Perlukah Memiliki Dokter Keluarga ?

 

Comment : Kalau konsep ini diterapkan / berjalan, akan sangat bagus

karena seluruh sejarah kesehatan kita terpantau dan kita akan mempunyai

hubungan yang lebih baik dengan dokter, sehingga otomatis akan terjadi

komunikasi yang lebih baik...soalnya saya sering sekali merasa kalau

dokter terkadang sangat sibuk & hanya "setengah" mendengarkan keluhan &

karena terbatasnya waktu tidak melalukan pemeriksaan secara menyeluruh

(terlalu cepat mengambil kesimpulan).

 

www.kompas.com <http://www.kompas.com/> 

 

Mungkin Anda sudah sering melihat adegan film di mana sebuah keluarga

memiliki dokter pribadi yang siap dipanggil jika salah satu anggota

keluarga sakit. Di Indonesia sendiri sosok dokter keluarga masih

samar-samar. Banyak masyarakat yang belum tahu di mana mencari dokter

keluarga, banyak pula yang merasa tak perlu memiliki dokter keluarga. 

Sebenarnya, siapakah dokter keluarga (DK) itu? "Dokter keluarga adalah

tempat kontak pertama pasien dengan dokter, jika dirasakan perlu

pemeriksaan lanjutan, DK yang akan melakukan koordinasi ke dokter

spesialis, laboratorium, atau rumah sakit," papar dr.Sugito

Wononodirekso, MS,PHK, PKK, Ketua Perhimpunan Dokter Keluarga
Indonesia(PDKI).

 

Tugas DK adalah memonitor kesehatan seluruh anggota keluarga, melakukan

pencatatan medis setiap pasiennya, catatan ini akan bertambah setiap

kali pasien berobat atau berkonsultasi, serta memberikan pengarahan agar

taraf kesehatan seluruh keluarga meningkat.

Menurut Sugito, pada dasarnya setiap dokter bisa menjadi dokter

keluarga, namun ia menyarankan agar pasien memilih dokter umum karena

pengetahuan medisnya lebih luas. "Dokter umum yang prakteknya dekat

rumah bisa menjadi kandidat dokter keluarga, yang penting ia bisa

memiliki pencatatan medis yang baik," tutur Sugito.

 

Masyarakat Indonesia dinilai Sugito masih suka "shopping" dokter atau

berganti-ganti dokter sampai sembuh. Padahal menurutnya meski kesembuhan

tercapai namun dana yang dikeluarkan lebih banyak. Selain itu, dari sisi

kesehatan kebiasaan shopping dokter tadi bisa menimbulkan "kecelakaan

medis", misalnya alergi obat. "Keadaan itu dapat dicegah dengan layanan

berkesinambungan dari dokter keluarga," katanya.

Pasien dewasa ini sudah lebih peduli pada kesehatannya, akibatnya mereka

lebih memilih berobat langsung ke dokter spesialis. "Boleh saja langsung

ke dokter spesialis, tapi perlu diketahui bahwa 85 persen masalah

kesehatan dapat diselesaikan oleh DK. Bagi mereka yang merasa banyak

uang, berobat ke manapun silakan saja," ujarnya.

 

Jika tak cocok boleh ganti

 

Berbeda dengan dokter kebanyakan, bukan hanya mengobati ketika sakit,

seorang DK akan secara aktif memonitor kesehatan keluarga dan

menghubungi tanpa perlu dipanggil. Seorang DK yang baik harus bisa

memberikan layanan primer, selain mampu menjawab pertanyaan kesehatan

juga dapat menjadi sahabat keluarga. 

Meskipun seorang DK bisa dipanggil ke rumah, namun perlu disadari bahwa

pelayanan di rumah tidak akan sesempurna di klinik karena keterbatasan

sarana. Singkatnya, jika tidak terpaksa benar tidak perlu meminta dokter

datang ke rumah. Karena proses pelayanan yang diberikan DK adalah

layanan primer, maka tak heran jika tarif DK juga berbeda dengan dokter

umum biasa. 

Sebagai pasien, kita juga boleh berpindah DK jika dirasa tidak cocok.

Tetapi Sugito menyarankan agar kepindahan itu diketahui DK yang lama

agar semua data kesehatan yang lama bisa diserahkan kepada DK yang baru.

Perpindahkan yang tidak terrekam akan merugikan pasien karena dapat

terjadi pengulangan pemeriksaan atau duplikasi obat.

 

Memilih DK

 

Seperti sudah dijelaskan di awal, setiap dokter umum bisa menjadi dokter

keluarga, namun memang sebaiknya pasien yang meminta secara halus agar

dokter langganannya melakukan praktik dengan pendekatan dokter keluarga.

Misalnya dengan mengingatkan agar dokter selalu mencatat data kesehatan

atau membawa salinan resep dari apotik kepada dokter untuk dicatat.

"Syarat utama adalah dokter umum itu harus memiliki rekam medis yang

baik," ujar Sugito.

Di Indonesia memang belum ada dokter yang berpredikat dokter keluarga,

karena sampai sekarang belum ada institusi pendidikan maupun organsisasi

profesi yang secara resmi memberi gelar dokter keluarga. Untuk saat ini

setiap dokter umum bisa dipilih menjadi DK. Akan tetapi nantinya setiap

dokter umum akan dilatih agar memiliki standarisasi untuk menerapkan

pendekatan kedokteran keluarga. 

From: Hari Rahmi (JA/EID) [mailto:[EMAIL PROTECTED]

 

 

 

 

 



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke