Dear teman semua,
Sepertinya dokter tidak dapat disalahkan 100%. Pemberian antibiotik salah
satu tujuannya untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder (infeksi lain yang
terjadi setelah adanya penyakit utama), apalagi bila pasien sudah demam, dan
biasanya demam itu karena adanya proses peradangan karena infeksi.

Ada baiknya kita sebagai pasien juga mengetahui mengenai obat dan
kegunaannya, sebaiknya kita memiliki buku petunjuk penggunaan obat versi
Indonesia (ISO = informasi spesialite obat, terbitan Ikatan Sarjana Farmasi
Indonesia) agar kita pun tau apakah perlu atau tidak kita minum obat yg
dokter berikan tsb. atau buku IMS (ISO nya versi bahasa inggris)
Nah bila memang dokter terlalu banyak memberi obat, yg fungsinya sama atau
dobel, maka bolehlah kita protes atau mencari second opinionnya ke dokter
lain.

Dokter pun ada bermacam-2 sifatnya, ada yang rajin memberikan informasi pada
pasiennya, ada juga yang tidak, jadi kita sebagai pasien sebaiknya selalu
bertanya ke dokternya, obat apa yg diberikannya, apa gunannya, dan apakah
penyakitnya. Bila memang benar, kita bisa minum obatnya, tapi bila dirasa
tidak sesuai kita boleh protes saat di dokternya atau kita pindah ke dokter
lain mencari second opinion, karena hal ini merupakan hak kita sebagai
pasien.

Maaf bila ada kata-2 saya yang tidak berkenan, namun keinginan saya mudah2an
tercipta hubungan yg baik dan adanya pengertian antara dokter dan pasien.

salam,
-
-Lika-
http://www.geocities.com/drg_likatrimulya/konsultasi-gigi.htm


On 5/21/07, hylda anggraeny <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>   Dear Ibu Ida,
>
> Sebuah topik yang sangat sangat menarik.
> Bagaimana kalau saya usul, tulisan ini disebarkan ke
> rumah-rumah sakit dan dokter-dokter rumah sakit.
> Mereka inilah inilah yang menurut saya menjadi
> 'pembawa masalah".
>
> Saya termasuk orang yang menghindarkan penggunaan
> antibiotik. Akan tetapi hal ini baru beberapa bulan
> belakangan ini saya lakukan karena melihat bahwa
> dokter yang memeriksa saya atau anak-anak saya,
> sungguh sangat tidak profesional.
>
> FYI, saya adalah salah satu pemegang asuransi
> kesehatan. Dengan status pemegang asuransi kesehatan,
> saya dulu mengira dokter tersebut dengan gampang
> memberikan obat karena akan di cover oleh pihak
> asuransi. Ternyata dugaan saya tersebut salah. Pernah
> beberapa kali saya tidak menggunakan fasilitas
> tersebut dan ternyata tetap saja diberikan antibiotik.
> Dengan demikian, pemberian anti biotik ini adalah
> sebuah MUST requirement bila berobat ke dokter.
>
> Menurut saya, penggunaan AB tersebut dikarenakan hal
> sebagai berikut :
>
> 1. Pemerikasaan asal-asalan
> Kamis kemarin, anak saya yang terkecil panas tinggi
> (38.6). Suami saya sebenarnya ingin memberikan obat
> yang diberikan lewat anus, akan tetapi membatalkannya
> karena tidak tahu dosis yang benar untuk obat
> tersebut. Kami membawanya ke rumah sakit yang ada di
> sekitar BSD, Karawaci dan Tangerang (kalau ada yang
> pengen tahu, silahkan japri dan akan saya berikan nama
> dokter dan rumah sakitnya).
>
> Sesampai di rumah sakit, langsung masuk UGD karena
> rumah sakitnya libur. Diperiksa oleh seorang dokter
> yang "sangat-sangat komunikatif".
>
> Anak saya diperiksa dadanya pake stateskop, dan
> diminta untuk membuka mulutnya. Si anak, tidak mau
> buka mulut dan si dokter bilang bahwa tidak perlu lagi
> membuka mulut.
>
> Suami saya lansung bertanya, diagnosanya apa dan
> dijawab radang tengorokan. Suami juga
> menginformasikan, apakah ada kemungkinan gigi anak
> saya yang mau tumbuh membuat badannya panas tinggi dan
> dijawab oleh sang dokter dengan kata-katan 'mungkin
> juga".
>
> Nah disini persoalannya, belum lagi melihat
> tenggorokan anak saya, sudah langsung menjudge radang
> tenggorokan. Si dokter berlaku sebagai paranormal.
>
> Kemudian. Anak saya diberikan resep yang terulis
> Amoxylyn bla-bla bla setelah sebelumnya diberikan obat
> yang dimasukkan lewat pantat.
>
> Kami kemudian pulang tanpa menebus antibiotik
> tersebut.
>
> 2. Dikejar target
> Jangan sakit di negeri ini. demikian banyak diucapkan
> orang.
> Kelihatannya, dokter-dokter di rumah sakit diberi
> target tertentu untuk meningkatkan revenue rumah
> sakit. Caranya, memberikan obat yang mahal dan jumlah
> yang banyak.
> suami saya termasuk orang yang cerewet kalau berobat.
> Suatu saat dia ke dokter (kalau tidak salah dia
> khawatir gejala tipus) dan diberikan CEFSPAN 100 mg.
> Entah darimana dia tahu kalau itu adalah antibiotik.
> Menurut penuturannya, dia malas complain dengan dokter
> karena kepalanya sedang pusing.
> Tahu harga CEFSPAN tersebut ? Hampir Rp. 20.000/butir.
> Mentang-mentang mengunakan asuransi kesehatan, si
> dokter meresepkan antibiotik yang mahal
> dan.......................tidak diperlukan sama
> sekali.
>
> 3. Dokter yang mempunyai apotik sendiri.
> Nah, dokter tipe ini adalah dokter yang tidak ingat
> sumpah dokternya. Biasanya tulisannya jelek dan sulit
> sekali dibaca. Menganjurkan untuk membeli obat di
> apotik tertentu (biasanya ada disebelah tempat
> prakteknya). Memberi obat dengan jumlah yang tidak
> rasional. Modusnya selalu memberi antibiotik yang
> mahal.
>
> Nah, kunci persoalannya menurut saya adalah para
> dokter dan rumah sakit. Sebagai pasien, terus terang
> mereka tidak tahu sama sekali mengenai obat yang
> diberikan. Apakah disebabkan oleh virus atau bakteri,
> atau badan sedang beradaptasi.
>
> Dulu pernah ada pameo bahwa belum ke dokter kalau
> belum disuntuik. Kelihatannya sekarang pameo ini sudah
> tidak berlaku. Trigger apa ? Karena dokter makin
> cerdas untuk tidak menyuntik.
>
> Kembali ke persoalan AB. Seharusnya dokter juga lebih
> cerdas untuk tidak memberikan antibiotik.
>
> Sekali lagi, bagaimana kalau informasi mengenai AB ini
> juga di forward kan ke rumah-rumah sakit dan para
> dokter.
>
> Salam, Sarah
>
> __________________________________________________________Get the free
> Yahoo! toolbar and rest assured with the added security of spyware
> protection.
> http://new.toolbar.yahoo.com/toolbar/features/norton/index.php
>  
>



-- 
-Lika-
http://www.geocities.com/drg_likatrimulya/konsultasi-gigi.htm


[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to