---------------------------------------------------------- Visit Indonesia Daily News Online HomePage: http://www.indo-news.com/ Please Visit Our Sponsor http://www.indo-news.com/cgi-bin/ads1 -0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0 Free Email @KotakPos.com visit: http://my.kotakpos.com/ ---------------------------------------------------------- Jaman sekarang naik pesawat di negara maju sama mudahnya dengan naik helicak. Anda ngga perlu berpenghasilan berjut-jut atau bermil-mil untuk sanggup terbang. Selain relatif murah, kalau anda sedikit cerdas, anda bisa mendapatkan harga tiket miring seperti dari Bestfare.com, atau ngisi aplikasi TWA, UA credit card yang menawarkan " buy one, and get one free " untuk pelanggan perdana. Itulah sebabnya jangan heran ,karena keseringan melayang di awan mirip superman dan Godam, saya jadi rada hapal dengan beberapa tipe pesawat.Terbang jam 2:45 sore tanggal 30 December hari kamis dari Springfield ke Chicago pertama kali ini saya naik pesawat bernama Canadair CL-20 bermesin dual. Kalau betul itu pesawat buatan Canada, saya cukup terperanjat dengan kemulusan mesin sewaktu take off menerjang udara mendung. Tidak kalah nyaman dibandingkan dengan Boeing 767 dan 777, bahkan pesawat berbadan lebar seperti Beoing 747 dan Airbus A320. Respek saya pada Canada barangkali timbul lantaran mengetahui bahwa pabrik mesin pesawat Prat & Whitney, yang mampu menyaingi Rolls Royce dan GE adalah milik Canada. Mendarat di O'Hare yang landasan landingnya dobel dan sibuknya bukan main, saya makin merasa yakin bahwa nilai pesawat dalam jaman global sekarang bagi para pelancong berkantong non penghasilan negara dunia ketiga , memang senilai si Entong naik oplet dari Senen ke Jatinegara. Pindah terminal dan ganti pesawat menuju Buffalo, saya juga merasakan yang sama. Pramugari dan pramugara kelihatan lelah, para penumpang juga bertampang penat. Satu dua sibuk baca koran, selebihnya buka buka laptop. Yang diujung sana cipokan melulu, dan Vicky di samping mencoba mengasah sense filosofi seperti kebanyakan wanita dengan membaca majalah " Home Garden" dan " brosur Famous Bar Departement Store". Semua ini mirip dengan apa yang anda lihat ketika naik bis PPD no 213 jurusan Grogol-Kampung Melayu. Matahari mulai mem-pink dilangit barat. Setelah menyewa mobil di Alamo rental Car ( $ 38 /day untuk sedan ukuran medium) tidak menunggu lama kami melesat meninggali airport menuju utara, menapak freeway 91 kearah Niagara Falls. Memintas border, seorang petugas Imigrasi Canada cuma bertanya " Entong warganegara apa? Mau ngapain aja di Canada? kemana aja tong? Berapa lama ?" Tantu saja jawabannya gampang " Aye orang Jakarte, bini orang Amrik, Ke Canade cuma pengen piknik buat 2 malem , pengen liat Toronto ama ngabisin malem taun baru" Gobloknya saya salah menavigasi si Vicky, karena Motel yang kita cari berada di Welland yang sebenarnya bisa ngambil jalan pintas melalui exit di American Falls. Tapi karena sibuk ngobrol plus ngupil, mobil itu justru masuk border yang paling utara. Makanya kami ngider-ngider lagi menuju selatan menuju kota Niagara Falls kembali ( Canadian side). Warna pastel semakin buram di langit Canada. Saat melihat lampu neon di beberapa tower raksasa yang berwarna-warni bagai kota Las Vegas, saya lupa pada lagu " Canadian Sunset" yang mestinya saya dendangkan mengikuti Andy Williams sebagaimana layaknya ritual yang selalu saya jalani setiap kali masuk kota-kota atau negara yang punya theme songs. ( Indonesia Tanah Air Beta- Koor paduan suara ITB yang mahasiswanya bertampang dodol, Bandung Lautan Api- bye Adi Bing Slamet di Aneka Ria memperingati HUT ABRI,Teluk Bayur-bye Ida Royani , penyanyi berpakaian ala tenda kemping, Ke Jakarta Aku Males Kembali-by Koes Plus yang nilai asset lagu-lagunya sekarang justru minus ) Air terjun Niagara begitu semarak dengan warna biru, merah dan kuning pastel . Lampu spot light entah dari mana yang membuat warna-warni air itu menjadi seperti surga ala Film " What Dream May Come" yang surealis sekaligus ceritanya bikin puyeng kepala orang yang sok sok mencari Tuhan sambil menikmati Robin Williams. Hawa dingin luar biasa. Thermometer digital yang tergantung di sebuah gedung menunjukan -17 celcius. Kuping serasa mengkerut , tangan membeku dan nyerinya bukan main setiap kali mencoba membuka glove untuk menyetel camera dan blitz. Seperempat air terjun telah menjadi es yang solid. Salju walaupun tidak tebal , telah ikutan mengeras lantaran beban temperatur subzero. Saya ajak Vicky untuk berjalan cepat bagai orang gila kearah shopping center untuk mencari hawa hangat. Berita di TV, windchill factor malah menunjukkan angka -27. Canadian Sunset ? Siapa perduli dengan matahari jingga dalam keadaan seperti ini? Siapa care dengan Northern Light sekalipun ? And shut up Andy Williams ..!! Walaupun setiap kali mendengar you menyanyikan lagu " Moon River" ai ikutan terharu sampai pengen nyewa film " Breakfast in Tiffany" berkali-kali,Saya yakin ente ngga pernah ke Canada di bulan December,dan berdiri di pinggiran Niagara Falls pas lagi magrib. dan merasakan sendiri si entong kecil dibalik celana dalem menciut lebih mini dari moral para direktur BI dan Jendral TNI dan volume otak Megawati... Hasan Basri Januari 3, 2000 PS: Foto perjalana belum sempat dicetak,jadi harap sabar nunggu ya bro? ++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ Didistribusikan tgl. 4 Jan 2000 jam 04:46:08 GMT+1 oleh: Indonesia Daily News Online <[EMAIL PROTECTED]> http://www.Indo-News.com/ ++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++