Mas Kartiko, Saya koreksi sekalian pernyataan saya sebelumnya. Lebih tepatnya di sisi NE Amerika Selatan, di sekitar Trinidad-Tobago, lapangan minyak dan gas, termogenik.
Seandainya mas masih tertarik dengan “cerita” lengkapnya, mungkin yang berikut ini bisa jadi salah satu referensi yang menarik. AAPG Memoir #79, Lithospheric Structure and Supracrustal Hydrocarbon Systems, Offshore Eastern Trinidad, (Boettcher et all, 2003). Salam,--- On Tue, 1/29/13, kartiko samodro <kartiko.samo...@gmail.com> wrote: From: kartiko samodro <kartiko.samo...@gmail.com> Subject: Re: Re: [iagi-net] BACK TO BASIC # 1 - INDONESIA SECARA UMUM BUKAN "ISLAND ARC" To: iagi-net@iagi.or.id Date: Tuesday, January 29, 2013, 7:11 AM Mas Andi Mungkin tahu nama lapangan/basin yg di pantai timur amerika selatan ? Dan apakah memang thermogenic atau lebih ke biogenic ? 2013/1/28 Andi AB Salahuddin <a_baiq...@yahoo.com> Mas Kartiko, pak Awang: Jika dari yang saya pahami kira-kira begini. Kematangan suatu SR tidak semata-mata berhubungan dengan basal HF. Yang lebih penting mungkin malah gradient geothermal (GG)-nya. Meskipun HF suatu basin rendah namun jika overburdennya didominasi oleh litologi dengan konduktivitas relatif rendah semisal shale, akan menghasilkan GG yang relatif tinggi. Dengan demikian, hubungan rasio sukses eksplorasi tidak berhubungan langsung dengan posisi prospek kita terletak di atas kerak samudera atau benua. Oil/gas fields di pantai timur Amerika Selatan mungkin bisa jadi contoh dari temuan migas diatas/dekat dari kerak samudera? Mungkin pak Awang dan mas Kartiko bisa mengoreksi/beri pencerahan? salam, Andi. --- On Wed, 1/16/13, kartiko samodro <kartiko.samo...@gmail.com> wrote: From: kartiko samodro <kartiko.samo...@gmail.com> Subject: Re: Re: [iagi-net] BACK TO BASIC # 1 - INDONESIA SECARA UMUM BUKAN "ISLAND ARC" To: iagi-net@iagi.or.id Date: Wednesday, January 16, 2013, 4:19 PM Pak Awang, mungkin di situ memang dilemanya...Kalau bekerja di daerah rifting yang aktif maka petroleum system dan playnya masih belum ada walaupun heatflownya tinggi. Kalau bekerja di ex rifting, petroleum system dan play sudah ada tapi bisa jadi belum matang karena heatflownya rendah..tentunya butuh banyak banget sedimen yang bisa menjadi overburden untuk mengkompensasi heat flow yg rendah ini kalau mau mengejar thermogenic, kemungkinan lainnya ya paling biogenic. Mungkin Pak Awang ada informasi/contoh di mana kita bisa temukan discovery lapangan migas /discovery di daerah basement oceanic ? Mengenai membedakan seamount dan reef , mungkin Pak Awang ada tip dan trick khusus ? Dulu sepertinya pernah dibahas penggunaan magnetik survey untuk membedakan seamount dan reef , apakah sudah ada study dan pembuktiannya bahwa dengan menggunakan magnetik akan lebih tepat membedakan antara seamount dan reef ? Sepertinya kalau cuma mengandalkan kenampakan dari seismic sepertinya cukup berisiko karena baik seamount atau reef bisa membentuk kenampakan yang mirip walaupun di beberapa literatur mengatakan bahwa bentukan dari seamount lebih runcing runcing dibandingkan dengan reef. Salam Kartiko walah.....pagi ini hujan kok enggak reda reda.. 2013/1/17 Awang Satyana <awangsaty...@yahoo.com> Kartiko, Bila rifting atau spreading terjadi saat ini, kerak basalt akan menjadi penanda heatflow tinggi sebab dibentuk oleh thermal uplift dari mantel yang naik di kerak benua yang menipis atau spreading. Tetapi bila terjadi pada masa lalu, maka sekarang heat flow basalt di ex rifting itu rendah termalnya. Sebab saat rifting atau spreading berhenti, digantikan sagging, maka thermal subsidence yang terjadi. Kebanyakan eksplorasi hidrokarbon sekarang terjadi di ex rifting yang lama, maka asosiasi dengan kerak samudera dianggap berheatflow rendah. Eksplorasi umumnya tidak dilakukan di atas basement kerak samudera. Hanya beberapa company saya lihat sekarang masuk ke wilayah2 basement kerak samudera seperti wilayah Halmahera, utara Kepala Burung dekat Waigeo dan Teluk Cenderawasih, semua targetnya sama: build up reefs umur sekitar Miosen. Tetapi harus diantipasi juga bila berasosiasi dengan kerak samudera bahwa itu bukan buildup reefs, tetapi sea mounts. Salam, Awang From: kartiko samodro <kartiko.samo...@gmail.com>; To: <iagi-net@iagi.or.id>; Subject: Re: [iagi-net] BACK TO BASIC # 1 - INDONESIA SECARA UMUM BUKAN "ISLAND ARC" Sent: Wed, Jan 16, 2013 1:01:26 PM Pak Awang Apakah ada hubungan antara jenis batuan pembentuk basement ( basaltic atau silisic) akan mempengaruhi heat flow yang akan berpengaruh dengan kematangan suatu source rock ? Paradigma yang sekarang berkembang bahwa di daerah basement basaltic /oceanic akan sulit terbentuk source rock yang matang karena HF yg rendah sehingga explorasi yang berasosiasi dengan basement basaltic/ kerak oceanic hampir tidak mungkin ? 2013/1/16 Awang Satyana <awangsaty...@yahoo.com> The basis is the most important thing. Harus dibedakan dengan jelas antara island arc, yang sering diterjemahkan sebagai busur kepulauan dan continental arc, yang padanannya dalam istilah geologi bahasa Indonesia tidak biasa kita jumpai. Saya terjemahkan saja continental arc sebagai busur benua. Orang umum menyebut Indonesia sebagai busur kepulauan, baik yang menyebutnya itu geologist maupun nongeologist. Menurut hemat saya, ini sebuah kekeliruan kalau kita tahu dengan jelas perbedaan kejadian antara busur kepulauan dan busur benua. Island arc atau busur kepulauan adalah jalur gunungapi/volkanik yang terbentuk ketika lempeng samudera bertemu dengan lempeng samudera yang lain, kemudian yang satu menunjam (subducted plate) miring di bawah yang lain, lalu pada lempeng samudera yang tidak menunjam (overriding plate) terbentuk jalur gunungapi hasil peleburan sebagian lempeng samudera yang menunjam dan mantel di sekitarnya pada kedalaman 100-150 km. Continental arc atau busur benua adalah jalur gunungapi/volkanik yang terbentuk ketika lempeng samudera bertemu dengan lempeng benua, kemudian lempeng samudera menunjam miring di bawah lempeng benua, lalu pada lempeng benua (sebagai overriding plate) terbentuk jalur gunungapi hasil peleburan sebagian lempeng samudera yang menunjam dan mantel di sekitarnya pada kedalaman 100-150 km. Mari kita lihat jalur gunungapi di Sumatera, Jawa, Bali, Sulawesi Barat. Jalur gunungapi ini terbentuk di tepi lempeng benua Eurasia, maka pulau2 Sumatra, Jawa, Bali, dan Sulawesi Barat bukanlah busur kepulauan, melainkan pulau2 busur benua, continental arc. Sementara, jalur gunungapi di Lombok, Sumbawa, Flores, Alor, Wetar sampai gunungapi di tengah Laut Banda yang membentuk Busur Banda itu, lalu gunung2api di Sulawesi Utara, dan gunung2 api di Halmahera, itulah yang sesungguhnya merupakan pulau2 busur kepulauan, island arc, sebab lempeng samudera bertemu dengan lempeng samudera di wilayah2 ini. Apakah penting membedakan secara ketat antara busur kepulauan dengan busur benua. Tentu saja, sebab kalau tidak, saya tak akan memerlukan menulis hal ini. Sifat magma busur kepulauan akan cenderung bersifat mafic-intermediate atau basa- menengah; tetapi sifat magma busur benua akan cenderung bersifat intermediate-silicic atau menengah- asam. Dan perbedaan jenis magma ini akan berpengaruh kepada aktivitas gunungapi dan mineralisasi, artinya akan punya implikasi ke masalah kebencanaan dan mineral ekonomik. Maka membedakannya dengan jelas, dan memahaminya secara mendasar menjadi penting. Keliru memahami dasarnya, fondasinya, akan runtuhlah semua pemahaman yang dibangun di atasnya, sekalipun pemahaman yang canggih. The basis is the most important thing. Salam, Awang