Minarwan dan rekan2, 

Masih dalam suasana Iedul Fitri, mohon maaf lahir dan batin kepada semua rekan 
milis.

Terima kasih atas ulasan/komentar detail Minarwan atas hal ini, semoga dapat 
menambah pengetahuan kita bersama. 

Saya tak berhasil mengakses publikasi Kevin Bohacs et al (2005) yang Minarwan 
cantumkan URL-nya. Kalau Minarwan punya file-nya dan tak merepotkan, senang 
sekali bila saya dapat memperoleh full article-nya.

Faktor organic dilution yang berhubungan juga dengan rate of sedimentation 
(yang kemudian saya hubungkan dalam diskusi ini dengan rate of rifting, beta 
factor dll.) hanyalah satu variabel penentu kekayaan organik batuan induk. Yang 
lainnya adalah kondisi oksigenasi (oksidasi dan reduksi, secara sederhana 
lingkungan oksidasi/oxic akan merusak organik, lingkungan reduksi/anoxic akan 
mengawetkan organik). Variabel lain adalah tipe organic material yang 
diendapkan. dari ketiga variabel utama itu, masalah oksigenasi-lah yang 
terpenting. Bila sedimen calon batuan induk diendapkan di lingkungan terbuka, 
yang sirkulasinya sehat, yang banyak oksigenasinya, maka kelak kondisi batuan 
induknya tak akan sebaik yang diendapkan di lingkungn setengah tertutup atau 
tertutup seperti laguna, silled basin, dsb.

Kembali ke masalah dilution organic dan rate of sedimentation,  yang saya acu 
dari penyelidikan Johnson Ibach (1982, dalam Selley, 1985 -Essentials of 
Petroleum Geology), Ibach menyusun tesisnya itu berdasarkan semua cores yang 
diperoleh dari Deep Sea Drilling Project seluruh dunia yang berumur dari 
Jurassic-Recent. Ibach berpendapat bahwa setiap tipe sedimen (shale, 
calcareous, siliceous) ternyata punya optimum sedimentation rate untuk maximum 
preservation of organic matter. Menurut Ibach, itulah angka optimumnya, seperti 
yang saya tulis sebelumnya: kekayaan organik akan tercapai maksimum pada 14 
m/my untuk sedimen gampingan, 21 m/my untuk sedimen silikaan, dan 40 m/my untuk 
sedimen black shale.

Yang ditulis Minarwan saya sepakat bahwa hal di atas sebenarnya sesuatu yang 
kompleks sehingga angka-angka di atas tentu tak mutlak, lebih-lebih lagi kan 
juga ada peneliti2 lain yang berpendapat berbeda seperti yang Minarwan kutip. 
Kalau kita memandang secara 3-D pun pasokan sedimen dari berbagai arah kemudian 
arah datangnya marine incursion dari berbagai arah pun, bisa berpengaruh kepada 
faktor dilution of organics.

Untuk kasus Makassar Strait, bagian utara dan selatan, yang saya pikirkan 
adalah persis seperti yang Minarwan tulis, yaitu, 

"Skenario alternatif bisa seperti demikian: rifting membuka dari utara dan 
marine inundation lebih duluan tiba ke Makassar Utara, lalu secara kebetulan 
sejak awal cekungan Makassar Utara ini posisinya sudah distal, dekat dengan 
laut lepas; kemudian rifting terus merambat ke selatan, eh ternyata menjelang 
akhir fase rifting, Makassar Utara sudah kadung menjadi lautan lepas, kemudian 
ke arah selatan ada transisi dari laut ke darat dan lebih ke selatan lagi, kita 
mendapatkan lacustrine depositional setting."

Satu hal lain adalah, melihat dimensinya saja; beta faktor Makassar Strait 
utara pasti lebih besar daripada faktor Makassar Strait selatan. Juga bagian 
tengah Makassar Strait utara lebih mudah menjadi distal dan berlingkungan laut 
terbuka sebagai imbas dari lengan selatan spreading Celebes Sea, kondisi 
seperti ini akan merugikan kekayaan organiknya. Hal ini berbeda cukup 
signifikan dengan Makassar Strait sebelah selatan. Debris organik di deepwater 
sediments seperti yang menjadi sources lapangan2 laut dalam di Mahakam 
deepwater di Makassar Strait utara mungkin hanya melimpah di satu sisi (sisi 
Kalimantan), untuk di sisi satunya lagi (Sulawesi) harus kita pertanyakan sebab 
saat Delta Mahakam mencapai kondisi terbaiknya di Kalimantan pada 
Miosen-Pliosen; saat yang sama di Sulawesi didominasi sedimen volkaniklastik 
Camba. Kekayaan organik delta dan volkaniklastik tentu berlainan. Akibatnya, 
kalau provenance-nya sudah miskin organik, bagaimana kita bisa
 mengharapkan produk erosinya kaya organik?

Beberapa sumur yang sudah dibor beberapa company di West Sulawesi offshore 
membuat kita mesti lebih detail menganalisis kemungkinan keberadaan source 
rocks yang bagus di wilayah ini -- yang menjadi diskusi kita. Kegagalan sumur2 
itu, menurut hemat saya, bukan pada masalah trap, reservoir, atau sealing; 
tetapi pada source presence, kekayaannya dan time of HC generation. Sampai saat 
ini, dalam pengamatan saya, belum ada company yang menganalisis masalah rate of 
rifting, rate of sedimentation, dan kekayaan organik di wilayah ini, juga 
melakukan pemodelan source facies-nya, padahal, kelihatannya di situ ada 
masalah besar. Sayang, saya juga baru bisa mengulasnya secara kualitatif, tak 
kuantitatif seperti yang diharapkan.

Adang-Paternoster Fault, saya yakin ia merupakan tranverse zone yang membatasi 
dua rift system, North Makassar dan South Makassar basins.

salam,
Awang

--- Pada Ming, 28/8/11, MINARWAN <minarw...@gmail.com> menulis:

> Dari: MINARWAN <minarw...@gmail.com>
> Judul: Re: [iagi-net-l] Rate of Rifting & Organic Richness: Makassar Straits 
> Case
> Kepada: iagi-net@iagi.or.id, geologi...@googlegroups.com
> Tanggal: Minggu, 28 Agustus, 2011, 11:28 PM
> Pak Awang & Anggota milis yth,
> 
> Mumpung hampir Idul Fitri, saya ucapkan Selamat merayakan
> Idul Fitri,
> mohon maaf lahir dan bathin kepada rekan-rekan yang akan
> merayakan
> Idul Fitri 2 hari lagi.
> 
> Pak Awang, terima kasih banyak atas pencerahannya.
> Diskusinya saya
> perpanjang sedikit lagi.
> 
> Bohacs et al (2005) membahas panjang lebar tentang
> produksi, destruksi
> dan (dilution) batuan induk. Makalah ini dapat diambil dari
> link
> berikut kalau seandainya ada yang berminat:
> http://www.geology.wisc.edu/~carroll/publications/pdf/Bohacs%20et%20al.,%202005.pdf
> 
> Saya sependapat dengan poin Pak Awang tentang perlunya
> sedimentation
> rate/burial rate yang optimum agar batuan induk dapat
> terawetkan.
> Namun, mengenai threshold-nya, kelihatannya belum ada
> kesepakatan atas
> threshold optimum rate ini di antara beberapa peneliti.
> 
> Ibach (1982) mungkin menyatakan 21 m/my, tetapi kita tahu
> bahwa dalam
> waktu 1 juta tahun atau beberapa ribu tahun saja,
> sedimentasi tidak
> berlangsung secara konstan dan kontinyu, ada proses erosi
> dan saat
> hiatus serta tidak hanya melibatkan material klastik.
> Variasi
> sedimentation rate dan burial efficiency bisa terjadi dalam
> kurun
> waktu yang lebih pendek. Kita tidak tahu pasti, apakah
> preservasi
> batuan induk lebih dikontrol oleh proses sedimentasi dalam
> kurun waktu
> ribuan tahun atau memang dalam jutaan tahun.
> 
> Berkenaan dengan efek sedimentation rate pada TOC, ada
> periset yang
> lebih suka menggunakan threshold 60 cm/ky (Betts dan
> Holland 1991).
> Angka ini saya kutip dari makalah yang saya cantumkan di
> atas. Di
> makalah tersebut, dikatakan pula bahwa dilution dapat juga
> terjadi
> secara biogenik (pembentukan silika dan karbonat).
> 
> Jika kita mengasumsikan data threshold dari Ibach (1982)
> atau Betts
> dan Holland (1991) dapat kita jadikan patokan, perlu kita
> pikirkan
> metode yang pas untuk melakukan perhitungan sedimentation
> rate di
> cekungan baru tanpa data umur yang memadai. Kemudian
> berhubung
> sedimentasi di sebuah depresi terjadi secara 3 dimensi,
> lokasi
> pengukuran/perhitungan sedimentation rate yang berbeda
> dapat
> memberikan hasil perhitungan yang berbeda pula. Demikian
> pula
> posisinya secara stratigrafi (proximal atau distal).
> Akhirnya, ada
> peluang nanti hasil perhitungan sedimentation rate
> menunjukkan lateral
> variation dan mungkin ada bagian yang lebih dari threshold
> dan bagian
> yang berada di bawah threshold di dalam sebuah depresi.
> 
> Setelah selesai mengukur sedimentation rate-pun, kita masih
> harus
> mengetahui berapa suplai material organik ke depocentre
> karena
> ternyata, suplai material organik yang tinggi membuat efek
> sedimentation rate tinggi terhadap kandungan TOC menjadi
> lebih tidak
> signifikan dibandingkan dengan suplai material organik yang
> rendah.
> Schwarzkopf (1993 - makalah di Marine & Petroleum
> Geology, thanks to
> Oom Bosman) melakukan pemodelan untuk memprediksi kandungan
> material
> organik di batuan induk silisiklastik laut dangkal (marine
> shelf)
> dengan mempertimbangkan primary productivity/suplai
> material organik,
> kedalaman air, sedimentation rate dan kandungan oksigen di
> dasar laut.
> 
> Dengan mengombinasikan keempat faktor di atas, Schwarzkopf
> menunjukkan, untuk kasus OMS (Organic material supply)
> paling rendah,
> yaitu 10-30 gram Carbon/m2/year, kondisi oxic bottom water,
> water
> depth 800-1000 m dan sedimentation rate paling tinggi yaitu
> 90-110
> m/my, average TOC yang terbentuk adalah 0.5%. Contoh ini
> adalah kasus
> paling ekstrim yang saya ambil dari hasil penelitian
> Scwharzkopf
> (1993). Jika sedimentation rate sama, yaitu 90-110 m/my,
> tapi water
> depth hanya 100-300 m, maka rerata TOC yang didapatkan
> adalah 1.1%.
> TOC 1.1% ini seharusnya sudah lumayan untuk batuan induk,
> walaupun
> mungkin orang lebih suka membaca TOC di atas 2%. Sayang
> sekali
> penelitian Schwarzkopf ini bukan pada batuan induk
> lakustrin, batuan
> induk yang menjadi model untuk cekungan Makassar Utara dan
> Selatan.
> 
> Kembali ke perbandingan stretching factor cekungan Makassar
> Selatan vs
> Makassar Utara dan implikasinya pada organic richness kedua
> cekungan,
> tanpa angka, tanpa pengukuran/perhitungan, agak sulit
> membayangkan
> skenario stretching factor yang relatif tinggi vs relatif
> rendah,
> sedimentation rate yang relatif tinggi untuk cekungan
> Makassar Utara
> sehingga membuat proses dilution lebih aktif dan membuat
> material
> organik tidak terpreservasi, tapi sedimen synrift ini juga
> harus tipis
> sehingga tidak termatangkan pada saat rifting sedang aktif;
> sedangkan
> di cekungan Makassar Selatan sedimentation rate rendah
> seiring
> stretching factor yang lebih kecil dan ada suplai material
> organik
> yang baik untuk cekungan Makassar Selatan.
> 
> Rate of rifting yang berbeda pada dua cekungan yang
> bersebelahan
> berarti perlu ada kompensasi berupa transform fault. Perlu
> kita
> pikirkan, apakah memang Adang Fault Zone itu dulu adalah
> transform
> fault antara cekungan Makassar Utara dan Selatan.
> 
> Jika skenario yang hendak dibentuk adalah untuk
> mengakomodasi
> keberadaan danau di cekungan Makassar Selatan dan danau
> tidak sempat
> berkembang di cekungan Makassar Utara, mungkin kita bisa
> membuat
> skenario lain tanpa perlu meng-invoke stretching factor
> yang berbeda
> sehingga tampak menjadi signifcant factor yang menentukan
> kekayaan
> material organik. Skenario alternatif bisa seperti
> demikian: rifting
> membuka dari utara dan marine inundation lebih duluan tiba
> ke Makassar
> Utara, lalu secara kebetulan sejak awal cekungan Makassar
> Utara ini
> posisinya sudah distal, dekat dengan laut lepas; kemudian
> rifting
> terus merambat ke selatan, eh ternyata menjelang akhir fase
> rifting,
> Makassar Utara sudah kadung menjadi lautan lepas, kemudian
> ke arah
> selatan ada transisi dari laut ke darat dan lebih ke
> selatan lagi,
> kita mendapatkan lacustrine depositional setting.
> 
> Mungkin akan bermanfaat jika saya kutipkan beberapa angka
> stretching
> factor cekungan lain. Viking Graben di North Sea sana
> menurut beberapa
> makalah memiliki beta factor 1.4 hingga 1.6 dan Jurassic
> rifting ini
> menghasilkan basin starvation. Jika kita ambil contoh
> cekungan yang
> mungkin dulu juga terbentuk di wilayah beriklim tropis,
> Gulf of
> Thailand dan Malay Basin, kedua wilayah ini memiliki beta
> factor di
> atas 2. Untuk cekungan Pattani, crustal stretching
> factornya adalah
> 2.35 (Allen dan Allen, 1990), namun peneliti lain yang juga
> mengukur
> Beta factor Pattani Basin mendapatkan Beta 1.3 di basin
> margin hingga
> 2.8 di basin centre (Bustin & Chonchawalit, 2010).
> Malay Basin konon
> katanya memiliki Beta Factor "hingga 2.3" (Madon &
> Watts, 1998 - tapi
> saya tidak berhasil menemukan makalahnya karena tidak punya
> akses ke
> jurnal Basin Research).
> 
> Pattani Trough cukup prolific, terutama gas prolific. Di
> makalah yang
> sedang dipersiapkan oleh Morley (unpublished atau mungkin
> sudah
> dipublish, saya tidak tahu), ada sebuah penampang geologi
> yang
> melintasi cekungan Pattani. Saya lihat bagian synrift
> cekungan ini
> memiliki ketebalan maksimal sekitar 4-5 km dan umur yang
> ditunjukkan
> adalah Early Oligocene-Eocene hingga Late
> Oligocene-Miocene. Lokasi
> penampang geologi ini kemungkinan besar berada di bagian
> tengah
> Pattani Trough. Kalau kita asumsikan rifting terjadi pada
> 40 hingga 20
> juta tahun yang lalu dan ketebalan sedimen synrift hanya 4
> km, maka
> 4000 m (tanpa dekompaksi) dibagi 20 menghasilkan
> sedimentation rate
> sebesar 200 m/my.
> 
> Di bagian utara Pattani Trough, penampang geologi lain
> menunjukkan
> ketebalan sedimen synrift sebesar 2.5 km. Jika kita
> asumsikan durasi
> rifting sama dengan yang di tengah cekungan (20 my) dan
> dengan
> menggunakan perhitungan sederhana yang saya lakukan
> sebelumnya, kita
> akan dapatkan sedimentation rate 125 m/my.
> 
> Penampang stratigrafi cekungan Pattani menunjukkan ada
> "lacustrine
> facies" di bagian synrift section terutama di bagian atas
> Sequence I
> (bagian late synrift, transisi ke early post-rift).
> Terlepas dari
> lacustrine depositional settingnya tidak sama persis dengan
> Lake
> Tanganyika saat ini, lacustrine shale di Pattani Trough ini
> masih
> menjadi salah satu batuan induk di cekungan tersebut
> (Jardin, 1997 -
> Paper IPA).
> 
> Nah, bagaimana dengan Makassar Utara vs Makassar Selatan
> dan di mana
> posisinya jika dibandingkan dengan Pattani Trough? Sayang
> sekali saya
> tidak punya data untuk memberikan komentar lebih banyak.
> 
> Demikian sumbangan diskusi dari saya, mudah-mudahan
> berkenan.
> 
> Salam,
> mnw
> 
> 2011/8/26 Awang Satyana <awangsaty...@yahoo.com>:
> > Minarwan & rekan2,
> >
> > Terima kasih atas sumbangan pemikiran Minarwan atas
> diskusi ini.
> >
> > Yang saya jadikan kasus hubungan antara rate of
> rifting dan rate of sedimentation rate adalah Makassar
> Strait yang sejak pembentukan riftingnya dan pengisiannya
> oleh sedimen berlokasi di iklim tropis, sehingga rate of
> sedimentation-nya memang tinggi seiring rate of rifting
> Makassar Strait sebelah utara yang tinggi. Di tempat-tempat
> lain yang nontropis, seperti yang ditulis oleh Minarwan,
> saya sependapat bahwa rate of rifting yang tinggi tak mesti
> diikuti rate of sedimentation yang tinggi. Rate of rifting
> yang tinggi hanya akan menyediakan space of accommodation
> yang tinggi, basin fill-nya tentu bergantung kepada
> provenance di sekitarnya, seperti yang saya tuliskan
> sebelumnya, bisa terjadi basin starvation bila provenance
> minimal, atau sedimentation rate yang tinggi bila provenance
> melimpah.
> >
> > Kemiringan atau kelandaian bounding faults sebagai
> faktor yang berpengaruh kepada volume space of accommodation
> saat rifting terjadi, seperti yang dipublikasi Lambiase dan
> Morley (1999) saya meyakininya juga; dan saya juga sudah
> melihat exercise kasusnya pada Makassar Strait bagian utara
> dan selatan; kebetulan Chris Morley (PTTEP)
> memperlihatkannya saat ia melakukan studi struktur dan
> tektonik wilayah ini di South Mandar dan Malunda
> (unpublished).
> >
> > Sedimentation rate pada rate tertentu betul justru
> akan meningkatkan kandungan organik, seperti telah diteliti
> oleh Johnson dan Ibach (1982) - kurvanya dapat dilihat juga
> di buku Richard Selley (1985): Essentials of Petroleum
> Geology; tetapi bila terlalu tinggi justru kemudian akan
> mengurangi kandungan organiknya karena faktor dilution.
> Minarwan mengambil kasus Delta Mahakam, katakanlah jenis
> sedimen source rocks-nya silty shale karena merupakan
> reworked dari deltaic coals. Menurut Johnson dan Ibach
> (1982), kekayaan organiknya akan mengaya seiring
> sedimentation rate meningkat, dan paling optimum, seperti
> yang telah saya tulis, adalah sekitar 21 m/my; kemudian bila
> terus meningkat, maka justru akan terjadi antiklimaks,
> kemudian kandungan organiknya akan makin berkurang seiring
> makin meningkatnya sedimentation rate.
> >
> > Maka yang terbaik adalah lakukan saja analisis
> sedimentation rate di area depresi di mana kita menduga di
> situlah source beds-nya tersimpan. Tak semua depresi itu
> kitchen; jangan terlalu menyederhanakan analisis source
> dalam analisis petroleum system.
> >
> > Gorontalo Basin jangan diasumsikan hanya menerima
> sedimen molassic dari lithic, volkaniklastik, metamorf,
> ofiolit dari tinggian-tinggian di sekitarnya. Betul itu
> memang terjadi, tetapi hanya di fase terakhir di Late
> Neogen. Sebelumnya, di Paleogen dan Mesozoic, Gorontalo
> Basin sangat berpotensi mempunyai sources sebaik Paleogen
> sources di circum-Sundaland basins, juga sebaik sources
> Aulstraloid Mesozoics. Gorontalo Basin adalah basin yang
> kompleks dengan poly-history tektonic dan stratigrafinya.
> Molassic sediments-nya hanya menjadi burial seds buat
> mematangkan sources Paleogen dan Mesozoics-nya.
> >
> > Masalah overmaturity di Selat Makassar (bagian utara)
> saya tak sependapat. Saya justru berpendapat sebaliknya,
> cool basin. Heat-flow memang berpengaruh kepada pematangan
> source, tetapi gradient geothermal lebih disebabkan
> konduktivitas termal sedimen penimbunya daripada heatflow.
> Saat rifting Paleogen (Eosen-Oligosen), memang heatflow
> tinggi di area ini karena terjadi upwelling mantle plume
> yang sekaligus meretakkan kerak benua di wilayah ini. Tetapi
> saat itu sedimen hanya tipis. Setelah itu, karena rifting
> Makassar Strait gagal membuka terus menjadi sea-floor
> spreading, yang terjadi justru thermal cooling sepanjang
> Neogen; downwelling mantle plume. yang di permukaan
> dimanifestasikan dalam bentuk sagging yang sangat besar, dan
> terus sagging sampai sekarang sehingga kedalaman lautnya di
> tengah Selat Makassar >2500 meter. Sedimen burialnya
> tipis, juga ada efek cooling dari kolom air laut yang harus
> diperhitungkan. Semua itu akan membuat bahwa yang namanya
> >  overmaturity sulit dipercaya terjadi di Makassar
> Strait sebelah utara.
> >
> > Pendapat saya di atas nampaknya sesuai dengan hasil
> analisis FIV (fluid inclusion volatile) dan analisis gas di
> sebuah sumur penemuan -nonekonomis yang dilakukan salah satu
> operator di wilayah ini. FIV menunjukkan bahwa generasi
> petroleum di wilayah ini baru saja terjadi (Resen) dan
> analisis gas yang ada menunjukkan: biogenic (!). Generasi
> petroleum Resen menunjukkan ketidakmungkinan suatu
> overmaturity. Kehadiran biogenic gas di satu sumur bisa
> menunjukkan thermal history 'cool'.
> >
> > Banyak konsep yang dibangun sebelumnya di area ini
> ternyata harus banyak dilakukan revisi. Begitulah sisi West
> Sulawesi Offshore, mari kita ikuti saja terus kemajuan
> eksplorasi di wilayah ini dan kita lakukan berbagai analisis
> dan evaluasi serta sinergikan konsep2nya.
> >
> > salam,
> > Awang
> >
> 
> -- 
> - when one teaches, two learn -
> http://www.geotutor.tk
> http://www.linkedin.com/in/minarwan
> 
> --------------------------------------------------------------------------------
> PP-IAGI 2008-2011:
> ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id
> sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com
> * 2 sekretariat (Jkt & Bdg), 5 departemen, banyak
> biro...
> --------------------------------------------------------------------------------
> Ayo siapkan diri....!!!!!
> Hadirilah Joint Convention Makassar (JCM), HAGI-IAGI,
> Sulawesi, 26-29
> September 2011
> -----------------------------------------------------------------------------
> To unsubscribe, send email to:
> iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
> To subscribe, send email to:
> iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
> 
> For topics not directly related to Geology, users are
> advised to post the email to: o...@iagi.or.id
> 
> Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
> Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
> Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
> No. Rek: 123 0085005314
> Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
> Bank BCA KCP. Manara Mulia
> No. Rekening: 255-1088580
> A/n: Shinta Damayanti
> IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
> IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
> ---------------------------------------------------------------------
> DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to
> information posted on its mailing lists, whether posted by
> IAGI or others. In no event shall IAGI or its members be
> liable for any, including but not limited to direct or
> indirect damages, or damages of any kind whatsoever,
> resulting from loss of use, data or profits, arising out of
> or in connection with the use of any information posted on
> IAGI mailing list.
> ---------------------------------------------------------------------
> 
>

--------------------------------------------------------------------------------
PP-IAGI 2008-2011:
ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id
sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com
* 2 sekretariat (Jkt & Bdg), 5 departemen, banyak biro...
--------------------------------------------------------------------------------
Ayo siapkan diri....!!!!!
Hadirilah Joint Convention Makassar (JCM), HAGI-IAGI, Sulawesi, 26-29
September 2011
-----------------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id

For topics not directly related to Geology, users are advised to post the email 
to: o...@iagi.or.id

Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on 
its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or 
its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect 
damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or 
profits, arising out of or in connection with the use of any information posted 
on IAGI mailing list.
---------------------------------------------------------------------

Kirim email ke