Mang Okim yang saya hormati,

Nyuwun sewu,

Saya koq tidak melihat hubungan antara tuduhan yang Mang Okim alamatkan kepada 
Danny Hilman bhw dia melontarkan kata2 kurang pantas kpd para anak didik 
geologi ITB dg tulisan yg dipostingnya.

Kalau yg saya rasakan dari membaca postingan Danny tsb malahan dia 
mengapresiasi usaha2 perintisan "geoakrkeologi" yg sdh dilakuakn oleh beliau 
guru besar kita di ITB. Danny hanya mencoba menganalisis knapa usaha2 itu tdk 
berlanjut dg meriah, krn orientasi pendidikan kita yg lebih ke 
eksplorasi-eksploitasi sumberdaya alam (Danny menyebutkannya sbg "tujuannya 
untuk eksplorasi tambang").

Terus terang saya jadi heran kenapa koq ada yg menangkap tulisan itu berbeda dr 
kesan saya ya?

Mudah2an kita semua selalu diberi kesabaran dan hidayah untuk selalu 
mengedepankan kebaikan dan ukhuwah.


Salam
ADB
Powered by Telkomsel BlackBerry®

-----Original Message-----
From: "miko" <m...@cbn.net.id>
Date: Sun, 26 Feb 2012 03:38:17 
To: iagi-net@iagi.or.id<iagi-net@iagi.or.id>
Reply-To: <iagi-net@iagi.or.id>
Subject: Re: [iagi-net-l] Fwd: ARTIKEL KORAN PR

Pak Danny,

Semoga dosen-dosen  geologi dasar, geologi struktur, geomorfologi dll, 
khususnya di lingkungan ITB tidak membaca judgement /penilaian Anda tentang 
kualitas para lulusannya.

Kata-kata celoteh, bungkam, lack of knowledge, dll. rasanya kurang pantas 
ditujukan kepada  mereka yang telah digembleng oleh  Prof. Katili, Prof 
Sukendar, Prof Koesoema, Prof.Sampurno, Prof Tjia Hong Djin, Prof Sartono, Prof 
Zaim, dll. Semoga lain kali lebih bijak ya Pak,

Salam prihatin,

Mang Okim 


-----Original Message-----
From: "Danny Hilman Natawidjaja" <danny.hil...@gmail.com>
Date: Sun, 26 Feb 2012 09:52:49 
To: <iagi-net@iagi.or.id>
Reply-To: <iagi-net@iagi.or.id>
Subject: RE: [iagi-net-l] Fwd: ARTIKEL KORAN PR
Artikel yang sangat menarik dan bagus. 

Konsep yang diketengahkan olek Pak Zaim dalam artikel ini juga menjadi
konsep dasar yang kami terapkan, plus hipotesis bahwa perkembangan peradaban
termasuk IPTEK, khususnya sejak masa pra-sejarah, itu tidak  kontinyu tapi
terputus atau dapat ter-reset oleh bencana katastrofis.  Demikian juga
konsep IPTEK (macam, prinsip, teknik) di masa lalu tidak harus sama dengan
yang kita kenal sekarang.  Pak Zaim menguraikan proses alam pada masa
sejarah yang didominasi oleh susut laut - turunnya muka airlaut, sehingga
banyak wilayah yang terkena dampak sedimentasi dan pendangkalan.  Ini benar
karena dari Mid-Holocene sampai kurang lebih 100 tahun lalu muka airlaut
global turun sekitar 2-3 meter.  Sebaliknya, dari 20.000 tahun (puncak Zaman
Es) sampai Mid-Holocene, muka air laut naik 130 meter.  Jadi tentu banyak
peradaban yang 'terendam'.   Interaksi dari perubahan muka airlaut yang
drastis, yang banyak diduga juga berkaitan dengan kejadian bencana
katastropik seperti letusan gunung api, dengan perkembangan peradaban
manusia ini belum banyak dieksplorasi.  Kami menduga kuat ada
"ketidakselaran" budaya yang besar yang memisahkan Jaman Sejarah dan Pra
Sejarah; bahkan dari Jaman Kerajaan ke Jaman kita sekarang pun kelihatannya
'tidak selaras'.  Jangan-jangan ini salah satu penyebab budaya kita sekarang
jadi 'kurang waras'  J (bercanda).

 

Salah satu alasan utama kenapa penelitian arkeo-geologi yang sudah dirintis
oleh Alm. Pak Sartono, kemudian Pak Sampoerno, kemudian juga diteruskan oleh
Pak Zaim ini kurang/tidak berkembang adalah karena ilmu geologi Kuarter
Indonesia tidak berkembang.  Ahli geologi kita umumnya mendapatpengajaran
dan training untuk 'membaca' sejarah geologi dari masa pra-manusia
(jutaan-puluhan juta tahun lalu) yang ter-rekam pada lapisan bebatuan, baik
pada singkapan ataupun pada data bor, karena tujuannya untuk eksplorasi
tambang.  Tapi kita umumnya tidak terlatih untuk membaca proses dan sejarah
geologi dari BENTANG ALAM yang kita lihat disekitar kita sekarang.
Geologiawan Indonesia umumnya akan pandai berceloteh kalau ketemu singkapan,
tapi akan bungkam kalau disuruh mengidentifikasi  mana teras-teras sungai
mana tebing patahan aktif, mana alluvial mana collovial, dlsb;  dan
bagaimana proses geologi yang membentuk bentang alam 'destruktif' dan
'konstruktif' yang terlihat sekarang.  Belum lagi tentang proses-proses
gunung api Kuarter-Holosen dan produk-produknya.  "Alot'nya membahas
'masalah piramid' tidak terlepas dari "lack of knowledge" kita dibidang ini.
Mudah-mudahan 'isue piramid' dapat memberikan angin segar kepada bidang yang
dianggap kering ini, sehingga  nyanyian orang yang berkiprah di bidang ini
tidak lagi terlalu serak tapi menjadi serak-serak basah sehingga merdu.

 

Selamat berakhir pekan.

DHN

 

 

 

From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:rovi...@gmail.com] 
Sent: Saturday, February 25, 2012 11:04 PM
To: IAGI
Subject: [iagi-net-l] Fwd: ARTIKEL KORAN PR

 

Fyi,

---------- Forwarded message ----------
From:
Date: Sunday, February 26, 2012
Subject: ARTIKEL KORAN PR
To: rovi...@gmail.com
Cc: z...@gc.itb.ac.id


Ass.w.w.,
Pak Rovicky,
Maaf saya pakai Japri karena kalau pakai jalur IAGI tidak bisa kirim file.
Terlampir dalam attach file saya kirim tulisan saya di Koran Harian
Pikiran Rakyat yang terbit di tahun 1997. Tulisan tersebut saya temukan
tidak sengaja ketika beres2 dan bongkar2 berkas saya yang berantakan di
kantor. Saya kirim copy artikel ini sekedar untuk diketahui bahwa saya
sudah lama mencoba memasyarakatkan Geologi untuk bidang Budaya
(baca:arkeologi). Telah lama sebenarnya saya di bawah dan bersama Almarhum
Prof. Sartono mengembangkan Geologi Kuarter dan Geoarkeologi di ITB dan
Indonesia. Dari sekian upaya kami, salah satunya adalah melalui tulisan
populer di koran yaitu Pikiran Rakyat.
Sekedar bacaan Akhir Pekan.
Wslm,
Zaim


-- 
"Sejarah itu tidak pernah usang untuk terus dipelajari"


Kirim email ke