Pak RDP, boleh tanya ya; Kalau natuna jalan duluan apa sudah ada pasilitasnya? Kalo belum brp nilai pasilitas, kalau kembali cari investor asing, artinya sebagian besar hasil akan keluar, dan seperti biasa tiada pembangunan berarti di wilayah produksi. Salam. Powered by Telkomsel BlackBerry®
-----Original Message----- From: Rovicky Dwi Putrohari <rovi...@gmail.com> Date: Tue, 23 Oct 2012 08:26:39 To: iagi-net@iagi.or.id<iagi-net@iagi.or.id> Reply-To: <iagi-net@iagi.or.id> Subject: [iagi-net-l] Re: Sense of urgency : Mahakam atau Natuna ? On Tuesday, October 23, 2012, Yanto R. Sumantri wrote: > Vicky > ApaKah kita sedang mempersoalkan terminasi kontrak Mahakam, rasanya saya > sih tidak . > Kalau tidak salah kita sedang mendiskusikan operator nya siapa kalau > Kontrak Total di Mahakam selesai thn 2017. Mestinya PTM , bukankah begitu ? > Mhn pencerahannya ? > si Abah > Abah subject email ini merupakan sebuah pilihan apakah soal mahakam lebih urgen dibandingkan soal Natuna. Saya melihatnya Pak Wamen sedang memikirkan urgennya Natuna. Kalau natuna segera produksi itu lebih bagus ketimbang waktu beliau dipakai untuk ngurusi Mahakam yg baru akan habis tahun 2017. Kita di iagi-net ini berbusa-busa membicarakan urgennya kepastian Mahakam menurut saya ini hasil dari "provokasi" si operator. (Dalam tanda kutip looh). Nah pilihan itu tergantung kita, apakah kita akan mengikuti lapangan atau pertempuran ttg Mahakam atau ttg Natuna ?. Saya lihat Pak Wamen memilih memikirkan Natuna, dan saya sepakat utk itu. Bagi operator ya yang penting urusanku, tapi prioritas wamen tidak selalu sama dengan prioritas yang kita pikirkan. Disitulah diskusi dan perbedaan itu muncul akibat perbedaan sense of urgency. Rdp > -- *"Sejarah itu tidak pernah usang untuk terus dipelajari"*