Mangkanya jangan asal ngomong tapi dipikir dulu kalo memang nulis lewat desk 
top dibaca lagi, karena topik anda ini menurut saya agak antagonis dari main 
stream science. Saya kira anda dan ADB tidak ada masalah perut mungkin tapi 
buat adik2 yg belum lulus dan akan lulus tentu mrk lebih senang mempelajari yg 
bisa menghasilkan uang banyak jadi wajar kalo mereka tidak terarik dg holocene 
sedimen

Avi 0666
Lagi jagong

Powered by Telkomsel BlackBerry®

-----Original Message-----
From: "Danny Hilman Natawidjaja" <danny.hil...@gmail.com>
Date: Sun, 26 Feb 2012 11:35:25 
To: <iagi-net@iagi.or.id>
Reply-To: <iagi-net@iagi.or.id>
Subject: RE: [iagi-net-l] Fwd: ARTIKEL KORAN PR
Mohon tidak dicampur-adukan dengan Kualitas Lulusan Pak.

Yang saya ulas hanya tentang pengembangan/pendidikan bidang geologi yang
mempelajari proses dan bentang alam muda/sekarang (Kuarter - Resen),
termasuk Geologi Kuarter, patahan aktif, gunung api, kebencanaan, dan
arkeo-geologi.  Senada dengan apa yang dikemukakan olek Pak Zaim ttg
kurangnya minat mahasiswa di bidang yang beliau ajarkan.

Silahkan teman-teman dosen yang lebih punya pengetahuan tentang masalah ini
berkontribusi, supaya berimbang wacana-nya.

 

Sejalan dengan wacana ini, alangkah baiknya melihat "the big picture"
dibalik masalah 'piramida' , tidak terlalu di'cupat'kan ( J maap. nebeng
istilah ADB).

 

Salam

DHN

 

Catatan: 

Sekedar sharing pengalaman, ketika diawal-awal saya belajar earthquake
geology untuk S3, tidak mudah bagi saya untuk melihat proses geologi dibalik
bentang alam yang kita lihat karena sebelumnya sudah demikian terbiasa
dengan 'pengajaran geologi singkapan'.  Dalam setiap fieldtrip di masa
kuliahnya, saya 'dipaksa' untuk menjelaskan setiap benjolan dan lekukan yang
ada di bentang alam.  Dan itu tidak mudah kalau belum terlatih. Sampai
sekarang pun terus terang bagi saya masih tidak mudah karena dalam satu
decade terakhir lebih banyak waktu dihabiskan untuk memelototi
geologi-koral-mikroatol di Mentawai, jadi masih harus banyak belajar lagi J.
Sebelum gempa Chi-Chi di Taiwan tahun 1999 itu, para ahli geologi di sana
sangat sukar menerima keberadaan jalur patahan aktif kalau 'hanya'
berdasarkan analisis morpho tektonik.  Dalam konsep mereka, jalur patahan
hanya bisa dibuktikan kalau ada zona sesar yang terlihat dalam singkapan.
Sekarang tentunya tidak lagi.

 

 

From: miko [mailto:m...@cbn.net.id] 
Sent: Sunday, February 26, 2012 10:38 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Fwd: ARTIKEL KORAN PR

 

Pak Danny,

Semoga dosen-dosen geologi dasar, geologi struktur, geomorfologi dll,
khususnya di lingkungan ITB tidak membaca judgement /penilaian Anda tentang
kualitas para lulusannya.

Kata-kata celoteh, bungkam, lack of knowledge, dll. rasanya kurang pantas
ditujukan kepada mereka yang telah digembleng oleh Prof. Katili, Prof
Sukendar, Prof Koesoema, Prof.Sampurno, Prof Tjia Hong Djin, Prof Sartono,
Prof Zaim, dll. Semoga lain kali lebih bijak ya Pak,

Salam prihatin,

Mang Okim 

  _____  

From: "Danny Hilman Natawidjaja" <danny.hil...@gmail.com> 

Date: Sun, 26 Feb 2012 09:52:49 +0700

To: <iagi-net@iagi.or.id>

ReplyTo: <iagi-net@iagi.or.id> 

Subject: RE: [iagi-net-l] Fwd: ARTIKEL KORAN PR

 

Artikel yang sangat menarik dan bagus. 

Konsep yang diketengahkan olek Pak Zaim dalam artikel ini juga menjadi
konsep dasar yang kami terapkan, plus hipotesis bahwa perkembangan peradaban
termasuk IPTEK, khususnya sejak masa pra-sejarah, itu tidak  kontinyu tapi
terputus atau dapat ter-reset oleh bencana katastrofis.  Demikian juga
konsep IPTEK (macam, prinsip, teknik) di masa lalu tidak harus sama dengan
yang kita kenal sekarang.  Pak Zaim menguraikan proses alam pada masa
sejarah yang didominasi oleh susut laut - turunnya muka airlaut, sehingga
banyak wilayah yang terkena dampak sedimentasi dan pendangkalan.  Ini benar
karena dari Mid-Holocene sampai kurang lebih 100 tahun lalu muka airlaut
global turun sekitar 2-3 meter.  Sebaliknya, dari 20.000 tahun (puncak Zaman
Es) sampai Mid-Holocene, muka air laut naik 130 meter.  Jadi tentu banyak
peradaban yang 'terendam'.   Interaksi dari perubahan muka airlaut yang
drastis, yang banyak diduga juga berkaitan dengan kejadian bencana
katastropik seperti letusan gunung api, dengan perkembangan peradaban
manusia ini belum banyak dieksplorasi.  Kami menduga kuat ada
"ketidakselaran" budaya yang besar yang memisahkan Jaman Sejarah dan Pra
Sejarah; bahkan dari Jaman Kerajaan ke Jaman kita sekarang pun kelihatannya
'tidak selaras'.  Jangan-jangan ini salah satu penyebab budaya kita sekarang
jadi 'kurang waras'  J (bercanda).

 

Salah satu alasan utama kenapa penelitian arkeo-geologi yang sudah dirintis
oleh Alm. Pak Sartono, kemudian Pak Sampoerno, kemudian juga diteruskan oleh
Pak Zaim ini kurang/tidak berkembang adalah karena ilmu geologi Kuarter
Indonesia tidak berkembang.  Ahli geologi kita umumnya mendapatpengajaran
dan training untuk 'membaca' sejarah geologi dari masa pra-manusia
(jutaan-puluhan juta tahun lalu) yang ter-rekam pada lapisan bebatuan, baik
pada singkapan ataupun pada data bor, karena tujuannya untuk eksplorasi
tambang.  Tapi kita umumnya tidak terlatih untuk membaca proses dan sejarah
geologi dari BENTANG ALAM yang kita lihat disekitar kita sekarang.
Geologiawan Indonesia umumnya akan pandai berceloteh kalau ketemu singkapan,
tapi akan bungkam kalau disuruh mengidentifikasi  mana teras-teras sungai
mana tebing patahan aktif, mana alluvial mana collovial, dlsb;  dan
bagaimana proses geologi yang membentuk bentang alam 'destruktif' dan
'konstruktif' yang terlihat sekarang.  Belum lagi tentang proses-proses
gunung api Kuarter-Holosen dan produk-produknya.  "Alot'nya membahas
'masalah piramid' tidak terlepas dari "lack of knowledge" kita dibidang ini.
Mudah-mudahan 'isue piramid' dapat memberikan angin segar kepada bidang yang
dianggap kering ini, sehingga  nyanyian orang yang berkiprah di bidang ini
tidak lagi terlalu serak tapi menjadi serak-serak basah sehingga merdu.

 

Selamat berakhir pekan.

DHN

 

 

 

From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:rovi...@gmail.com] 
Sent: Saturday, February 25, 2012 11:04 PM
To: IAGI
Subject: [iagi-net-l] Fwd: ARTIKEL KORAN PR

 

Fyi,

---------- Forwarded message ----------
From:
Date: Sunday, February 26, 2012
Subject: ARTIKEL KORAN PR
To: rovi...@gmail.com
Cc: z...@gc.itb.ac.id


Ass.w.w.,
Pak Rovicky,
Maaf saya pakai Japri karena kalau pakai jalur IAGI tidak bisa kirim file.
Terlampir dalam attach file saya kirim tulisan saya di Koran Harian
Pikiran Rakyat yang terbit di tahun 1997. Tulisan tersebut saya temukan
tidak sengaja ketika beres2 dan bongkar2 berkas saya yang berantakan di
kantor. Saya kirim copy artikel ini sekedar untuk diketahui bahwa saya
sudah lama mencoba memasyarakatkan Geologi untuk bidang Budaya
(baca:arkeologi). Telah lama sebenarnya saya di bawah dan bersama Almarhum
Prof. Sartono mengembangkan Geologi Kuarter dan Geoarkeologi di ITB dan
Indonesia. Dari sekian upaya kami, salah satunya adalah melalui tulisan
populer di koran yaitu Pikiran Rakyat.
Sekedar bacaan Akhir Pekan.
Wslm,
Zaim


-- 
"Sejarah itu tidak pernah usang untuk terus dipelajari"


Kirim email ke