Bandung Jadi Kota Sampah Euy....
Oleh
Didit Ernanto

BANDUNG - Bandung sering disebut "Kota Kembang" karena di sana dahulu
kala banyak tanaman kembang. Bandung juga dijuluki "Paris van Java
karena suasana dan segalanya mirip Kota Paris, ibu kota negara Prancis.
Tapi kini julukan-julukan yang indah itu tinggal kenangan.

Kini kota dingin itu bahkan dijuluki "Kota Sampah" karena sampah memang
berserekan di mana-mana. Tumpukan sampah menjadi pemandangan yang mudah
dijumpai di Kota Bandung belakangan ini. Di mana-mana dapat ditemukan
gunungan sampah. Bahkan di jalan utama sekalipun seperti di kawasan Dago
dan Cihampelas.
Tumpukan sampah yang bercampur dengan air menimbulkan bau yang
menyengat. Sampah-sampah itu dibiarkan menggunung. Di kawasan Dago warga
bahkan sengaja membuang sampah di jalur hijau. Aksi warga itu sebagai
ungkapan kekecewaan terhadap Pemkot Bandung yang dianggap tidak sigap
dalam mengatasi masalah sampah.
Tak jarang di antara tumpukan sampah itu bermunculan belatung. Binatang
itu dengan bebas merayap di jalanan. Menumpuknya sampah di Kota Bandung
bermula dari belum adanya tempat pembuangan akhir (TPA) sampah.
Pascabencana Leuwigajah April tahun lalu, TPA itu kemudian ditutup.

Di sisi lain, TPA Cicabe yang dijadikan sebagai alternatif masa
operasinya berakhir 15 Mei 2006. Praktis setelah TPA Cicabe ditutup,
Kota Bandung tak lagi mempunyai TPA sampah yang memadai.
Menumpuknya sampah tak hanya membuat keindahan Kota Bandung menjadi
sirna. Tumpukan sampah juga merugikan banyak orang secara ekonomi.
Mereka yang dirugikan adalah orang-orang yang mempunyai mata pencaharian
di dekat tempat pembuangan sementara (TPS).

Bersifat Sementara
Salah satunya adalah Rina Marlina (27). Sudah puluhan tahun Rina menjadi
pedagang kelontong di Pasar Cihaurgeulis, Kota Bandung. Kios yang
ditempatinya warisan dari ibunya yang merintis berjualan di pasar yang
letaknya di Jalan Surapati Bandung ini.

Mulanya usaha yang ditekuni Rina berjalan lancar. Tetapi sejak sebulan
lalu usaha Rina tak lancar lagi seperti biasanya. Tumpukan sampah di
depan kios miliknya menjadi penyebab pelanggan enggan datang ke kiosnya.
"Pembeli sepi. Mana ada yang mau beli. Baunya minta ampun," keluh Rina
yang ditemui SH, Senin (15/5). Bukan cuma bau, belatung pun terlihat
berseliweran di depan kios Rina.

Jangankan pembeli, Rina saja mengaku tidak tahan dengan bau dari sampah
yang menumpuk setinggi lebih dari 2 meter di halaman pasar. Selama
berada di kios, Rina harus menggunakan masker atau penutup hidung.
Upaya lain untuk mengusir bau adalah dengan menyemprot bagian dalam
kiosnya dengan wewangian. Sedangkan untuk mematikan belatung, Rina
biasanya menyiram dengan kapur. Tetapi, upaya yang dilakukan Rina hanya
bersifat sementara. Bau tetap tercium hingga ke dalam pasar. Bagi Rina
menggunungnya sampah di TPS Pasar Cihaurgeulis bukan hal pertama.

Tahun lalu sampah juga menggunung. Tapi karena bertepatan dengan
pelaksanaan Konferensi Asia-Afrika, maka gunungan sampah segera
dibersihkan. Tapi untuk kali ini tidak. Hingga sebulan lebih sampah
tetap dibiarkan menggunung, belum ada tanda-tanda hendak dibuang ke TPA.

Kendati pembeli terus berkurang, bahkan nyaris tidak ada, Rina mencoba
bertahan. "Saya tidak punya pekerjaan lain. Kalau saya tidak jualan
dapur tidak ngebul," gurau Rina sembari tertawa getir.

Terus Bertahan
Rina memang mencoba terus bertahan mengingat penghasilan sang suami
sebagai PNS rendahan tidak seberapa. Rina adalah salah satu dari
pedagang di Pasar Cihaurgeulis yang mencoba bertahan.
Padahal kios di sebelahnya terpaksa ditutup. Rina mengisahkan pemilik
kios di sebelahnya terpaksa menutup usahanya. Mau dijual, belum kunjung
laku. Tak hanya kios di sebelahnya, puluhan pedagang lainnya yang biasa
berjualan di halaman pasar jauh hari sudah terlebih dahulu memilih
hengkang.

"Percuma bertahan. Pembeli tidak ada," tegas Usep salah seorang pedagang
sayur. Biasanya Usep berjualan di halaman Pasar Cihaurgeulis. Tetapi
setelah sampah terus menggunung, Usep terpaksa hengkang. Kini Usep
berjualan sayur keliling kampung. Rina maupun Usep sempat bertanya
kepada pengelola pasar.
Tetapi pihak pengelola pasar sendiri kebingungan menjawabnya.
"Pengelolanya saja tidak tahu kapan sampah akan diangkut ke TPA," tukas
Rina. Ironisnya Rina tetap dikenai retribusi sampah.

Menurut Rina ia harus membayar retribusi sebesar Rp 1.000-Rp1.500 setiap
hari. Karena sampah yang menggunung, retribusi yang dibayar Rina
mendapat diskon. Biasanya Rina dan pedagang lainnya di Pasar
Cihaurgeulis harus membayar Rp 2.500/hari.

Nasib Rina maupun Usep dialami pula oleh puluhan bahkan ratusan orang
yang hidup di sektor nonformal seperti membuka usaha foto kopi maupun
warung. Seperti yang dilihat SH di kawasan Taman Sari.
Sejak sampah menggunung di TPS Taman Sari, salah satu warung makanan
yang berada persis di belakang TPS terpaksa tutup. Demikian pula satu
warung kaki lima yang biasa buka malam hari mengalami hal yang sama.
Bukan hanya pemilik usaha saja yang merasa tersiksa akibat sampah.
Sejumlah sekolah yang letaknya berdekatan dengan TPS pun mengalami hal
yang sama. Seperti yang terjadi di SDN Babakan Sentral I, II, III dan IV
di Kecamatan Kiara Condong. Karena lokasi sekolah berdekatan dengan TPS
di Kiara Condong, anak-anak pun harus sekolah dengan menggunakan masker.

Alternatif TPA
Pemerintah sebenarnya bukannya tak peduli. Pemprov Jabar bersama Pemkot
Bandung, Pemkab Bandung serta Pemkot Cimahi terus berupaya mencari
alternatif TPA baru. Lokasi TPA baru di kawasan Nagrek memang telah
disepakati. Tetapi belum jelas kapan akan beroperasi.

Kabar terakhir Pemkot Bandung telah menjalin kerja sama dengan Pemkab
Garut untuk mengoperasikan TPA Sementara di kawasan Pasirbajing Garut.

Wali Kota Bandung, Dada Rosada, berjanji sebelum 20 Mei seluruh sampah
di Kota Bandung telah diangkut ke TPA Sementara di Pasirbajing Garut.
Maklum saja 20 Mei nanti rencananya Presiden Yudhoyono akan berkunjung
ke Bandung.

Tetapi Wali Kota menampik anggapan pembersihan sampah di Kota Bandung
semata untuk kepentingan kedatangan Presiden Yudhoyono semata. Ketika
berita ini disampaikan kepada Rina, tak ada respon berlebihan tanda
gembira. "Mudah-mudahan saja sampah secepatnya diangkut ke TPA. Biar
pembeli kembali datang," harap Rina.

Sayangnya TPA Sementara di Pasirbajing ini hanya dioperasikan 3 bulan.
Dengan demikian 3 bulan lagi sampah kembali menjadi masalah rumit di
Kota Bandung. n



[Non-text portions of this message have been removed]






=================================================================
"Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'.
It has silent message saying that I remember you when I wake up.
Wish you have a Great Day!" -- Ida Arimurti

Jangan lupa simak IDA KRISNA SHOW SENIN HINGGA JUMAT di 99,1 DELTA FM
Jam 4 sore hingga 8 malam dan kirim sms di 0818 333 582.

=================================================================




SPONSORED LINKS
Station


YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke