--- In [EMAIL PROTECTED], "la_luta" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
Sumber: http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/2000/03/23/0010.html ISTIQLAL (23/03/2000)# ISLAM, SESUNGGUHNYA KIRI Oleh: Abdi Tauhid Pada 25-26 Februari 2000 telah berlangsung sebuah seminar di Teater Utan Kayu dengan tema "Kiri di Asia". Di dalam seminar ini telah diuraikan tentang: * The Philippine Left and Indonesia Choises (Joel Rocamora). * Marxism and Thaines (Kasian Tejapira). * The Left in China: The case of Lu Xun and Zhou Yang (I. Wibowo). * Gerakan Kiri di Indonesia Dulu dan Sekarang (Budiman Sujatmiko). * Persoalan Gerakan Kiri di Indonesia Pasca Ordebaru (Arief Budiman). * Islam dan Kiri di Indonesia (Bahtiar Effendi). Dalam seminar tersebut telah dikemukakan bahwa secara umum ukuran untuk menentukan posisi seseorang atau segolongan disebut kiri, tergantung dari sikapnya terhadap konflik yang sedang berlangsung dalam masyarakat. Seperti diketahui di dalam masyarakat tengah berlangsung konflik antara kaum yang tertindas melawan penindas; antara golongan yang sedang tumbuh dan berkembang, tapi belum berdominasi melawan pihak yang sedang berdominasi, tapi sedang melapuk. Jika yang bersangkutan memihak kepada kaum yang tertindas, memihak kepada golongan yang sedang tumbuh dan berkembang, meskipun belum berdominasi maka yang bersangkutan adalah "kiri". Sedang bila yang bersangkutan memihak kepada kaum penindas, memihak kepada yang sedang berdominasi meskipun sedang melapuk, maka mereka "bukanlah kiri". Mungkin "kanan" atau "tengah". Adalah menarik uraian Bahtiar Effendi "Islam dan Kiri di Indonesia". Bahtiar Effendi adalah dosen paska sarjana IAIN Jakarta. Dikatakan menarik, banyak orang selama ini menempatkan Islam sebagai kanan atau ekstrim kanan. ISLAM HARUS DIBUMIKAN Menurut Bahtiar Effendi bahwa Islam tidak dimaksudkan hanya berada pada tempatnya yang "ideal" sebab, dengan hanya berada pada dataran "ideal", Islam bukan saja tidak fungsional, tetapi juga menyalahi diktum pokoknya yaitu bahwa agama itu diturunkan untuk kebaikan umat manusia. Ini berarti interaksi antara doktrin Islam dengan persoalan-persoalan kemanusiaan merupakan sesuatu yang bersifat imperatif. Dengan kata lain lslam harus dibumikan. Dalam hal pembumian ini, Islam tidak pernah tampil dalam bentuknya yang tunggal. Tetapi, Islam muncul dengan banyak wajah, sesuai dengan situasi yang melingkupinya. Baik asal usul sosial pelaku pembumian, maupun lingkungan sosial budaya, ekonomi, maupun politik di atas mana Islam hendak ditegakkan, sama-sama menentukan dalam mempengaruhi dan membentuk pemahaman atas doktrin agama ini. Karenanya dimana-mana, seperti dipahami secara sosiologis, oleh antara lain Taufik Abdullah, Islam adalah "satu panji beragam asli". Pemahaman tentang Islam tidak mutlak harus sesuai dengan struktur tertentu. Imam Syafei berbeda dengan Imam Maliki dalam soal fiqh; Musa Al- Asy'tari berbeda dengan Mansur Al-Maturidi, dalam teologi; Ibnu Rusyd berbeda dengan Al-Ghazali dalam filsafat; Al Mawardi berbeda dengan Ibnu Taymiyah dalam soal fiqh Siasah; Maududi berbeda dengan Ali Asghar Engineer dalam soal politik; dan Natsir berbeda dengan Sukarno dalam soal posisi agama dalam negara. Pemikir Islam seperti Hassan Hanafi, kata Bahtiar, adalah penganjur utama gagasan tentang "Kiri Islam" kontemporer. Kiri adalah kecenderungan Sosialistik dalam Islam. Berikut ini adalah suatu paparan mengenai pertemuan "Islam" dan "Kiri" dalam konteks yang lebih riil di Indonesia. PERTEMUAN ISLAM DAN KIRI Harus diakui kata Bahtiar Effendi bahwa diskursus tentang "Islam" dan "Kiri" di Indonesia, memperoleh kesempatan untuk muncul, karena pemikiran dan aktivisme Tjokroaminoto. bersama dengan SI, Tjokroaminoto menyediakan konteks dimana "Islam" dan "Kiri" dapat berdialog. Sejauh yang dapat diungkap, pada tahun-tahun pertama perkembangannya, SI menempatkan dirinya pada posisi "Tengah". Dengan posisi seperti itu, SI memperoleh dukungan dari semua kelas, di kota-kota dan di desa-desa. Para pedagang Muslim, para buruh di kota-kota, kyai dan ulama, bahkan juga kalangan priayi, tapi di atas segala-galanya seluruh petani bergabung ke dalam gerakan politik berbasis massa yang pertama dan yang terakhir pada masa kolonialisme di Indonesia. Dalam konteks seperti itu, warna "kiri" masih belum masuk. Akan tetapi justru kemunculan SI sebagai organisasi all encompassing -- dari sudut pendukung-- itulah yang menjadi salah satu sebab munculnya warna "kiri". Pada Kongres SI yang ke dua (1917), warna "kiri" mulai dimunculkan. Semaun, pimpinan SI cabang Semarang, menginginkan agar SI menjadi lebih radikal dan bersedia menerima sosial demokrasi sebagai representasi perjuangan. Radikalisme organisasi bisa dilakukan dengan pertama-tama menarik partisipasi SI di Volksraad, yang dalam pandangan Semaun, Volksraad tak lebih sebagai arena komedi. Dalam konteks yang lebih substansial, radikalisme organisasi juga ditandai dengan keberanian untuk melawan kapitalisme dan imperialisme di satu pihak, dan mengembangkan semangat "sama rata sama rasa" di pihak lain. Menurut Bahtiar ada rasa ketidak senangan pada diri Tjokroaminoto atas kritikan-kritikan Semaun. Tapi sebagai orang yang meski mempunyai kharisma dan kemampuan untuk mendramatisasi keluhan-keluhan rakyat, ia juga dikenal sebagai tokoh yang memiliki kelemahan fatal, yaitu bersedia menyerahkan apa saja demi keutuhan organisasi. Dalam konteks tuntutan Semaun di atas Tjokroaminoto bersedia untuk mengubah nada perjuangan organisasi - --walaupun ada juga pendapat yang mengatakan bahwa itu semua dilakukan agar posisinya di pucuk pimpinan SI tidak goyah. Menjadi pertanyaan: apakah benar seperti diperkirakan Bahtiar Effendi bahwa merupakan kelemahan fatal dari Tjokroaminoto, yaitu bersedia menyertakan apa saja demi keutuhan organisasi. Apakah bukan itu yang merupakan kekuatan dari Tjokroaminoto yang lebih mengutamakan keutuhan organisasi supaya perpecahan tidak terjadi? Apakah mungkin begitu rendahnya akhlak Tjokroaminoto hanya demi mempertahankan kedudukannya, maka diterima apa yang dikemukakan Semaun tersebut? Rasanya tidak akan serendah itu akhlak Tjokroaminoto. Dia bersedia menerima saran atau tuntutan Semaun, karena dianggapnya itu sesuai dengan ajaran Islam yang menentang kapitalisme. Kesimpulan demikian dapat ditarik, karena dalam Kongres itu juga, Tjokroaminoto mengakomodir warna "kiri" yang diajukan Semaun. Dalam pidatonya terang-terangan menyerang kapitalisme. Militansi nada perjuangan organisasi yang mulai menampakkan warna kiri ini, kata Bahtiar, bukan tidak membawa persoalan. Anggota SI yang mempunyai asal-usul sosial sebagai pedagang, mulai kawatir dengan nada perjuangan yang melawan kapitalisme. Menyadari hal ini, Tjokroaminoto mengatakan bahwa yang diperangi SI adalah kapitalisme yang berdosa. Dan kapitalisme yang berdosa itu adalah kapitalisme yang dilakukan oleh orang asing. Tentu saja kompromi seperti ini sama sekali tidak memuaskan Semaun. Seakan kapitalisme bangsa sendiri tidak berdosa. Dalam pandangan Semaun kapitalisme tetap merupakan dosa, oleh siapapun hal itu dilakukan. Dalam konteks sintese yang tidak memuaskan itu, H. Misbach muncul. Haji Misbach hanya seorang mubaligh lepasan pesantren. Dalam pergerakan namanya kurang begitu dikenal. Dalam perkembangannya ia tumbuh sebagai seorang penulis melalui "Medan Muslimin" dan "Islam Bergerak". H. Misbach memunculkan ideologi --seperti nama jurnalnya-- Islam bergerak. Inti dalam pandangan dunia: bersatunya kata dengan perbuatan. Kalau bukan begitu, ia bukan Islam sejati. Melalui kegiatan tabligh, penerbitan jurnal, kegiatan pendidikan, H. Misbach menggerakkan Islam untuk memerangi ketidakadilan, penindasan dan eksploitasi. Dalam perkembangannya "Islam Bergerak" menjadi "Rakyat Bergerak". Menurut Von der Mehden, setidak-tidaknya ada empat kategori asal-usul sosial pendukung SI, yaitu pertama; Para Haji dan pedagang yang melihat elemen kiri sebagai senjata untuk melawan kapitalisme asing. Kedua; Pimpinan SI yang menerima prinsip-prinsip "kiri", akan tetapi pada waktu yang sama meletakkannya dalam konteks kepentingan mereka, meski mereka mengaku sebagai orang Islam; ketiga; Orang-orang "kiri" yang beragama menggunakan Al Quran untuk mendukung doktrin-doktrin kiri; keempat; Orang-orang "kiri" yang melihat Islam sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Setidak-tidaknya mereka netral, meskipun ada yang antagonistik terhadap sesama. Kategori-kategori seperti ini membantu kita dalam melihat esensi dari pertemuan "Islam" dan "Kiri". ISLAM DAN KIRI PADA MASA ORDE BARU Pada masa Orde Baru, dua tema ideologi besar --Islam dan Kiri -- tidak boleh diperbincangkan. Meski demikian, sia-sialah sebenarnya pelarangan seperti itu. Dengan mengambil payung yang berbeda, wacana Islam dan Kiri muncul dalam bentuk yang lain. Diskursus tentang "Islam" dan "Kiri" berlangsung dalam kerangka simbolik "Hijau" dan "Merah". Karena dilakukan oleh satu dan bukan dua entitas, maka wacana di seputar ini mengambil bentuk perbincangan tentang "Islam Semangka". Simbolisasi "Islam Semangka" digunakan untuk merujuk berkembangnya pemikiran dan aktivisme hijau di luar dan merah di dalam. Tradisi pemikiran dan aktivis hijau di luar, merah di dalam ini, merujuk pada gerakan dan tindakan Adi Sasono, M. Dawam Rahardjo dan sampai tingkat tertentu --Kuntowijoyo pada dasawarsa 1970-1980-an. Ketiganya menjadikan kebijakan pembangunan pemerintah pada waktu itu sebagai batu pijak untuk merumuskan pemikiran-pemikiran alternatif yang diduga lebih sesuai dengan situasi kemanusiaan Indonesia ketika itu. Kontruksi pemikiran mereka pada dasa warsa 1970-1980-an dapat dikelompokkan ke dalam kategori "Sosialisme Demokrasi". Inti dari pemikiran merek; adalah menterjemahkan ajaran Islam dalam konteks masyarakat Indonesia yang emansipatoris, egaliter, persamaan derajat, keadilan dan demokratis. Untuk mencapai tujuan seperti ini mirip dengan semangat munculnya teologi pembebasan di Amerika Latin. Dawam melihat pembaharuan teologi merupakan yang sangat diperlukan bagi umat Islam. Bagi Adi Sasono cita-cita seperti mensyaratkan dipraktekannya nilai-nilai sosialisme religius. Sementara pandangan Kuntowiioyo semua itu dapat diwujudkan, jika pembelaan terhadap terhadap wong cilik menjadi bagian dari kebijakan sosial ekonomi dan politik nasional. Pembelaan terhadap kaum duafa atau mustadhafin kental dalam pemikiran Kuntowijoyo. Sebab, memang itulah yang diajarkan Islam. Jelas, bahwa gagasan yang dikembangkan oleh tiga pemikir ini mengandung warna Islam dan Kiri. Meskipun demikian, kombinasi Islam dan Kiri yang terdapat dalam bangunan gagasan mereka tentu tidak dapat diletakkan dalam kontinum yang sama dengan Tjokroamenoto dan H. Misbach. ISLAM KIRI Bertolak dari ukuran siapa yang disebut "Kiri" dan siapa yang "bukan Kiri" di atas, maka sesungsuhnya Islam adalah Kiri. Karena Islam menentang kapitalisme, yang tercermin dari surat Al Humazah ayat 1-4, yang mengutuk orang-orang yang menumpuk-numpuk harta. Dan orang-orang yang menumpuk- numpuk harta itu, ialah kaum kapitalis. Islam itu kiri, karena ia senantiasa memihak kepada kaum yang tertindas dan miskin (mustadhafin). Keberpihakkannya kepada kaum tertindas dan miskin dapat ditemui dalam surat Al Qashash ayat 5-6, yang menjanjikan akan menjadikan mereka sebagai pemimpin di bumi dan mewarisi bumi. Pada awal perjuangannya, kaum tertindas dan miskin ini tentu belum berdominasi, akan tetapi mereka senantiasa tumbuh dan berkembang. Islam memihak kepada mereka. Dan bila kaum tertindas dan miskin telah menjadi pemimpin di bumi, sosialis Islam telah tegak di bumi. Sosialisme Islam itu adalah tahap awal untuk menuju "ummatku yang satu", yang tak mengenal lagi kaya dan miskin, tertindas dan menindas. Masyarakat tanpa kelas. Itulah yang dimaksud surat Al Mukminun ayat 52. Karena itu bila ada orang Islam atau Islamis yang memerangi Marxisme/komunisme, padahal Marxisme/komunisme itu menentang kapitalisme, menuju sosialisme untuk seterusnya masyarakat tanpa kelas, maka menurut Bung Karno adalah Islamis yang tak kenal larangan-larangan agamanya sendiri. (DBR, hal: 13). Selain tak kenal akan larangan-larangan agamanya, karena itu mereka memerangi marxisme/komunisme, mungkin juga mereka mengenalnya, akan tetapi karena posisi mereka memang orang-orang yang suka menumpuk-numpuk harta atau menjadi budak kaum kapitalis, maka dengan sengaja mereka ingkari saja ayat-ayat dalam Al Quran tsb. Mereka percaya kepada sebagian Kitab, tetapi ingkar atas sebagiannya. Bila demikian kehinaanlah bagi mereka di dunia dan di akhirat seperti dikemukakan surat Al Baqarah ayat 85: Apakah kamu percaya kepada sebagian Kitab dan ingkar akan sebagiannya? Maka tiadalah balasan bagi orang yang memperbuat demikian diantaramu, melainkan kehinaan dalan kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dimasukkan kedalam siksaan yang keras. Allah tiada lalai dari apa yang kamu kerjakan. Islamis yang memerangi Marxisme-komunisme (seperti yang dulu dilakukan gerombolan DI-TII, dan belakangan oleh Partai Bulan Bintang- nya Achmad Soemargono & PPP-nya Hamzah Haz, yang hendak mempertahankan berlakunnya Tap MPRS No XXV/1966, yang berisi larangan terhadap marxisme-leninisme atau komunisme), itu adalah Islamis yang hendak makin menjauhkan membuminya surat Al Qashash ayat 5-6 (Sosialisme Islam). Itu pasti bukan Islamis yang sesungguhnya, Islam Kiri. Itu adalah "Islam Kanan", Islam yang mengingkari sebagian ajaran Islam. Islamis yang sungguh-sungguh Islam, tentu akan bekerjasama dengan semua pihak yang akan mempercepat membuminya ajaran-ajaran Al Quran. Menolak bekerjasama, apalagi saling memerangi, itu hanya akan semakin memperjauh membuminya ayat-ayat Al Quran. Jadi, yang "Kiri" itu bukan hanya kaum Marxis yang benar- benar Marxis, yang senantiasa memihak kepada kaum tertindas dan miskin dalam perjuangannya untuk mencapai sosialisme, tetapi juga kaum nasionalis atau agama adalah "Kiri" bila mereka memihak dan membela kaum tertindas dalam melawan penindasan. Islam pasti kiri berdasarkan ayat-ayat yang terdapat dalam Al Quran. Jika ada orang Islam yang tidak memihak kepadakaum tertindas dan miskin, apalagi berani terang-terangan memihak kaum penindas (mustakbirin), tentu mereka adalah orang-orang yang suka menumpuk-numpuk harta atau yang bersimpati kepada kaum mustakbirin. Mereka itu adalah "Kanan". "Kanan" ialah orang-orang atau golongan yang memihak kaum penindas dalam usaha mereka melestarikan penindasan. *** --- End forwarded message --- Hancurkan Kapitalisme,Imperialisme,Neo-Liberalisme, Bangun Sosialisme ! ******Ajak lainnya bergabung ! Kirimkan e-mail kosong (isi to...saja)ke: [EMAIL PROTECTED] (langganan) [EMAIL PROTECTED] (keluar) Site: http://come.to/indomarxist Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/indo-marxist/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/