Hello Rusdi, Tuesday, October 29, 2002, 8:36:30 AM, you wrote:
R> Jadi teman . . . teman, kelihatan-nya kita sedang mengalami R> sindroma kebingungan deh di era reformasi ini . . . semua-nya bebas R> tapi kurang bertanggung jawab (atau tidak bertanggung jawab sama R> sekali). kita kembali ke masalahnya. sebenarnya ini bukan kesalahan IDNIC. karena sebagai domain registrar, dimana2 tidak punya kewenangan mengurusi content. paling banter IDNIC hanya bisa menentukan judul domain, seperti kasus laskarjihad, apakah nama ini tidak SARA ? hanya sebatas itu. kebetulan waktu itu, kesimpulan mengenai nama domain laskarjihad diputuskan tidak SARA, karena kita perlu tegas memisahkan antara penilaian 'makna kata/judul' secara teknis, dan obyektif, dengan tidak mengaitkannya dengan aktivitas atau content riilnya. artinya, secara semantik 'laskarjihad' tidaklah mengandung makna yang bersifat negatif, SARA, bertendensi ancaman dsb. malah justru sangat bagus, wong terjemahan bebasnya adalah 'pasukan Tuhan pembela agama'. apabila kemudian kegiatan nyata laskarjihad itu sangat radikal, tetap hal itu tidak akan pernah merubah netralitas makna kata laskarjihad. atau lebih mudahnya, pengertian jihad secara umum tidak akan pernah berubah menjadi sesuatu yang negatif meskipun diantara para pelaku yang mengaku 'berjihad' tapi sebenarnya kelakuannya lebih cocok bila disebut 'ber-jahil'. artinya tugas IDNIC terutama adalah menilai kelayakan sebuah 'judul'. seandainya waktu itu domain laskarjihad ditolak, maka mungkin sampai saat ini kita harus beranggapan bahwa nama tersebut adalah sesuatu yang tidak baik, ini justru bertentangan dengan nilai masyarakat. seandainya ada yang mengajukan nama 'pasukanjahil' tentu dengan pasti akan ditolak, karena makna katanya sudah jelas negatif. meskipun bila kenyataannya content dan aktivitas yang dilakukan ternyata hal2 baik. R> Solusi-nya teman? Yah, kalo repot dan tidak merasa nyaman . . . R> yah, pindah negara saja. Simple khan? Toh begitulah usulan R> sederhana-nya. solusinya sederhana namun kompleks. komunitas harus segera mewujudkan lembaga pengawasan content ini. apakah itu melalui ISOC-ID atau mau membuat lembaga independen lain. yang lebih penting lagi juga harus mengupayakan dasar hukum yang diperluken untuk law enforcement. kasus yang serupa adalah dalam dunia penyiaran dan pers. dalam rangka kebebasan informasi, maka lembaga sensor sudah dengan sendirinya jadi barang haram. maka selanjutnya kontrol terhadap informasi akan menjadi tugas dan tanggung jawab komunitas/masyarakat itu sendiri. apakah melalui lembaga konsumen, masyarakat penyiaran, lembaga sosial kemasyarakatan, tokoh agama dsb. konsep2 dan kriteria misalnya soal pornografi sampai dimana batasannya, komunitas itulah yang menentukan dan kelak para pelaku akan mematuhinya, kalau nggak ya di-sue. tugas penyelenggara negara (pemerentah & dpr) adalah menyediakan satu perangkat hukum yang cukup sebagai dasar aturan main untuk kedua pihak yaitu komunitas penyiaran, pers sendiri serta pengawasan masyarakat. jadi perangkat hukum hanya mengatur teknis, bukan mendefinisikan suatu kriteria misalnya apakah itu pornografi, karena nilai dalam satu masa dan kelompok masyarakat bisa saling berbeda. misalnya bila pada tahun 60-an artis dengan skirt serta tank top sudah bisa dibilang bom sex alias menjurus porno, di jaman sekarang yang lebih permisif malah hal lumrah yang bisa kita jumpai sehari2 di mal2. maka kriteria itu munculnya dari masyarakat. hal yang sama juga bisa dilakukan bagi komunitas internet. di banyak negara sudah banyak lembaga2 masyarakat yang peduli content internet. termasuk penegak hukumnya, misalnya di amerika FBI melakukan tindakan yang sangat keras kepada upaya eksploitasi anak dibawah umur melalui media internet. di jerman dan perancis, komunitas melakukan tekanan kepada situs google setempat sehingga mereka harus mengeluarkan situs rasis dari database mereka. demikian juga kebijakan google di cina. kesimpulannya, bila kita ingin solusi, maka langkah ke depan bukannya meminta IDNIC melakukan pengawasan. Justru IDNIC sudah punya peran filtering yang kuat selama ini, sampai membuat tidak nyaman sebagian orang. misalnya, domain 17tahun saya yakin tidak bakalan di-approve IDNIC. karena tendensinya sudah cukup kuat mengarah pornografi. justru karena ketatnya peraturan IDNIC maka domain2 semacam itu tidak pernah diajukan ke IDNIC, pasti langsung memakai generic domain misal nya .com. karena proses registrasinya sangat simpel. komunitas justru harus menggugah kesediaan diri sendiri untuk peduli dan mulai melakukan pengawasan. kemudian juga mendorong pemerentah untuk secepatnya mengundangkan RUU Cyberlaw yang sudah sekian tahun dibahas. sementara mungkin bisa menyandarkan pada UU Perlindungan Konsumen, yang kebetulan juklak dan juknisnya ternyata sampai saat ini kabarnya juga belum lengkap. sehingga sejumlah pasal nampaknya belum akan 'operasional' dalam waktu dekat. kecuali hakim mau 'akrobatik' supaya bisa menjadi yurisprudensi. demikian. -- Best regards, Aremania mailto:Pataka@;arema.web.id _______________________________________________ Idnic mailing list [EMAIL PROTECTED] http://www.idnic.net.id/cgi-bin/mailman/listinfo/idnic