kita pahami adalah bahwa  “FENOMENA/PRINSIP” ini SAMA SEKALI BELUM
> MEMBUKTIKAN adanya keterkaitan antara gempa Jogya 2006 dengan peristiwa
> munculnya Mud Volcano di Porong,  Setahu saya dua pakar itu (Mori dan
> Clarke) sama-sama mengatakan bahwa mereka tidak bilang bahwa LUSI dipicu
> Gempa Bantul 2006, harus diteliti lebih lanjut dulu.
>
>
>
> Sebagai ilustrasi, contoh dari Sumatra: Gempa Aceh 2004 (Mw9.2) memicu
> Gempa Nias 2005 (Mw8.7).  Dua gempa besar ini juga memicu banyak gempa-gempa
> kecil di Patahan Sumatra.  Kemudian selanjutnya dua gempa ini juga bisa
> dibilang memicu gempa  Bengkulu 2007 (Mw8.4).  Demikian juga gempa Padang
> 2009 (Mw7.6) memicu Gempa di patahan Sumatra dekat Danau Kerinci (Mw6.6)
> yang berjarak sekitar 250km dari Padang setelah 12 jam kemudian.  Yang aneh,
> Segmen Megathrust Mentawai yang sebetulnya sudah stress banget kok masih
> diam saja digoyang gempa M>8 tiga kali, M>7 puluhan kali, dan M>6 ratusan
> kali....
>
> Gempa Liwa 1933 (M7.5) dalam 14 hari memicu letusan phreatic di Lembah Suoh
> karena Suoh ini memang persis diujung selatannya segmen patahan yang
> bergerak, yaitu di zona transtension.  Demikian juga Gempa Singkarak Maret
> 2007 (Mw6.4) memicu kenaikan aktifitas vulkanik Gunung Talang.
>
> NAMUN, tentu  jauh lebih banyak patahan-patahan dan gunung-gunung api YANG
> TIDAK TERPICU.
>
>
>
> Jadi, ada berbagai persyaratan yang harus dibuktikan bahwa pemicuan itu
> memang terjadi, tidak bisa main “copy – paste” saja.
>
> Beberapa parameter dan prinsip  dasarnya adalah:
>
> -          Seberapa besar gempanya
>
> -          Seberapa jauh jarak sumber gempa ke lokasi
>
> -          Suatu *gunung api hanya dapat dipicu* oleh gelombang gempa *apabila
> *gunung itu memang *sedang dalam fasa aktif* magmanya, tidak bisa
> sekonyong-konyong meletup-letup.
>
> -          Suatu *patahan hanya dapat dipicu untuk bergerak  apabila
> patahan itu memang termasuk patahan aktif dan kebetulan akumulasi
> stress/strainnya sudah cukup tinggi*.  Tentu *tidak bisa patahan yang
> sudah mati sekonyong-konyong bisa bergerak karena dipicu gempa*, emangnya
> ada gempa zombie J.  Dengan kata lain, istilah pemicuan gempa artinya
> hanya membuat akumulasi strain di suatu patahan menjadi terlepas (lebih
> cepat) karena digoyang  getaran gempa.
>
> -          Demikian juga dengan Mud Volcano.  Gempa atau gerakan tektonik
> sekalipun tidak bisa sekonyong-konyong memicu sebuah MV,kecuali kalau memang
> sudah ada ‘bahan’nya, artinya ada “lapisan very
> unstable-saturated-overpressure” yang bisa meledak kalo digoyang.  Mungkin
> analoginya adalah seperti peristiwa liquifaction yang banyak terjadi di
> wilayah gempa, hanya skala dan kedalamannya beda.
>
> Demikian ulasan prinsip-prinsip dasarnya.  Sekarang kita lebih fokus ke si
> LUSI.  Kita diskusikan dengan dialog saja deh biar enak.
>
>
>
> Q: Apakah Gempa Bantul  2006 (Mw6.4) dapat memicu kejadian Mud Volcano di
> Porong yang jauhnya sekitar 280 km?
>
> A: Gempa Bantul itu hanya menghasilkan getaran gempa sekitar 0.008g saja (~
> MMI I atau II) .  Sedangkan sudah banyak gempa-gempa yang lebih besar/dekat
> di sekitar Porong yang mmberikan getaran gempa jauh lebih besar, seperti
> terlihat pada data di  tabel yang saya buat di bawah.  Bahkan menurut
> catatan sejarah pernah terjadi gempa besar pada tahun 1850-an yang
> memberikan intensitas gempa di wilayah ini mencapai MMI VII.  Jadi, kalau
> gempa Bantul 2006 ini dianggap dapat memicu MV porong kenapa sebelumnya yang
> malah tiga kali lipat lebih besar tidak memicu?
>
>
>
> 1867 – Mw>6.4 - Gempa Bantul (Patahan Opak) – jarak= 276km ,   pga di
> Porong > 0.008 g
>
> 1937 – Mw=7.2 - Gempa Zona Subduksi – Selatan Jatim – Jarak= 250km,   pga
> di Porong = 0.03 g
>
> 1967 – Mw>6.8 - Gempa Zona Subduks – Selatan Jatim – jarak= 150km,   pga di
> Porong = 0.03 g
>
> 1977 – Mw=8.1 - Gempa NormalFault-Selatan Lombok – jarak= 632km   , pga di
> Porong = 0.03 g
>
> 1994—Mw=7.8- Gempa Zona Subduksi di Selatan Jatim – Jarak= 300km, pga di
> Porong= 0.03 g
>
> 2006 – Mw=6.4 - Gempa Bantul (Patahan Opak) –jarak= 276km   , pga di Porong
> = 0.008 g
>
> Catatan:  0.03 g ~ MMI V,  0.01 g ~MMI III, pga = peak ground acceleration
>
>
>
> Q: Bagaimana kalau misalnya saat gempa Bantul terjadi kebetulan si LUSI ini
> “lagi horny-horny”nya sehingga disentuh dikit langsung ‘orgasme’ hayoo?
>
> A: O..walah, jangan porno ah, maksudnya ibarat orang yang dibawa ke bibir
> jurang sehingga dengan sentuhan sangat halus sekalipun bisa limbung terus
> jatuh juga ya? J.  Pertanyaannya apakah ada proses alam yang dalam kurun
> waktu 12 tahun (sejak 1994) bisa membawa LUSI ke tahap very very fragile,
> ataukah lebih masuk akal kalau ada intervensi non-alamiah (baca: pemboran)
> yang membawanya si LUSI ini menjadi siap orgasme?...eeeh ikut-ikutan porno
> nih.
>
>
>
> Q: Tapi kata orang bukan cuma goyangan gempa yang memicu LUSI tapi goyangan
> itu membuat“REAKTIFASI” Sesar (Watukosek) terus gerakannya bikin si LUSI
> engga tahan  gitu lho?
>
> A:  Ente pantang nyerah rupanya ya.  Tuh liat si Amanda yang nyebar gossip
> aja mesem-mesem denger omongan ente yang napsu gitu J  Gini ya, buang itu
> istilah REAKTIFASI,  Engga laku di sini.  Reaktifasi itu terjadi apabila
> sesar yang sudah lama mati karena posisinya sudah engga sesuai dengan medan
> tektoniknya kemudian setelah pergerakan tektonik selanjutnya selama
> berjuta-juta tahun patahan tersebut kembali ke posisi tertentu yang
> “favourable” lagi dengan tatanan tektonik yang berlaku sehingga menjadi
> aktif lagi.  Kita engga ngomong perubahan tatanan tektonik atau proses
> jutaan tahun di sini.
>
> Q: Okay deh, maksud saya *apakah gempa Bantul* *itu bisa memicu Sesar
> Watukosek*  dan apakah kemudian gerakan si Watukosek ini bisa  *memicu
> LUSI*?
>
> A:  Weleh-weleh, bener-bener  ya...., ini namanya hipotesa berdasarkan
> ‘asumsi di atas asumsi’.  Saya tanya balik deh mendingan:
>
> -          Apakah SesarWatukosek itu sudah terpetakan dengan baik? Kalau
> emang iya ada, apakah termasuk sesar aktif? Kalau jawabannya “belum ada
> bukti keaktifannya” maka hipotesa ini gugur sampai di sini saja (sorry-sorry
> Jack!).  Susah kalau membuat hipotesa berdasarkan asumsi yang belum jelas.
> Okay lah, kita lanjutkan berandai-andai. Kalau ternyata nanti ada yang bisa
> membuktikan bahwa Si Watukosek ini aktif, inipun belum selesai,  kita masih
> harus membuktikan bahwa Watukosek itu memang terpicu oleh gempa Bantul.
> Terus kita andaikan lagi,  kalau ternyata nanti ada juga orang yang bisa
> buktikan bahwa si Watukosek ini memang terpicu dan bergerak di diantara
> kejadian Gempa Bantul dan Semburan LUSI, inipun  belum juga cukup buktinya.
> Orang masih harus membuktikan bahwa gerakan si Watukosek ini  dapat membuat
> si LUSI muntah (catatan: belum ada contoh kasusnya)....  Naaah  jadi panjang
> kan PR-nya.   Makanya bikin hipotesa jangan yang aneh-aneh...bikin repot
> sendiri....
>
>
>
> Q :  Tapi kata Pak Awang ada yang menemukan ‘gejala-gejala’ di sepanjang
> kelurusan yang diduga adalah Sesar Watukosek, gimana tuh?
>
> A :  He he he, salut deh atas semangatnya J  Tapi kata ADB dirinci dulu
> gejala-nya apa,  terus kronologisnya gimana.  Jangan-jangan gejala yang
> dimaksud cuma liat ada lumpur-lumpur yang menyembur-nyembur keluar
> disepanjang kelurusan yang dimaksud.  Kalau itu sih belum jadi bukti bahwa
> Sesar Watukosek aktif dan bergerak, bisa saja cuman lumpurnya aja yang bocor
> ke sepanjang ‘kelurusan’ yang diduga jalur sesar itu, iya toh?
>
>
>
> Q:  Wuahh, tambah pusing nih.  Jadi fakta apa yang harus dicari untuk
> membuktikan Sesar Watukosek itu aktif?
>
> A:  Keaktifan Sesar itu bisa dikenali dengan meneliti bentang alam (yang
> khas-morpho-tektonik) disepanjang jalurnya akibat pergerakan yang terjadi.
> Atau  dari seismisitas-nya yang terekam di jaringan alat seismik.  Atau bisa
> dari sejarah pernah ada gempa (besar) di sepanjang jalurnya.  Atau bisa dari
> data pre-historic gempa kalau sudah dilakukan penelitian paleoseismologi di
> situ.  Kemudian kita bisa juga mendeteksi langsung pergerakannya dengan
> metoda pengukuran GPS geodesi.
>
>
>
> Q: Kalau untuk membuktikan bahwa Sesar watukosek itu terpicu dan bergerak
> diantara Gempa bantul dan Semburan LUSI bagaimana?
>
> A:  Bukti yang “straight forward” ada dua: 1. Ada data rekaman gempa yang
> terjadi di Sesar Watukosek (gempa itu terjadi karena gerakan deformasi
> elastik pada sesar), 2. Bukti  ada “fault displacement” di Watukosek, bisa
> berupa ditemukan “offset” atau bukti pergerakan dari rekaman jaringan GPS
> atau dari analisis In-SAR (memakai data image satelit).
>
>
>
> Q:  Capek juga ya jadi peneliti ...  Untung saya praktisi bukan peneliti,
> jadi bisa ngomong nyeplos aja engga harus mikir susah-susah gitu J  Ok.
> jadi sekarang masalah si LUSI ini bagusnya diapain ya?
>
> A:  Nah, seperti yang dibilang  ADB, Pak Kusumah, Pak Kendar, dan
> kawan-kawan lain, yang urgent adalah bagaimana mencari solusi  masalah untuk
> kepentingan orang banyak sekarang dan ke depan, termasuk memperkirakan
> sampai kapan si LUSI ini bakalan orgasme terus dan apa dampaknya serta
> bagaimana mengatasinya.   Tentu masalah proses dan penyebab si LUSI
> menggeliat ini baiknya terus diteliti, tapi bukan untuk berpolemik cari
> siapa yang salah, melainkan supaya kita jadi lebih mengerti tentang fenomena
> ini sehingga akan lebih waspada dan tidak terulang lagi kejadiannya...
> setuju?
>
>
>
> Q: Jadi, mungkin ya ada sesar aktif di wilayah Porong  ini?
>
> A: Ha ha ha, iya mungkin.  Wilayah ini kan ada di ZONA LIPATAN KENDENG,
> sedangkan dari Peta Geologi kelihatannya lipatan ini MENDEFORMASI LAPISAN
> KUARTER tuh.  Bahkan ada indikasi di bawah struktur lipatan-lipatan ini ada
> sesar-sesar anjaknya.  Jadi Jalur Kendeng ini struktur geologi yang POTENSI
> AKTIF.  Harus diteliti apakah struktur Kendeng ini juga mendeformasi sedimen
> Holosen dan Resen atau tidak?  Kalau benar, ya disebut  aktif.  Terus
> mungkin bisa juga dilakukan pengukuran GPS dan studi paloseismologi, dll
> untuk mengkaji lebih jauh
>
> Q: Terus kalau ternyata KENDENG ini aktif jadinya gimana?
>
> A: Jadinya bukan hanya masalah LUSI tapi berarti juga di bawah Kota
> Surabaya yang persis di ujung Timur Jalur ini  bisa terdapat  “active blind
> thrusts”... Kemudian kalau melihat panjang Jalur Kendeng yang mencapai
> seratus kilometer lebih panjangnya berarti potensi gempanya juga besaar....
>
> Q: Wuaduuh... Kok malah jadi nakut-nakutin nih!  Masalah ancaman gempa
> besar untuk Kota Jakarta belum selesai sudah bikin isyu baru di Surabaya...
> gimana seeh.  Gimana kalau benar-benar terjadi gempa besar ,  nanti “sudah
> jatuh ketimpa tangga” dong
>
> A:  Makanya kalo jatuh cepet bangun dan lebih siaga, jangan uyek-uyekan
> terus di situ J
>
>
>
> Sekian dulu....Apabila rekan-rekan punya data-data yang lebih konkrit
> silahkan dibuka supaya dialognya bisa berlanjut dan lebih Mak Nyus.
>
>
>
> Wassalam
>
> DHN
>
>
>
> *From:* Sunu Praptono [mailto:sunu.prapt...@gmail.com]
> *Sent:* Tuesday, May 31, 2011 2:02 PM
> *To:* iagi-net@iagi.or.id
> *Subject:* Re: [iagi-net-l] To Danny Hilman : Mampukah gempa Yogya memicu
> Lusi ?(was Re: [iagi-net-l] Andang Protes)
>
>
>
> Kayaknya pendekatan Pak LL ini yang menghasilkan kesimpulan bahwa gempa
> Yogya "terlalu kecil" untuk mengetarkan Lusi pada peneliti terdahulu yang
> dikutip Tingay. Tapi ga pa-pa dibahas di sini untuk penambahan pengetahuan
> kita bersama. Maaf mungkin forumnya juga lebih cocok di HAGI ya, akan lebih
> banyak yang nyamber topik ini.
>
> Dalam presentasinya Amanda membandingkan sederetan kejadian gempa dan
> aktivasi venting system di Amrik sana yang dirangkum oleh Pak AHS, yang
> diinduksi oleh gempa relatif besar pada jarak yang lebih jauh dari pada
> Lusi-Bantul. Juga dia menyoroti deretan waktu kejadian antara gempa Bantul,
> erupsi merapi, Lusi dan erupsi Semeru dan menyoroti kemiripan kedua
> sirkumstansi itu.
>
> Sebenarnya yang saya ingin dari Pak DHN adalah komentar seberapa benar
> analisa Clarke dan data yang dia ungkapkan apakah valid atau tidak, dan
> apakah pendapat itu hanya milik Clarke seorang atau memang sudah menjadi
> pendapat umum di antara para ustad gempa di sana.
>
> Salam,
>
> Sunu.
>
>
>  2011/5/31 Leonard Lisapaly <llisap...@fugro-jason.com>
>
> Ok, thanks. Nanti saya lihat.
>
>
>
> LL
>
>
>  ------------------------------
>
> *From:* Rovicky Dwi Putrohari [mailto:rovi...@gmail.com]
> *Sent:* Tuesday, May 31, 2011 1:23 PM
>
>
> *To:* iagi-net@iagi.or.id
>
> *Subject:* Re: [iagi-net-l] To Danny Hilman : Mampukah gempa Yogya memicu
> Lusi ?(was Re: [iagi-net-l] Andang Protes)
>
>
>
> 2011/5/31 Leonard Lisapaly <llisap...@fugro-jason.com>
>
>  Ada yang punya fault plane solution-nya gempa di Yogya yang diduga
> menjadi pemicu?
>
>
>
> Saya bisa run quick ray tracing untuk memodelkan bahwa pengaruh gempa bisa
> mencapai Sidoardjo.
>
>
>
> LL
>
>
>
> Fault planenya ada bermacam-macam Pak Leo.
> Sudah saya dokumentasikan paling tidak ada 8 jenis fault yang mirip maupun
> berbeda-beda ... hayoook !
> silahkan disimak ada di dua tulisan sini :
> 1. Patahan Opak Yang 
> Unik<http://rovicky.wordpress.com/2010/08/22/patahan-opak-yang-unik/>
>
> *2. Patahan Opak Yang Unik – 2 (Yang mana penyebab gempa 
> itu?)<http://rovicky.wordpress.com/2010/08/22/2010/08/25/patahan-opak-yang-unik-2-yang-mana-penyebab-gempa-itu/>
> *
>
> Tapi jelas bukan saya yang mesti nganalisa, lah aku ntar didamprat sama
> para "ahli"-nya
>
> RDP
>
>
>

Kirim email ke