----------------------------------------------------------
Visit Indonesia Daily News Online HomePage:
http://www.indo-news.com/
Please Visit Our Sponsor
http://www.indo-news.com/cgi-bin/ads1
-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0
Free Email @KotakPos.com
visit: http://my.kotakpos.com/
----------------------------------------------------------

Indria Samego: 'TNI sengaja ciptakan chaos untuk eksistensi dirinya'

Oknum-oknum TNI diduga kuat berada di balik berbagai kerusuhan yang terjadi
di daerah-daerah karena chaos semacam itu membangun kembali kesadaran akan
pentingnya peranan TNI sebagai kekuatan yang bisa mengatasi berbagai
persoalan.

Dr Indria Samego, salah satu peneliti LIPI, mengungkapkan bahwa saat ini
tengah ada usaha untuk membangun kembali kesadaran tentang arti atau peran
penting TNI. Kerusuhan atau chaos di berbagai daerah yang menciptakan
ketakutan rakyat itu bertujuan menciptakan image semacam itu.

Berikut ini penuturan lengkap Dr. Indria Samego, orang dekat mantan presiden
BJ Habibie, kepada satunet.com.

[Bagaimana Anda melihat TNI sekarang?]

TNI itu sebuah institusi yang tergantung pada aturan. Selama Orde Baru, TNI
punya peran sentral sebagai alat stabilisator. Doktrin yang menempatkan TNI
sebagai kekuatan sosial politik, belum diubah. Doktrinnya masih dijadikan
pegangan utama. Jadi, sebagai institusi resmi, dia nggak bisa berubah hanya
karena pimpinannya atau kondisinya berubah. Mungkin saja secara pribadi
muncul orang-orang seperti Agus Wirahadikusumah yang berubah. Tapi, secara
institusional agak sulit.

Tentara kita tidak seperti tentara Amerika yang tinggal di barak. Mereka
tinggal dengan masyarakat umum. Risikonya, ada interaksi sosial dengan
masyarakat sekitarnya. Itu akan mempunyai pengaruh dalam wacana atau
ideologi, sehingga TNI itu bermacam-macam. Dan, memang, dari sononya TNI itu
macem-macem, ditambah lagi dengan situasi politik pasca-Soeharto ini. Hal
itu memungkinkan persaingan antar berbagai macam kekuatan politik.

Jadi, TNI masih ingin melihat. Mereka disuruh masuk ke barak, tapi
orang-orang sipil mau ambil keuntungan sendiri. Jadi, ada fenomena
kecurigaan seperti itu.

[Terjadi polarisasi dalam tubuh TNI?]

Bukan polarisasi, karena mayoritas TNI itu konservatif. Yang progresif hanya
minoritas. Memang ada perbedaan-perbedaan dalam melihat perubahan. Tapi, hal
ini wajar saja. Karena, di jaman Pak Harto juga ada. Tapi, karena Pak Harto
sangat kuat, dia bisa meredam itu, membangun suatu strategi politik yang
dikenal sebagai adu domba, Soeharto tidak pernah percaya pada satu orang.

Soeharto membangun kekuasaannya dengan membangun pusat-pusat kekuasaan di
luar, tapi yang bisa dikontrol. Orang yang bisa duduk di situ adalah orang
yang bisa dikontrol. Risikonya, kalau ingin dekat dengan Soeharto harus
loyal padanya. Sebaliknya, mereka yang protes terus pada Pak Harto, akan
dipinggirkan. Itu kan otoriter.

Sekarang, orang tidak melihat ada figur seperti Soeharto. Jadi, muncullah
kekuatan-kekuatan di dalam TNI. Sehingga, kalau kita mau bicara TNI, sangat
berkaitan dengan perkembangan-perkembangan di lingkungan strategis mereka.
Selama lingkungan strategisnya masih tidak demokratis, jangan berharap TNI
demokratis. Apa orang sipil sudah demokratis? Saya tidak membela TNI, tapi
ini ada tarik-menarik antara orang yang mensupport TNI dengan yang anti.

Betul jumlah jenderalnya sedikit, tapi kalau kita lihat konfigurasi
kekuatan, selama sekian tahun mereka berkuasa. Sejak mayor atau letkol,
mereka sudah jadi kapolres, dandim. Jadi, mereka sudah menguasai
teori-teorinya. Sementara kalangan sipil, setelah jadi Bupati langsung
pensiun. Yang sekarang bintang dua (mayjen) atau bintang tiga (letjen)
mereka sudah kenyang dengan penguasaan pembinaan wilayah dan penguasaan
teritorial.

[Jika mayoritas TNI konservatif, dapatkah dikatakan mereka penghalang utama
reformasi?]

Bukan TNI-nya. Tapi, doktrinnya. Dan itu harus diubah. TNI tidak marah kalau
doktrinnya diubah. Wiranto dan tentara-tentara tidak marah pada saya karena
saya bicara dalam tataran yang obyektif. Bukan berdasarkan like and dislike.
Kalau mau melakukan perubahan di TNI, ubah dulu doktrinnya, ubah dulu
UU-nya.

[Ada dugaan bahwa kerusuhan yang terjadi di berbagai daerah karena permainan
TNI?]

Sulit untuk mengatakan bahwa itu TNI secara resmi karena TNI adalah alat
negara. Dia akan selalu bersama negara dan pemerintah sebagai penyelenggara
negara. Tidak bisa diabaikan atau dinafikan adanya kekuatan-kekuatan di
dalam tubuh TNI yang masih menggunakan pola-pola hit and run. Artinya, masih
melihat situasi di luar, yang nampaknya akan digunakan oleh
kelompok-kelompok tertentu untuk menjerumuskan atau menghempaskan TNI,
mereka juga mencoba dengan segala macam kekuatan dan kemampuan yang mereka
miliki untuk membangun image bahwa kekacauan itu hanya mungkin bisa
dipadamkan kalau ada TNI.

Jadi, kalau ada kelompok-kelompok intel, misalnya, yang ingin membangun
kesadaran terhadap perlunya TNI atau bela negara, harus diciptakan chaos.
Menciptakan suasana menakutkan, sehingga rakyat menganggap, kalau tidak
tertangani, maka mereka berhak minta bantuan pada TNI. Sehingga TNI masih
dirangkul lagi. Itu pendekatan yang konspiratorial, memang.

[Jadi, tidak ada keinginan TNI untuk menyelesaikan masalah ini?]

Iya. Tapi, keseriusannya itu kan terkait dengan persoalan di luar TNI. TNI
masih mencurigai sipil kok. Tni kan setiap hari membaca apa yang dilakukan
Jaksa Agung terhadap orang-orang yang dianggap kawan dan dianggap lawan. Gus
Dur juga seenaknya saja mengubah peraturan dan perundang-undangan. Misalnya,
dengan seenaknya saja ngomong, kapolri akan diganti, penggantinya berbintang
dua. Dan ngomongnya di depan Wardah. Ada kecurigaan orang-orang yang bekerja
di lapangan HAM, jangan-jangan mau menghabisi TNI dengan cara memobilisasi
opini. Itu kecurigaan-kecurigaan yang konspiratorial. Apa benar ada
perkosaan massal? Apa ada pembumihangusan Timtim?

Memang dalam TNI sendiri ada yang sangat dirugikan kalau Timtim lepas.
Merekalah yang punya bisnis di Timtim, punya rumah di pinggir pantai. Begitu
Timtim independen, daripada rumah itu dilepaskan, dibakar saja.

[Benarkah Gus Dur berjarak dengan TNI?]

Iya. Karena, militer punya network yang jauh lebih dalam dibanding Gus Dur.
Networknya ke konglomerat, ke Pak Harto. Pak Harto punya network lagi. Dari
mana Gus Dur dapat duit? Saya tidak tahu Gus Dur dapat duit dari mana. Tapi,
semua tahu Gus Dur minta duit pada Pak Harto dan orang-orang Cina itu. Dari
mana Megawati dapat duit untuk membikin partai? Kalau bukan dari konglomerat
itu, siapa lagi? Di situ persoalannya. Sehingga, Gus Dur tidak bisa menarik
garis tegas antara diri dia sebagai reformis dengan orang-orang sebelum dia
yang berbau Orde Baru.

Dia mau lepaskan TNI, Pak Harto nggak terima. Walaupun Soeharto sudah
pensiun, dia masih anggota ABRI. Sampai sekarang institusi Pepabri belum
dibubarkan. Jadi, solidaritas TNI itu kuat sekali. Panglimanya diganti nggak
soal. Ada kecurigaan di kalangan militer terhadap sipil yang tidak tulus.***

++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
Didistribusikan tgl. 4 Jan 2000 jam 05:40:12 GMT+1
oleh: Indonesia Daily News Online <[EMAIL PROTECTED]>
http://www.Indo-News.com/
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Kirim email ke