Wali Songo itu China ?

 

Sedikit bacaan buat anda2 dari sebuah buku yang tidak boleh terbit mulai 

jaman Orde Lama sampai Orde Baru dan sekarang di dalam Orde paling baru
sedang banyak di bicarakan kembali..... 

 

Entah kenapa banyak sekali sdr kita umat Muslim merasa gerah, 

apabila mendengar bahwa delapan dari Sunan Walisongo itu adalah orang
Tionghoa, 

padahal Nabi Muhammad saw sendiri pernah bersabda "Tuntutlah ilmu walau
sampai negeri Cina" (Al Hadits), 

nah pada saat itu orang Tionghoa nya sendirilah yg datang ke Indonesia, 

sehingga mereka tidak perlu repot2 harus pergi belajar ke Tiongkok untuk
menuntut ilmu disana. 

 

Prof Slamet Mulyana pernah berusaha untuk mengungkapkan hal tsb diatas dlm
bukunya 

"Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di
Nusantara" , 

tetapi pada th 1968 dilarang beredar, karena masalah ini sangat peka sekali 

dan mereka menilai menyakut masalah SARA.

Kenapa demikian?

 

Bayangkan saja yg mendirikan kerajaan Islam pertama di Jawa adalah orang
Tionghoa, 

bahkan Sultan nya yg pertama pun adalah orang Tionghoa: Chen Jinwen alias
Raden Patah 

alias Panembahan Tan Jin Bun/Arya (Cu-Cu). 

 

Walisongo atau Walisanga yg berarti sembilan (songo) Wali, tetapi ada juga
yg berpendapat 

bahwa perkataan songo ini berasal dari kata "tsana" yg berarti mulia dlm bhs
Arab sedangkan 

pendapat lainnya mengatakan bahwa kata tsb berasal dari kata "sana" dlm bhs
Jawa yg berarti "tempat" 

 

Para wali tsb mendapatkan gelar Sunan, yg berarti guru agama atau ustadz, 

namun perkataan Sunan itu sebenarnya diambil dari perkataan "Suhu/Saihu" yg 

berarti guru dlm bhs dialek Hokkian, sebab para wali itu adalah guru2 

Pesantren Hanafiyah, dari mazhab (sekte) Hanafi. "Su" singkatan dari kata
"Suhu" dan "Nan" 

berarti selatan, sebab para penganut sekte Hanafi ini berasal dari Tiongkok
Selatan. 

 

Perlu diketahui bahwa sebutan "Kyai" yg kita kenal sekarang ini sebagai
sebutan 

untuk guru agama Islam setidak-tidaknya hingga jaman pendudukan Jepang masih


digunakan untuk panggilan bagi seorang lelaki Tionghoa Totok, seperti
pangggilan "Encek". 

 

Walisongo ini didirikan oleh Sunan Ampel pada th.

1474. Yg terdiri dari 9 wali

yaitu:

 

Sunan Ampel alias Bong Swie Ho

Sunan Drajat alias Bong Tak Keng

Sunan Bonang alias Bong Tak Ang

Sunan Kalijaga alias Gan Si Cang

Sunan Gunung Jati alias Du Anbo - Toh A Bo Sunan Kudus alias Zha Dexu - Ja
Tik Su 

Sunan Giri adalah cucunya Bong Swie Ho Sunan Muria Maulana Malik Ibrahim
alias Chen Yinghua/Tan Eng Hoat

 

Sunan Ampel (Bong Swie Ho) alias Raden Rahmat lahir pada th 1401 di Champa
(Kamboja), 

ia tiba di Jawa pada th 1443. Pada saat itu di Champa banyak sekali orang
Tionghoa 

penganut agama Muslim yg bermukim disana.

Pada th 1479 ia mendirikan

Mesjid Demak. Ia juga perencana kerajaan Islam pertama di Jawa yang beribu
kota 

di Bintoro Demak, dengan mengangkat Raden Patah alias Chen Jinwen - Tan Jin
Bun 

sebagai Sultan yang pertama, ia itu puteranya dari Cek Kopo di Palembang. 

 

Orang Portugis menyebut Raden Patah "Pate Rodin Sr."

sebagai "persona de grande

syso" (orang yg sangat bijaksana) atau "cavaleiro"

(bangsawan yg mulia),

walaupun demikian orang Belanda sendiri tidak percaya moso sih sultan Islam
pertama 

di Jawa adalah orang Tionghoa. Oleh sebab itulah Residen Poortman 1928
mendapat tugas 

dari pemerintah Belanda untuk menyelidikinya; apakah Raden Patah itu benar2
orang Tionghoa tulen? 

 

Poortman diperintahkan untuk menggeledah Kelenteng Sam Po Kong dan menyita
naskah 

berbahasa Tionghoa,dimana sebagian sudah berusia 400 tahun sebanyak tiga
cikar/pedati. 

Arsip Poortman ini dikutip oleh Parlindungan yang menulis buku yang juga
kontroversial 

Tuanku Rao, dan Slamet Mulyana juga banyak menyitir dari buku ini. 

 

Pernyataan Raden Patah adalah seorang Tionghoa ini tercantum dlm Serat Kanda
Raden Patah 

bergelar Panembahan Jimbun,dan dalam Babad Tanah Jawi disebut sebagai
Senapati Jimbun. 

Kata Jin Bun (Jinwen) dalam dialek Hokkian berarti "orang kuat". 

 

Cucunya dari Raden patah Sunan Prawata atau Chen Muming/Tan Muk Ming adalah
Sultan 

terakhir dari Kerajaan Demak, berambisi untuk meng-Islamkan seluruh Jawa,
sehingga 

apabila ia berhasil maka ia bisa menjadi "segundo Turco" (seorang Sultan
Turki ke II) 

setanding sultan Turki Suleiman I dengan kemegahannya. 

 

Sumber:

- D. A. Rinkes "De heiligen van Java" 

- Jan Edel "Hikajat Hasanoeddin"

- B. J. O. Schrieke, 1916, Het Boek van Bonang -

Utrecht: Den Boer

- G.W.J. Drewes, 1969 The admonitions of Seh Bari : a 16th century Javanese
Muslim text attributed to the Saint of Bonang, The

Hague: Martinus Nijhoff

- De Graaf and Pigeaud "De eerste Moslimse Vorstendommen op Java" - "Islamic
states in Java 1500 -1700".

- Amen Budiman "Masyarakat Islam Tionghoa di Indonesia"

- Prof. Slamet Mulyana "Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya
Negara-negara Islam di Nusantara  

 

 

 

 

 



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke