MAKAN CUKUP, KOK TIDAK JADI "DAGING"?

B anyak orang tua merasa sudah memberi makanan bergizi dalam porsi
cukup, tapi kenapa anaknya tidak tumbuh optimal. Apa yang sebenarnya
terjadi? Jangan-jangan ada masalah dengan sistem penyimpanan di tubuh
anak.

Di usia 6 tahun, badan Dido, sebut saja begitu, tidaklah "sesehat"
teman-temannya. Anak ini tetap saja kurus walaupun sang ibu sudah
berusaha menjejalinya dengan aneka makanan dengan gizi berlimpah. Apa
yang salah ya?
Sebelum bicara lebih jauh mengenai kemampuan penyerapan tubuh, dr.
Hadjat S. Digdowirogo, SpA., dari Bagian Gastro Hepatologi, RS Medika
Permata Hijau, Jakarta mengingatkan, "Bagaimana pertumbuhan anak setelah
lahir tidak lepas dari bagaimana kondisinya selama dalam kandungan. Bila
dalam kandungan pertumbuhannya bagus, maka setelah lahir pun diharapkan
pertumbuhannya optimal, termasuk refleks isap yang akhirnya berpengaruh
pada alat-alat pencernaannya."
Jadi, optimal atau tidaknya pertumbuhan anak, tergantung pada banyak
faktor. Makanan hanyalah salah satu di antaranya.
ANABOLISME VS KATABOLISME
Hadjat lantas menganalogikan tubuh manusia dengan mesin. Seandainya
mobil, ada yang bensinnya boros dan ada juga yang bensinnya irit
walaupun tenaga yang dihasilkan sama. Analogi tersebut bisa digunakan
untuk menjelaskan secara gampang apa yang dinamakan anabolisme dan apa
itu katabolisme.
Anabolisme, kata Hadjat, adalah kemampuan tubuh untuk menyimpan
sari-sari yang dianggap penting dari makanan yang masuk. Kebalikannya,
katabolisme adalah kemampuan tubuh untuk menghancurkannya. Jadi,
kemampuan anabolisme dan katabolisme tubuh masing-masing anak memang
berbeda. Jika tubuhnya mempunyai kemampuan anabolisme yang baik, maka
makanan yang masuk dengan sendirinya dapat disimpan dengan baik pula dan
akhirnya "jadi daging". Kebalikannya adalah anak yang sistem
katabolismenya lebih tinggi. Begitu makanan masuk, sebelum diserap pun
sudah banyak yang hancur. Makanya jangan heran bila 2 anak yang diberi
intake sama menunjukkan berat tubuh yang berbeda, karena sistem dalam
masing-masing tubuhnya juga berlainan.
Deteksi yang paling mudah untuk menentukan apakah kemampuan anabolik
seorang anak lebih baik dari kemampuan kataboliknya adalah dengan
melihat perbandingan antara makanan yang dikonsumsinya, apakah sesuai
atau tidak dengan pertumbuhannya. Meski bukan berarti anak yang
kemampuan katabolisme tubuhnya lebih tinggi dipastikan pembuangannya
jadi lebih banyak. Pasalnya, semua makanan akan diolah oleh tubuh. Akan
tetapi sel-sel tubuhlah yang akan memanfaatkannya atau tidak. Perlu
diketahui, jika nutrisi tersebut tidak seluruhnya dimanfaatkan oleh sel
tentu akan menumpuk dan bisa jadi sumber penyakit.
Menurut Hadjat, kemampuan anabolisme dan katabolisme ini lebih bersifat
genetis alias diwariskan secara turun-temurun. Untuk memperbaikinya ada
beberapa hal yang bisa dilakukan, di antaranya menggunakan terapi
hormon. "Namun hal ini jarang sekali diterapkan pada manusia," ungkap
Hadjat. Walaupun begitu ada juga obat-obatan yang fungsinya meningkatkan
kemampuan anabolisme tubuh, misalnya kortikosteroid. Hal lain yang bisa
dilakukan adalah pemeriksaan feses. Dari pemeriksaan ini bisa diketahui
bila fesesnya ternyata mengandung banyak zat makanan yang seharusnya
diserap tubuh. Begitu pula jika ternyata anak kekurangan enzim. Untuk
mengatasinya, "Bisa saja anak ini diberi preparat enzim supaya
pencernaannya lebih bagus," utur Hadjat. Sementara pemberian susu
formula tertentu yang diklaim bisa menambah berat badan anak sebaiknya
hanya dikonsumsi saat tertentu saja, misalnya setelah anak sembuh dari
sakit berat dan sebagainya. Konsumsi susu seperti ini tidak disarankan
dilakukan dalam jangka panjang.
FAKTOR LAIN
Selain faktor dari dalam tubuh sendiri yaitu mekanisme anabolisme dan
katabolisme, ada juga beberapa faktor lain yang bisa menyebabkan
konsumsi makan tidak sebanding dengan pertumbuhan berat badan anak.
Untuk memastikan bahwa ada masalah dengan penyerapan makanan, maka harus
ada indikator seperti di bawah ini.
* Makanan Dari makanan sendiri ada beberapa sebab, di antaranya intake
(jumlah makanan yang masuk ke tubuh) memang kurang karena beberapa
gangguan, seperti karena bibir sumbing dan kelainan lainnya. Bisa juga
makanan jadi kurang karena suatu penyakit yang menyebabkan makanan itu
keluar secara berlebihan. Contohnya diare kronik yang berulang-ulang dan
terjadi dalam waktu lama, intoleransi laktosa, gangguan pencernaan
lemak, dan sebagainya.
* Gangguan saluran cerna
Gangguan saluran cerna atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan
istilah gastro esofageal refluks (GER) bisa juga menjadi penyebab.
Akibat adanya gangguan ini, makanan jadi tidak sampai ke saluran cerna
karena "pintu" menuju usus tidak menutup dengan rapat, sehingga intake
yang sudah masuk akan keluar lagi berupa muntah tanpa bisa diserap oleh
tubuh.
Atau bisa juga "pintu" lain yang menuju proses pembuangan menutup
terlalu rapat, sehingga intake tidak bisa melewatinya, bahkan keluar
lagi dalam bentuk muntahan juga. Gangguan ini dikenal dengan nama
hipertrofi pilorus.
* Metabolisme tubuh
Penyebab lainnya adalah metabolisme atau pengolahan makanan di dalam
tubuh yang tidak berjalan sempurna akibat kurangnya hormon pertumbuhan
dan penyakit-penyakit kronis semisal diabetes dan sebagainya. Pada
penyakit diabetes, pemanfaatan glukosa oleh sel jadi terganggu karena
tidak adanya hormon insulin. Akibatnya, semua hasil pengolahan yang
seharusnya menjadi energi malah masuk ke gula darah yang kemudian
membuat gula darah meninggi.
* Operasi
Penyakit tertentu seperti invaginasi mengharuskan penderitanya dioperasi
dan dibuatkan lubang pembuangan di perut. Pada kasus ini, seringkali
proses penyerapan makanan belum selesai tapi sudah ada sisa makanan yang
dikeluarkan tubuh.
* Umur Dalam perjalanannya, tubuh akan membagi masa pertumbuhan menjadi
masa pertumbuhan cepat dan masa pertumbuhan lambat. Sebagai gambaran,
sebelum satu tahun anak akan mengalami masa pertumbuhan cepat. Di
rentang usia ini semua makanan yang masuk akan diserap dengan baik oleh
tubuh. Tak heran kalau bayi yang lahir dengan berat 3 kg, ketika berusia
setahun beratnya rata-rata sudah mencapai 9 kg.
Setelah itu anak akan memasuki fase pertumbuhan lambat yang ditandai
dengan pertambahan berat badan yang relatif tidak banyak selama kurun
waktu tertentu. Memasuki usia 10 tahun, anak kembali ke fase pertumbuhan
cepat. Artinya, nafsu makan anak akan meningkat drastis diikuti dengan
pertumbuhan badan ke atas (bertambah tinggi) dengan cepat. Akan tetapi
begitu memasuki usia dewasa, pertumbuhan kembali ke masa pertumbuhan
lambat.
* Tergantung aktivitas
Anak-anak pada usia tertentu umumnya sedang giat-giatnya beraktivitas.
Makanan sebanyak apa pun yang masuk langsung diproses oleh tubuh dan
dibakar menjadi energi guna menopang aktivitasnya. Lalu muncul kesan,
yaitu makan banyak tapi tidak "jadi daging". Itu karena karena semua
sari makanan yang terserap diubah menjadi energi. Menghadapi kasus-kasus
seperti ini, orang tua tidak perlu khawatir.
POLA MAKAN SEIMBANG
Walaupun anak terlihat kurus/pertumbuhan berat badannya tidak optimal,
tapi kalau makannya bagus, orang tua sebaiknya tidak perlu khawatir.
Apalagi bila sudah di- screening tidak ada penyakit kronis, sudah
menjalani pemeriksaan laboratorium dan semua oke alias tidak ada sesuatu
yang mencurigakan, anak tetap cerdas, dan jarang sakit. Jadi, "Selama
semuanya sudah dipastikan baik-baik saja, bisa jadi secara genetik si
anak memang tidak bisa gemuk," tandas Hadjat.
Adapun komposisi kebutuhan makanan setiap anak pada dasarnya sama, yaitu
ditinjau dari persentase setiap zat gizi per kilogram berat tubuh. Lalu,
tinggal disesuaikan dengan berat badan anak saat itu. Anak yang berat
badannya 15 kg, contohnya, tentu kebutuhannya berbeda dengan anak yang
berat badannya 30 kg meski kebutuhan per kilonya tetap sama. Hadjat
menegaskan pentingnya pola makan yang seimbang.
ANAK OVERWEIGHT OBESITAS TETAP HARUS MAKAN 3 KALI
Yang lazim dalam budaya Indonesia adalah makan 3 kali sehari dengan
konsumsi makanan ringan di sela-sela waktu makan utama. Pola makan
seperti ini sangat penting diterapkan pada semua anak dan tidak ada satu
pun yang lebih penting dibanding waktu makan lainnya. Jadi, makan pagi
sama pentingnya dengan makan siang dan makan malam. Pada dasarnya anak
yang sedang dalam masa pertumbuhan membutuhkan pola makan teratur dan
gizi seimbang. Pun, anak yang menderita overweight akibat pola makan
berlebih ataupun faktor lainnya, dikatakan Hadjat, tetap harus menjalani
pola makan 3 kali sehari. "Kalaupun porsinya mau dikurangi dengan
seimbang, bolehlah. Tapi sebaiknya konsultasikan dulu dengan ahli gizi,
supaya dihitungkan jumlah kalori yang dibutuhkan tubuh si anak karena
hal ini sifatnya sangat individual," tandasnya pula.
Marfuah Panji Astuti/nakita



[Non-text portions of this message have been removed]





=================================================================
"Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'.
It has silent message saying that I remember you when I wake up.
Wish you have a Great Day!" -- Ida Arimurti

Jangan lupa simak IDA KRISNA SHOW SENIN HINGGA JUMAT di 99,1 DELTA FM
Jam 4 sore hingga 8 malam dan kirim sms di 0818 333 582.

=================================================================




SPONSORED LINKS
Station


YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke