Rumah, Bukan Ruang Transit

Oleh: Nusya Kuswantin, Pemerhati Rumah
    
Dewasa ini, terutama di kota-kota besar, ada kecenderungan orang
memperlakukan rumahnya tak lebih dari sekadar sebagai tempat untuk mandi,
tidur, atau sebagai ruang transit.

Bangun pagi bergegas ke kantor, dua jam terjebak kemacetan lalu lintas.
Lantas, 8 bahkan 10 jam di tempat kerja. Seusai jam kerja, mampir dulu ke
kafe untuk 1-2 jam meneguk kopi espresso bersama teman-teman. Bukan untuk
sesuatu yang penting, melainkan semata-mata menghindari kemacetan jalanan.
Dan, ketika tiba di rumah, badan sudah terlalu lelah.

Bila ada keperluan seusai jam kantor, misalnya berbelanja kebutuhan
sehari-hari di pasar swalayan, memangkas rambut di salon, atau berolahraga
di gym, akan makin larutlah saat tiba di rumah. Karena, setelah itu, makan
malam tentu akan lebih praktis dilakukan di restoran daripada di rumah. Kali
ini fungsi rumah benar-benar tak lebih dari sekadar ruang transit.

Kata pulang kemudian mengandung makna mengantuk atau penat ketika badan
perlu istirahat. Komunikasi dengan keluarga toh bisa dilakukan dengan
telepon seluler.

Magnet

Apakah magnet yang menarik seseorang untuk bergegas pulang ke rumah? Tak
bisa lain, anak adalah jawaban yang sudah barang tentu menempati urutan
nomor satu karena memang merekalah yang selayaknya menjadi pusat kehidupan
para pasangan suami-istri atau orangtua. Sayangnya, pembagian peran-yang
pada umumnya menuntut ibu dan bukan ayah untuk lebih dekat kepada
anak-seolah bisa memberikan dalih kepada para lelaki untuk pulang ke rumah
pada waktu sesukanya.

Urutan berikutnya adalah pasangan hidup, binatang piaraan seperti hamster,
anjing, burung, ikan, kucing, ular, iguana, harimau, yang memang membutuhkan
perhatian. Lantas, tanaman manja seperti suplir, anggrek, dan jenis-jenis
tanamanhias lainnya yang juga perlu dirawat.
    
Akan tetapi, sesungguhnya, rumah adalah magnet juga, yaitu ketika teman
datang berkunjung untuk sekadar mengobrol dan minum teh di akhir hari kerja.
Atau ketika salah satu ruangan perlu ditata ulang agar memberikan suasana
yang berbeda dan lebih efisien dengan memindahkan posisi perabot, mengganti
motif dan warna gorden atau cat tembok, mengurangi pernak-pernik yang sudah
out-of-fashion, menambah pernak-pernik lainnya yang lebih fungsional seperti
bantalan untuk sofa atau ambin atau lampit.
    
Atau menyulap kamar mandi menjadi tempat yang nyaman, dan toilet diubah
berfungsi rangkap sekaligus sebagai ruang baca. Kali lain menata dapur
sedemikian rupa sehingga rak-raknya terjangkau oleh anak-anak untuk belajar
menyiapkan makanan mereka sendiri.
    
Dan, semuanya adalah kegiatan yang selayaknya dilakukan dengan memberikan
peran yang besar kepada anak-anak, terutama yang sedang tumbuh, demi
menanamkan rasa kebersamaan, tanggung jawab, serta inisiatif. Alih-alih
sambil mengajari anak tentang kegiatan praktis sederhana sehari-hari, yang
dalam ilmu manajemen disebut dengan PME (planning, monitoring, dan
evaluasi). Misalnya, bersama anak merancang perubahan posisi perabot dengan
cara menggambarnya dalam kertas gambar berskala sehingga penempatan perabot
sesuai dengan luas 
ruang yang tersedia.
    
Ada keluarga yang memiliki jadwal tiga bulanan untuk mengubah posisi perabot
rumahnya, tetapi ada juga yang karena alasan pragmatis tak bisa
mengubahnya-namun senantiasa mengubah pernak-pernik di sekitarnya.
    
Namun, yang paling hangat, terutama bagi para bujangan, mungkin adalah
mengundang sahabat untuk datang berkunjung dan kemudian menantangnya bermain
kartu! ****

 


 




 



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke