----------------------------------------------------------
FREE Subscribe/UNsubscribe Indonesia Daily News Online
go to: http://www.indo-news.com/subscribe.html
- FREE - FREE - FREE - FREE - FREE - FREE -
Please Visit Our Sponsor
http://www.indo-news.com/cgi-bin/ads1
-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0
Free Email @KotakPos.com
visit: http://my.kotakpos.com/
----------------------------------------------------------

 Rakyat Merdeka, 30 Desember 1999

 Tentara

 Anah, negara zonder tentara! UCapan Oerip Soemohardo di awal masa
 kemerdekaan mengisyaratkan bahwa tentara adalah bagian tak
 terpisahkan dari sebuah negara. Terlebih saat itu tentara dari
 perut rakyat, lalu semakin dewasa dalam kebersamaan di medan-medan
 gerilya. Rasa geram bergolak di dada setiap tentara kala rakyat
 terus ditindas penjajah, sebaliknya rakyat menangis syahdu penuh
 kebanggaan mengiringi tentara yang gugur. Masa dimana keduanya
 saling bangga dan menyanyang.

 Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa tentara memegang peranan teramat
 penting dalam proses pembentukan negara Indonesia. Tentara sebagai
 kekuatan bela negara menjalankan fungsinya dengan konsisten,
 sementara Soekarno juga mendukung dengan kekuatan diplomasinya.
 Penyadaran peran berbeda ini telah mengorbankan patriotisme dan
 nasionalisme yang teramat dahsyat sebagai salah satu modal
 perjuangan mempertahankan kemerdekaan.

 Tetapi dalam perjalannya semua berubah. Entah takdir, kelalian
 atau bahkan karena akrab dengan orang-orang miskin dan rakyat
 jelata selama puluhan tahun terakhir ini. Kemesraan itu hanya ada
 dilayar-layar kaca yang memutar film Janur Kuning, Serangan Fajar
 atau Puluhan judul film perjuangan heroik lainnya.

 Sementara kenyataannya, rakyat kian ditinggalkan, meringkuk di
 bawah banyangan besar pohon kekuasaan yang menakutkan. rakyat
 tidak berdaya saat tanahnya digusur dengan popor dan letus
 senapan. Anak-anak muda harus mati dan babak belur hanya untuk
 sekedar mengatakan "anda sudah meleceng". Bahkan rakyat yang
 bernama kernet dengan tergesa akan bilang gratis ketika
 penumpangnya adalah tentara. Barangkali Jenderal Sudirman dan
 Jenderal Oerip tidak pernah membayangkan hal tersebut.

 Tentara terkooptasi kepentingan penguasa dan telah menjadi gurita
 yang menankutkan. Dan ketika semua berubah diterpa reformasi, maka
 caci makimengguyur mereka tanpa pernah memberikan memberikan
 kesempatan berpayung dalam pembelaan yang proposional. Lalu semua

 - 4 -

 menutup mata dengan banyaknya tentara dan polisi yang berguguran
 di Aceh. Juga melupakan tulang belulang yang kini tidur gelisah di
 Timor Lorosae. Bahkan seolah-olah rakyat tidak butuh tentara lagi
 di negeri ini.

 Membandingkannya, pembentukan negara Amerika Serikat <AS> tidak
 lepas dari peran tentara. Perang sipil untuk menyatukan negara-
 negara bagian telah mengedepankan tentara sebagai kekuatan solusi.
 Dan perang itu juga telah meninggalkan beragam catatan kekejaman
 oleh para tentaranya. Silaunya penegakan Hak Asasi Manusia <HAM>
 di sana terkadang membuat kita lupa tentang catatan itu. Bahkan
 pertempuran yang diwarnai pembantaian di Benteng Alamo telah
 dimaklumi oleh rakyat AS sendiri sebagai jalan tak terhindarkan
 bagi sebuah keagungan dan keutuhan negara mereka.

 Tampaknya kita harus segera menghentikan caci maki dan mulai
 memilah-milah permasalahan mereka, lalu mendudukannya secara
 proposional ketika ada kewajiban untuk mengadili di depa hukum.
 Harus dibedakan tindakan kekerasan demi kepentingan sekelompok
 tentara yang mabuk kekuasaan untuk terus menindas rakyat.

 Bagaimanapun juga tentara adalah bagian dari kehidupan bernegara.
 Pengembalian tentara ke dalam perannya sebagai alat pertahanan
 keamanan dan pembela rakyat sejati adalah jalan terbaik untuk
 mengembalikan kemesraannya dengan rakyat.

 Ucapan Pangdam VII Wirabuana Mayjen Agus Wirahadikusuma tentang
 penghapusan beberapa institusi tentara dan keharusan loyalitas
 prajurit untuk institusi negara bukan pada jenderal-jenderal telah
 mengagetkan semua orang. Menanggapi keterkejutan sebelumnya ketika
 Adnan Buyung Nasution memposisikan diri berseberangan dengan
 Komisi Penyelidik Pelanggaran Hak Asasi Manusia <KPP HAM>. Hal itu
 mengidikasikan bahwa tentara memang sedang berubah. Semoga saja
 perubahan itu bukan perpecahan.

++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
Didistribusikan tgl. 5 Jan 2000 jam 08:37:31 GMT+1
oleh: Indonesia Daily News Online <[EMAIL PROTECTED]>
http://www.Indo-News.com/
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Kirim email ke