Dear Pak Razi,
Bisa dielaborate kenapa di sana pakai sistem itu..?
Sistem yang berbedadari satu negara ke negara yang lain tentu sangat 
dipengaruhi "keunikan" sumberdaya alam di negara tsb.
 
 
 
salam,
 
 
 

From: "mufar...@gmail.com" <mufar...@gmail.com>
To: iagi-net@iagi.or.id 
Sent: Friday, November 16, 2012 4:41 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] IUP Vs KKKS


Kalo pake sistemnya middle east gimana? Semua dikuasai negara (NOC) dan MNC 
hanya boleh masuk sebagai partner atau service contract. Caranya dengan membuat 
banyak NOC (contoh di UAE yg punya ADCO, AdMA, ZADCO). 
Operator semuanya NOC otomatis pemerintah lebih gampang mengontrol, dan MNC 
partner berperan lebih ke arah sharing knowledge. 

Salam, 
Razi 

Sent from my BlackBerry® smartphone from Omantel.
From: Rovicky Dwi Putrohari <rovi...@gmail.com> 
Date: Fri, 16 Nov 2012 10:38:56 +0700
To: IAGI<iagi-net@iagi.or.id>
ReplyTo: <iagi-net@iagi.or.id> 
Subject: Re: [iagi-net-l] IUP Vs KKKS

2012/11/16 Ismail <lia...@indo.net.id>

Semuanya kan tinggal bagaimana aturanya di persaratan IUP nya , Migas adalah 
kewenagnan Pusat tentunya IUP oleh Pusat juga bukan diserahkan ke Pemda 
>
>Sent by Liamsi's Mobile Phone
>

Coba kita berdiskusi ke arah kedepan. 

Betul sekali Pak Ismail.
Kalau menggunakan Ijin Usaha itu bukan berarti mudah dijual belikan dan BUKAN 
berarti ditangani bupati.  

Satu hal yang sering kita terlewat adalah isi kontrak isi ijin atau isi dari 
yang ditandatangani. Apapun namanya, apapun bentuknya. Sekali lagi ISI-nya, 
bukan hanya bungkusnya. 

Pada kenyataannya, satu sisi positif yang saya lihat langsung dalam dunia 
pertambangan adalah "KETERBUKAANNYA". Bulan kemarin ketika saya ke FREEPORT 
bersama-sama pengurus MGEI kami melihat bahwa manajement, geologist serta semua 
pegawai FMI itu sangat terbuka dengan data. Kami diajak melihat semua 
data-data, sample, bahkan diajak masuk ke lokasi Grasberg dan juga ke lokasi 
underground dan disitulah melihat BIJIH EMAS yang ditambang di FMI. Bahkan 
staff serta manajementnya memberikan kebebasan kepada rombongan untuk mengambil 
sample pada titik mana saja yang diperlukan. (tapi hand speciment, bukan satu 
truk bijih loo). Ini menunjukkan bahwa dunia tambang itu lebih terbuka dalam 
soal data ketimbang MIGAS. Pak Sukmandaru dan Arif Zardi dari MGEI dapat 
menambahkan. 

Dari sisi kepegawaian, saya juga melihat bahwa Geologist-geologist Indonesia 
sudah mampu dan juga hampir 95%, bahkan lebih, diisi oleh Geologist Indonesia. 
Pak Wahyu yang menjadi leader geolog-geolog ini sangat welcome pada siapa saja 
yang ingin tahu jerohannya Grasberg. Dan ini SANGAT MEMBANGGAKAN !

Paling tidak fakta bahwa keterbukaan dan kepegawaian (Human Resources) 
Indonesia justru lebih banyak prosentasenya dalam pertambangan dibanding MIGAS 
yang menggunakan kontrak PSC.

Kita memang patut berbangga dengan PSC, namun kalau karena perkembangan dunia, 
perkembangan tata politik, perkembangan tehnologi serta perkebangan kebutuhan, 
saya rasa berganti dari PSC ke Ijin Usaha bukanlah sebuah kemunduran. Toh Ijin 
Ushaa bukan harus seperti Kontrak Karya. 

Mari kita design jenis kerjasama sendiri.
Barangkali jenis kerjasama dan tata kelola yg kita design nanti ini belum ada 
di dunia. Indonesia sudah mengawali eksplorasi MIGAS 140 tahun yang lalu, 
mengawali pembuatan PSC ...  dan kita harus leading lagi menyusun tata kelola 
MIGAS dengan benar ... 

Salam sukses !

Rovicky

Kirim email ke