SI PANDIR

 

Tersebutlah kisah pada suatu masa, di negeri Antah berantah yang terletak diplanet yang bernama

Belahan Dunia Atas Angin bertahta seorang raja yang sangat berwibawa.

Kharisma kewibawaannya memancar penuh pesona, rakyatnya pun sangat mencintainya.

 

Karena sesuatu hal untuk membiayai pembangunan istana dan kereta kuda sang Putera Mahkota,

maka pundi-pundi kas kerajaan negeri ini perlu tambahan dana yang cukup besar.

Raja yang bijaksana tadi memerintahkan kepada bendahara kerajaan untuk menaikkan pajak atas tanaman rumput.

 

Singkat cerita, rakyat merasa keberatan tapi mereka takut untuk mengatakan kepada rajanya karena

terpesona oleh kewibawaan sang Raja yang digdaya. Kebetulan para punggawanya pun memberikan laporan

yang hanya untuk membuat senang hati Sang Baginda Raja.

Semua punggawa kerajaan mengatakan kepada raja bahwa seluruh rakyat menyambut gembira keputusan

bijaksana sang Raja, semua rakyat menyatakan terimakasih atas keputusan kenaikan pajak atas tanaman

rumput karena kenaikan itu adalah bentuk perhatian raja kepada kesejahteraan rakyatnya.

 

Akan tetapi, dibalik kegembiraan rakyatnya, ternyata para kuda-kuda peliharaan rakyatnya mulai

merasakan kelaparan. Para rakyatnya yang sangat berbakti kepada rajanya pun kemudian menasehati

para kuda-kuda itu : “hei para kuda, kalian itu hanyalah binatang, binatang itu tak punya otak,

maka jangan protes, sambutlah kebijaksanaan sang Raja demi kebahagiaan dan kesejahteraan kita semua,

baik kami yang manusia maupun kalian para hewan kuda”.

 

Para kuda pun manggut-manggut saja. Mereka para kuda tunggangan itu dengan keterbatasan akalnya

mencoba memahami penjelasan majikannya dan mencoba memaklumi keadaan majikannya.

Akan tetapi karena memang pada dasarnya mereka para kuda tunggangan itu hanyalah binatang piaraan saja,

maka mereka hanya mampu merasakan bahwa mulai saat ini jatah rumputnya berkurang.

Begitu mulia hati para kuda tunggangan di negeri Antah Berantah ini, walau pun lapar mereka tak memprotes majikannya.

 

Namun hukum alam tetap saja tak mampu dilawan, karena jatah rumputnya berkurang maka makin hari kuda-kuda

tunggangan ini makin kurus badannya. Walau begitu, semangat juang para kuda ini tak pernah surut,

tetap membara mengabdi dan melayani segala keperluan majikannya.

 

Apa mau dikata, semangat tinggallah semangat, tubuh yang makin kurus itu, makin lama si kuda beban

semakin berkurang beban yang mampu digendongnya, makin lama si kuda tunggangan semakin berkurang jarak

yang mampu ditempuhnya, makin lama si kuda pacu semakin berkurang kecepatan larinya.

Tapi para kuda ini karena menyadari fatsoennya sebagai hewan peliharaan maka mereka tidak protes

terhadap keadaan yang dirasakannya.

 

Sekarang mulai para majikan yang merasakan akibatnya. Aktivitas para majikan menjadi terganggu.

Para majikan ini kemudian bertindak bijaksana dengan memberikan tambahan jatah rumput kepada

kuda-kuda peliharaannya. Gembiralah hati para kuda ini, badan mereka kembali berotot lagi.

Para majikan yang terpaksa memberikan tambahan jatah rumput kepada kuda peliharaannya ini,

gantian harus mengurangi jatah makan dirinya dan jatah makan anak-bininya.

 

Hari berganti hari, tubuh anak-anak para majikan ini mulai terlihat kurus karena kurang makan.

Para bini majikan ini juga mulai merasakan disamping jatah makannya berkurang ditambah dengan

jatah gaun bajunya pun menjadi berkurang. Makin lama keadaan ini makin menggelisahkan.

 

Akhirnya para majikan kuda tunggangan ini berkumpul dan sebagai rakyat kerajaan mulai mengadukan

keadaannya kepada para punggawa istana raja. Para punggawa kerajaan yang rata-rata sangat cerdas dan brilian

otaknya ini mengatakan kepada mereka : “Hei para rakyat, laporanmu itu sungguh tak masuk akal.

Bagaimana mungkin pajak rumput yang dinaikkan kok jadi anak kalian yang menjadi kurang makanan,

memangnya anak kalian makan rumput ya ?”.

 

Para rakyat ini (majikan para kuda tunggangan) manggut-manggut, membenarkan perkataan yang sungguh

bernas dari para punggawa istana raja. Dalam benak mereka berfikir, benar juga ya kenapa anakku kurus

badannya toh mereka nggak makan rumput ?.

 

Mereka pulang ke rumah masing-masing, kemudian menceritakan hal itu kepada para bininya.

Para bini ini manggut-manggut juga, tetapi mereka bertanya kepada suaminya :”Benar, bajuku bukan dari rumput,

tapi entah mengapa, aku tak tahu hubungan sebab akibatnya, yang jelas setelah naiknya pajak rumput,

kok jatah bajuku menjadi berkurang ?. Dan yang jelas jatah makan anakku berkurang. Aku tak tahu logikanya

akan tetapi begitulah yang aku rasakan. Menurutmu gimana ini ?”.

 

Para suami pun menjadi bingung atas teka-teki isterinya itu. Kemudian mereka berkumpul kembali,

mengadakan rapat paripurna atar sesama majikan pemilik kuda tunggangan. Sudah merupakan adat kebiasaan

jika para majikan berkumpul maka yang terjadi adalah adu debat kusir, mereka saling celoteh seperti burung beo,

bahkan ada yang mau baku hantam. Lama-lama mulai ada yang menyalahkan kerja para punggawa yang tak

becus mengurus negeri, bahkan ada yang mulai berani mempertanyakan kewibawaan Sang Maha Diraja yang berwibawa.

 

Surat protes pun dilayang ke istana raja, setelah beberapa lama datanglah surat jawaban dari

para punggawa kerajaan yang menyarankan agar mereka menemui rohaniawan istana penasihat utama sang raja.

 

Dalam rapat yang bertele-tele dan berlarut-larut itu, akhirnya berhasil disepakati untuk menuruti

nasihat para punggawa istana untuk mendatangi rohaniawan penasihat utama sang raja agar mendapat

kedamaian dan kejernihan hati.

 

Kemudian berbondong-bondonglah mereka ke tempat tinggalnya sang rohaniawan itu.

Sesampai dirumah rohaniawan yang sederhana, mungil, namun asri. Tempat tinggalnya terletak di daerah

yang berudara sejuk lagi banyak bunga-bunga bermekaran. Halamannya dipenuhi oleh tanaman bunga bagaikan

kota kembang saja layaknya. Indahnya warna bunga dan bau harum kembang menambah ketentraman dan

kedaimaian di hati siapa saja yang berkunjung kesana.

 

Sang rohaniawan tadi pun mulai menasehati para majikan kuda tunggangan dan anak-bininya disertai

pula oleh para kuda peliharaannya. Begini katanya :

“Saudara-saudaraku para majikan yang manusia maupun para kuda yang binatang. Tuhan sangat mencintai

mahluknya yang penyabar, namun tak bisa disebut sabar jika belum diuji. Maka apa yang kalian alami

ini adalah ujian dari kesabaran kalian. Sampai dimana tingkat kesabaran kalian yang kalian bangga-banggakan itu ?.

Jika hanya karena soal jatah rumput saja kalian terus saja telah membuat kalian banyak mengeluh,

maka itu namanya kalian belum sabar. Padahal ingatlah kalian semua bahwa Tuhan mencintai mereka yang sabar ! “.

 

Kemudian diteruskannya lagi :

“Kalian para kuda tunggangan yang terkenal sebagai hewan yang tangguh, maka jika cobaan seperti

ini saja kalian mengeluh maka dimanakah ketangguhan hidup kalian !”.

 

Diteruskannya lagi :

“Para majikan ini juga harus berintropeksi diri. Jangan suka dan gampang protes. Telah banyak

kenikmatan yang kalian dapatkan. Kalian punya kuda tunggangan, coba bayangkan seandainya kalian

tak mempunyai kuda tungangan ?, bagaimana rasanya ?, tak enak khan ?, maka berkurangnya kenikmatan

yang hanya terkurangi sedikit ini janganlah membikin kalian menjadi tak bersyukur, ayo syukuri keadaan

kalian yang masih dapat menikmati nikmatnya naik kuda tunggangan”.

 

Ditambahkannya lagi :

“para anak-bini ini juga jangan hanya menuntut para suami, berintropeksilah diri.

Jangan suka protes, perbaiki diri kalian dulu baru kalian boleh protes. Anak-Bini yang baik

adalah yang tak pernah mempertanyakan apa yang kalian dapatkan, tapi tanyalah pada diri kalian

sendiri apa yang telah kaian berikan !”.

 

Ditutupnya dengan sebuah nasihat :

“Oleh sebab itu hai kalian semuanya, ingatlah bahwa hidup ini pasti ada cobaaan dan tantangan,

kalau tak mau menghadapi itu semua, ya kalian jangan mau hidup, ayo yang berani menghadapi hidup.

Kuncinya adalah kesabaran dan ketangguhan hidup !!!, camkan itu semua !!!”.

 

Maka bergemuruhlah tepuk tangan para majikan, para anak-bini, dan para kuda tunggangan, setelah 

mendengarkan nasihat yang sungguh bernas itu. Buru-buru mereka pulang dengan hati yang lapang

seolah telah terbebas dari semua beban persoalan, lupa bahwa perut mereka sebenarnya masih lapar.

 

Begitu keadaan yang selalu berulang di negeri Antah berantah, sampai akhir zaman.

 

***

Esai Sepotong Cerita Prosa tentang Kuda Tunggangan.

 

 



=================================================================
"Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'.
It has silent message saying that I remember you when I wake up.
Wish you have a Great Day!" -- Ida & Krisna

Jangan lupa untuk selalu menyimak Ida Krisna Show di 99.1 DeltaFM
Senin - Jumat, pukul 06.00 - 10.00 WIB
SMS di 0818-333582
=================================================================




YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke