Aku baru dari labnya andre, dia telah sayat kekarkolom dari gn padang, surprise 
bagi ku, ternyata diabas. Tadinya aku kira andesit lho.
Kekarkolom akan terjadi bukan pada aliran lava, tetapi pada sill atau dike yang 
tidak muncul dipermukaan.
 Perlu waktu dan peredam panas untuk membentuk membuat kristal dan kekarnya. 
Kalau terlalu cepat membeku kan akan jadi gelas. 
Arah ke gn gede, lebih cocok dibentuk oleh dike yang radial dengan kepundan gn 
gede. 
Kedalaman/ketebalan batuan penutup berapa yang mampu menahan panas,sehingga 
xtalisasi sempurna, akan aku cari dari literatur.(Ada yang dapat sharing?)
Salam. 



Powered by Telkomsel BlackBerry®

-----Original Message-----
From: "Yustinus Suyatno Yuwono" <yuw...@gc.itb.ac.id>
Date: Mon, 30 Jul 2012 15:58:15 
To: <iagi-net@iagi.or.id>
Reply-To: <iagi-net@iagi.or.id>
Subject: RE: [iagi-net-l] Re: INDONESIA BICARA: SITUS PURBA GUNUNG PADANG
Danny,

Bagus sekali usaha anda dkk. Apapun hasilnya, pasti data anda akan sangat
bermanfaat bagi geologi. Data boleh sama, interpretasi sering berbeda, ini
sah- sah saja dalam geosciences. Yang penting data- nya harus open, saya
bayangkan nanti semua data dapat diakses semua orang kalo perlu menjadi
"public domain". Wah bagus sekali, saya bayangkan dengan data yang sama
nanti ada sintesa berbeda- beda, baik dari segi arkeologis maupun geologis.
OK, proficiate atas usahanya. Kita tunggu.

Salam,

Yatno

 

From: Danny Hilman Natawidjaja [mailto:danny.hil...@gmail.com] 
Sent: Monday, July 30, 2012 8:19 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: RE: [iagi-net-l] Re: INDONESIA BICARA: SITUS PURBA GUNUNG PADANG

 

Mungkin ada manfaatnya kami share beberapa poin penting dari "progress
report" penelitian Gunung padang ini untuk melengkapi kepenasarannya Pak
Ketum dan barangkali rekan-rekan lain juga J karena tentunya acara talk show
di TV sangat terbatas untuk menerangkan yang lebih detil dan ilmiah (bagi
yang berminat saja karena agak panjang uraiannya).

 

Gunung padang yang dianggap situs oleh peneliti terdahulu menurut tim kami
hanya mendefinisikan "topinya" saja, yaitu susunan teras batu di puncaknya
saja (yang di dalam pagar), sedangkan 'kepala' dan 'badan'nya tidak dianggap
situs, alias sudah di-vonis bebas artefak.  Hasil penelitian kami menunjukan
sebaliknya, susunan terasering batu (buatan manusia)  itu tidak hanya di
atas bukit tapi melapisi lereng-lerengnya.  Sebagai geologist tentunya kita
dituntut untuk bisa membedakan mana kolom andesit yang tertumpuk alamiah dan
mana yang sudah disusun oleh manusia bukan?   Tidak mudah untuk
membedakannya kalau hanya melihat sepintas dari yang tersingkap
dipermukaannya saja (apalagi dari foto), tapi harus lebih cermat dan
menyeluruh.   Dalam penelitian dilakukan test hand drilling dan eskavasi
(test pit) arkeologi diberbagai lokasi di lerengnya dan juga dibantu oleh
pemindaian bawah  permukaan oleh survey georadar.  Sebagai "hint" awal,
tumpukan kolom-kolom batu (andesit) yang (disusun) menutupi permukaan lereng
timur umumnya berorientasi barat-timur, sedangkan di lereng utara
berorientasi utara-selatan (selaras dengan dinding teras situs batu di atas
bukit).  Saya yang mencoba meng-auger lereng bukit timur diberbagai titik
hanya bisa menembus tanah 50 - 80 cm saja, mentok dilapisan tumpukan kolom
andesit ini.  Batasnya tajam.  Singkat cerita, kami (khususnya Pak Ali
Akbar) menyimpulkan bahwa monumen Gunung  Padang ini jauh lebih besar dan
megah (serta kompleks) dari yang sudah disimpulkan oleh penelitian
sebelumnya  karena kelihatannya meliputi seluruh bukit.  Pak Pon Purajatnika
(arsitektur) menyimpulkan bahwa susunan batuan dari puncak sampai kaki
bukitnya bukan hasil kerja kebudayaan primitif yang asal-asalan tapi by
design architect yang spectaculer dari peradaban yang sudah maju.  Jadi dari
hasil penelitian fakta didekat permukaan  saja yang notabene dapat dilihat
dan diraba sebetulnya sudah merupakan hal baru yang tidak main-main. 

Pemindaian georadar dan geolistrik tentu bukan hal mudah tapi perlu
kehati-hatian dalam pengambilan data, data processing serta interpretasinya.
Dalam penelitian ini interpretasi kami tidak hanya berdasarkan satu
alat/metoda saja tapi terintegrasi antara hasil survey georadar, geolistrik,
dan juga data bor .  Survey yang dilakukan sudah cukup intensif.   Ada
beberapa lintasan geolistrik yang mencakup seluruh bukit (dari puncak sampai
level parkir = tinggi ~100m) dengan spacing electroda/resolusi yang
berbeda-beda.  Khusus untuk bagian puncak sampai kedalaman ~25-30 meter
sudah  dilakukan survey geolistrik 3D (dengan SuperSting).  Data processing
dan pemodelan yang dilakukan tidak satu tapi sudah dicoba puluhan model
(untuk setiap datanya) dengan parameter model yang berbeda-beda.  Lintasan
georadar yang dilakukan juga sudah cukup banyak, lebih dari 70 lintasan
mencakup semua teras batu di puncak, dan lereng timur serta lereng utaranya,
juga dilakukan dengan beberapa frekuensi yaitu 270 Mhz, 100 Mhz, 80 Mhz, 40
Mhz, dan 18 Mhz (skin depth dan resolusi yang berbeda-beda).   Setahu saya
Pak Sutikno, ahli gunung api kita,  baru melihat sebagian saja hasil survey
geolistrik yang saya perlihatkan waktu ketemu di G.Padang dan juga di
seminar IAGI dulu, banyak detilnya serta data-data baru, khususnya data
georadar yang belum dilihat.  

 

Kemudian, pemboran-coring dilakukan oleh ADB di dua titik di atas situs
masing-masing sampai kedalaman 27m dan 15m.  Bor 1 secara umum
memperlihatkan tiga paket lapisan/Unit stratigrafi, yaitu: dari 0 s/d
=kedalaman 5m Lapisan tanah setebal beberapa puluh cm, dibawahnya tumpukan
lapisan kolom andesit (seperti terlihat di permukaan) ditata
berbaring/horisontal yang diselingi lapisan material silty yang dilandasi
oleh lapisan pasir kerikilan setebal 30-40cm (catatan: dari georadar
diketahui lapisan pasir ini konsisten melandasi seluruh situs teras batu);
dibawah lapisan pasir dari kedalaman 5m s/d 16m adalah juga lapisan susunan
kolom andesit yang diselingi lapisan silt, tapi kolom andesitnya ditata
berbeda (i.e. posisinya berdiri miring); di kedalaman 16m s/d 18m ditemukan
fractured massive andesit yang sudah lapuk, berasosiasi dengan batas
permukaan air tanah; dari kedalaman 18 s/d 27 meter fractured massive
andesit yang masih segar.  Di Bor 2 (yang berjarak hanya sekitar 50m di
selatan Bor 1) dari permukaan sampai kedalaman 7m adalah lapisan tanah yang
seragam tidak ada stratifikasi pelapukan atau dengan kata lain
mengindikasikan tanah urugan.  Belakangan Pak Ali Akbar membuat test-pit di
lokasi Bor-2 ini sampai kedalaman 3 m.  Dia setuju bahwa ini tanah urug, dan
juga menemukan seperti sisa pembakaran (manusia) di lapisan tanah di
kedalaman sekitar 60 cm berasosiasi dengan charcoal-rich layer.  Charcoal
pada horison ini sudah yang diradiometric dating dan memberikan umur sekitar
2500 tahun BP.  tanah urug ini dibawahnya  (kedalaman 7-8m) berbatasan tegas
dengan  lapisan kolom andesit yang diselingi tanah/silt; Dari 8-10m terdapat
rongga yang diisi pasir dengan sorting sangat baik.  Rongga ini menyebabkan
water loss dan stacked waktu drilling.  Dari 10 - 15m terus didapat lapisan
andesit yang diselingi lapisan pasir, berkali-kali water loss dan stacked.
Kita cukup frustasi waktu itu dan lalu menghentikan pemboran di kedalaman
15m.  

 

Oleh karena itu dengan data set yang komprehensif maka interpretasinya pun
menjadi tidak bisa lagi asal tebak-tebakan tapi harus sangat cermat supaya
sesuai dengan semua set data dan dapat diuraikan dengan reasoning scientific
yang dapat dipertanggungjawabkan.  Dalam geologi, makin banyak data akan
makin  puyeng  interpretasi dan menyimpulkannya toh.  Kalau tahu sedikit
malah lebih mudah J

 

Selanjutnya, Radiocarbon Dating yang dilakukan atas serpihan karbon/charcoal
dari lapisan pasir di kedalaman ~4m pada Bor-1 memberikan umur masing-masing
6700 Cal.BP, sedangkan dari charcoal pad  pasir yang mengisi rongga di
kedalaman 8-10 meter di bor 2  memberikan umur 13.600 Cal.BP (dilakukan di
Lab Radiometric BATAN).  Apabila umur absolut ini benar-benar merupakan umur
dari lapisan tersebut, maka tidak dapat diinterpretasikan sebagai lapisan
vulkanik alamiah karena G.Padang (dalam peta geologi) ada dalam wilayah
komplek Gunung Api Plio-Plistosen yang lebih dari satu juta tahun umurnya.
Tentu kami paham bahwa masalah radiometric dating bukan hal yang mudah, ada
banyak seluk-beluk dan jebakannya, baik dari jenis dan status sampel yang
diambil juga metoda dan akurasi analisanya.  Nonetheles, sampai saat ini,
data carbon dating ini yang kami punya.  Perlu diketahui bahwa sebelumnya
belum pernah ada analisa radiometric dating di situs Gunung  Padang ini
sehingga menimbulkan kontroversi umur situs, ada yang bilang Pra sejarah ada
yang Bilang dibangun pada Jaman Pajajaran.  Jadi ini adalah usaha yang
pertama kali untuk mengetahui umur situs.  Rencananya, dalam waktu dekat ini
kita akan melakukan carbon dating yang lebih sistematik dari drill cores
yang akan dikirim ke Lab.Beta Analytic di Florida USA karena kandungan
karbon/charcoalnya tidak banyak sehingga harus memakai metoda pengukuran
Mass Spectrometer.  Selain itu kita juga akan men-date umur dari batuan
andesitnya memakai K-Ar dating mulai dari bagian atas sampai bawah.  Ada
rencana juga akan dilakukan analisa petrografi, XRF/XRD dari sampel bor
untuk memperkaya analisa.  Kita lihat nanti.

 

Singkatnya, sampai tahapan sekarang, interpretasi subsurface yang bisa kami
katakan dengan tingkat keyakinan cukup tinggi adalah bahwa dibawah bukit
Gunung padang dari bagian atas sampai kedalaman ~15meter, sangat sulit untuk
diinterpretasikan sebagai bentukan alamiah geologi, alias lebih cocok
sebagai bangunan manmade yang mempunyai ruang-ruang. Catatan tambahan, hasil
geolistrik 3D memperlihatkan anomali very high resistivity puluhan ribu
ohm.meter berdimensi sampai 10x10m di lokasi yang sangat strategis di bawah
teras-teras batu itu.  Kenampakan 3D high resistivity di Gunung Padang ini
sudah dibandingkan dan kurang lebih sama dengan image 3D geolistrik dari Gua
Pakar, Dago (yang sengaja kami ambil datanya untuk test respon alat). Hal
ini yang menjadi landasan pertama untuk dugaan ada ruang di bawah Gunung
Padang.  Kemudian dibantu/dikonfirmasi oleh hasil georadar dan bor.  Pasir
yang mengisi rongga di kedalaman 8-10 meter di Bor 2 itu terlihat sebagai
"passage" very high resistivity yang menuju ke "the big-high resistivity
body".  Jadi lokasi Bor-2 memang sengaja dipilih untuk men-sampling
kenampakan very-high resistivity body ini.  Selain dugaan ruang, banyak
'penampakan' yang sangat menarik lainnya yang terlihat di 2D radargram dan
3D geolistrik.  

 

Perihal apakah 'bangunan' dibawah kedalaman 15 meter ini masih man-made atau
sudah bentukan alamiah/geologi, kami belum dapat memberikan kesimpulan solid
karena datanya masih sangat tergantung pada beberapa lintasan geolistrik 2-D
meskipun hasil-nya cukup baik.   Kami hanya bisa mengatakan bahwa bentuk
image struktur resistivity/conductivity yang terlihat sangat mencurigakan
karena memperlihatkan satu keteraturan seperti sebuah bangunan man-made,
atau boleh jadi memang lapisan geologi tapi sudah dimodifikasi oleh manusia.
Namun walaubagaimanapun untuk bagian ini emmang sah-sah saja kalau orang
membuat interpretasi yang lebih "in the box", yaitu sebagai lapisan
geologi/vulkanik yang alamiah saja asal dapat mempertahankannya (sesuai data
dan kaidah ilmiah) .  Tidak perlu dikontro-lebaykan J  Seingat saya waktu
berdiskusi dengan Pak Tikno di Gunung Padang dulu sambil sama-sama melihat
image geolistrik yang beliau interpretasikan sebagai bentukan vulkanik
adalah dari kedalaman 15 meter ke bawah ini.  Yang perlu dilakukan ke depan
adalah mencari bukti yang lebih solid bahwa bagian ini adalah natural or
manmade dengan survey bawah permukaan yang lebih intensif (+ bor mungkin).
Bukan memberikan final judgement yang 'mblunder'  lalu membiarkannya
"unresolved".  Sayang sekali kalau misalnya ternyata ada heritage yang
luarbiasa dikedalaman itu.  Hard to believe memang, but who knows.  Live is
a mistery.   Gunung Padang masih open book.

 

Salam heolohi

DHN

Koord.Tim Penelitian Terpadu Mandiri G.Padang

 

 

From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:rovi...@gmail.com] 
Sent: 29 Juli 2012 21:11
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: [iagi-net-l] Re: INDONESIA BICARA: SITUS PURBA GUNUNG PADANG

 

On Sunday, July 29, 2012, wrote:

Wah, Pak Bandono kayanya engga benar2 menyimak berita nih Pak.
Tadi engga nonton ya Pak? 

 

Yaang bisa saya share, ktika menyimak sambil ngantuk dan lapar, sorry kalau
salah kutip.

 

Team mandiri bencana purba, paleo disaster Kang Danny Hilman, Kang Adb dkk
menduga adanya bangunan lain dibawah punden berundak G Padang. Sudah
melakukan study dengan metode geolistrik, georadar dan sampling pengeboran. 

Punden berundak ini diinterpretasi ulang oleh Arsitek Purajatnika sebagai
sebuah bangunan pemujaan berteras 5. Dan juga ada spekulasi bentuk mirip
Pyramid dalam evaluasi dari segi arsitektur bangunan.

Dugaan adanya bangunan dibawah Punden Berundak G Padang ini disambut oleh
para ahli arkeologi (ali akbar) sebagai sesuatu yang menarik utk disimak
kembali. Ini yg menarik buat saya, bagaimana sekelompok geologist mampu
memberikan "iming2" pada arkeolog untuk menyimak, meneliti dan menyelidiki
kembali temuan-temuannya. 

Pak ADB mengulang lagi bahwa adanya dugaan peradaban maju di Jawa atau
Nusantara yg tumbuh tenggelam akibat hantaman bencana. Keanehan selama ini
yg diungkapkan ADB antara lain mengapa sejarah Jawa atau sejarah Nusantara
dimulai abad ke empat. Lah sebelumnya kemana ? Apakah hancur oleh bencana
dan terkubur ?

 

Sebagai info pendapat lain pernah diungkapkan Prof Dr Sutikno Bronto, bahwa
penampakan bawah permukaan yg terlihat dari georadar maupun geolistrik ini
bukan bangunan buatan manusia tetapi bangunan alamiah produk vulkanik. Ini
diungkap Prof Sutikno bronto dalam acara IAGI evening Talk. 

 

Mana yg bener ? 

Sependek pengetahuan saya masih belum ada yg bisa menyimpulkan secara fisis.


 

Tentang muatan dan penggiringan atau pengalihan opini silahkan dilihat dan
disimpulkan sendiri apakah itu spekulasi, hipotesa, atau dugaan hasil
interpretasi data atas munculnya berita di media. 

Salam penasaran.

 

Rdp



-- 
"Sejarah itu tidak pernah usang untuk terus dipelajari"


Kirim email ke