Dikutip dari KOMPAS, Senin, 28 Desember 1998 Kehebatan Media Massa Thailand SEBUAH gugatan yang menarik diajukan penulis Far Eastern Economic Review (FEER) Rodney Tasker dalam tulisan The Watchdog Bites di FEER edisi 24 Desember 1998. Meski media massa Thailand merupakan media massa paling bebas di Asia Tenggara, tulis Tasker, toh mereka gagal memperingatkan pembacanya tentang keambrukan finansial pada Juli 1997. Lalu apa jawaban para wartawan Thailand yang ditanyai Tasker? "Lambannya peringatan dari media massa itu akibat kurangnya transparansi dalam kontak bisnis di Thailand," kata mereka. "Kebutaan" para jurnalis akibat tidak adanya transparansi inilah yang telah menghalangi upaya media massa Thailand untuk mamantau kekeroposan dunia perbankan, kebrobrokan manajemen keuangan dan korupsi di kalangan pemerintahan, khususnya selama pemerintahan PM Chavalit Yongchaiyudh. Sekarang, begitu tulis FEER, media massa Thailand kembali ke jati dirinya sebagai media massa bebas. Mereka sekarang sepenuhnya menjadi "mata pengawas" ekonomi dan pemerintah dari hari ke hari. Tugas para wartawan di sana kini lebih leluasa setelah adanya Undang-Undang Dasar (UUD) baru yang liberal, yang diterbitkan Oktober 1997. Selain itu, bulan lalu Thailand juga menerbitkan Peraturan tentang Informasi Nasional, yang isinya mendukung transparansi atau keterbukaan di kalangan pemerintahan. Lalu pemerintahan koalisi pimpinan Chuan Leekpai pun telah bersumpah untuk melakukan reformasi dalam bidang informasi ini. Maka seperti terjadi di Jakarta, berita-berita ekonomi dan politik sekarang mendominasi isi majalah dan koran, termasuk koran bersirkulasi besar Thai Rath yang biasanya berisi berita dan cerita hiburan belaka. Bahkan dalam tiga bulan terakhir ini, berbagai publikasi di Thailand dengan sangat gencar melaporkan skandal korupsi, yang berpuncak pada mundurnya menteri kesehatan dan wakilnya, serta mundurnya dari kabinet wakil menteri pertanian. "Sekarang, Anda tidak bisa lagi membohongi wartawan Thailand begitu rupa. Mereka tidak bisa lagi begitu saja mudah percaya pada apa yang pemerintah atau seseorang katakan," kata Kavi Chongkittavorn, editor eksekutif The Nation, koran berbahasa Inggris di Thailand. *** SALAH satu fokus perhatian media massa Thailand sekarang adalah pemanfaatan anggaran negara. Misalnya, koran-koran memuat penuh letters of intent paket bantuan IMF senilai 17,2 milyar dollar AS pada Agustus 1997. Ini fokus yang makro. Selain itu yang juga tidak kalah pentingnya-ini fokus mikro adalah kontrak-kontrak bisnis antara swasta dengan pemerintah metropolitan Bangkok. Kontak-kontak bisnis dan pelayanan publik di kota metropolitan Bangkok dinilai secara tradisional sebagai biang korupsi, mulai dari tahapan suap KTP hingga KKN kelas kakap. Tekanan media massa yang begitu tinggi bagi suksesnya kampanye antikorupsi seperti itu, demikian FEER menulis, membuat semua orang waspada bahwa korupsi harus dihentikan. Makin banyak orang sadar bahwa korupsi membuat semua orang sengsara. "Media cetak telah bertemu dengan keinginan yang terus tumbuh akan transparasi dalam pemerintahan dan dalam kontak-kontak bisnis melalui laporan-laporan investigasi, tajuk rencana, dan kolom khusus," begitu FEER menyimpulkan. Salah satu contohnya dikemukakan bagaimana The Nation mengorek ketidakadilan dalam pemberian kredit yang berbunga 12-14 persen dibandingkan dengan bunga deposito 4,5 persen. "Makin lama, mereka (bank-bank itu) makin menjadi paria masyarakat," katanya. Atau dengan kutipan lain: "Bank-bank ternyata lebih mirip vampir finansial yang kuat." Hal lebih menarik dilakukan Khao Sod, harian berbahasa Thailand. Khao Sod dinilai FEER paling terdepan dalam penyajian berita-berita investigasi. Para reporter ditugaskan untuk "menggali lebih dalam", kata editor Kiatichai Pongpanich. "Kami menjadi kuat bukan hanya karena unggul dalam memonitor skandal politik, namun juga unggul dalam menggali dampak sosial dari krisis ekonomi ini," katanya. Kehebatan Khao Sod dalam liputan investigasi dengan cakrawala yang selalu diperluas dan diperdalam itu telah mendorongnya menjadi koran paling favorit. Dalam setahun terakhir, sirkulasinya naik 16,6 persen menjadi 350.000 eksemplar, atau empat kali dibandingkan 1994. Tidak ada wartawannya yang dipecat. Malah FEER menulis, penampilan editor Kiatichai Pongpanich dengan stelan jas dan dasinya itu lebih mirip sebagai pengusaha sukses daripada seorang editor koran. *** MENTERI Luar Negeri Surin Pitsuwan - bekas kolumnis koran itu mengerti benar pentingnya pers bebas dalam mengungkap korupsi, ketamakan, keserakahan, dan kebobrokan manajemen pemerintahan dan bisnis, yang telah menjadi penyebab utama runtuhnya perekonomian salah satu negara calon "macan Asia" ini. Dalam sebuah konferensi tentang pers bebas yang diselenggarakan di Bangkok, awal November, Pitsuwan menyatakan, "Rakyat di negeri-negeri kita akan makin membutuhkan pemerintah, pengusaha dan media massa." Kepemimpinan Thailand dalam dunia pers di kawasan Asia Tenggara ini bagaimanapun mencerminkan kehidupan rakyat dan pemimpinnya yang jauh lebih demokratis dan terbuka. Bukan hanya kata-kata, tetapi dalam tindakan nyata. Jumlah media massa di Indonesia sudah bertambah sekitar 400-an, tetapi pertanyaannya, sudahkah kita bisa berbuat seperti itu? (vik) <Picture><Picture><Picture: Kompas Cyber Media> <Picture><Picture: KOMPAS Online><Picture>) C o p y r i g h t 1 9 9 8 Harian Kompas ---------- > From: Century 2009 <[EMAIL PROTECTED]> > To: Multiple recipients of list <[EMAIL PROTECTED]> > Subject: Re: Pilar & Bank > Date: Tuesday, 29 December 1998 21:53 > > Bung Jamil, > > Menurut saya sih nggak ada salahnya. Itu masalah keamanan informasi BI > dan pemerintah. Aksi dari majalah pilar itu mudah2an akan membuat kita semua > sadar seberapa buruk situasi perbankan Indonesia. Biarpun Bank2 tersebut > mempunyai CAR yang negatif, pemerintah harus tetap menjamin uang para > nasabah bank2 tersebut, agar tidak terjadinya Rush. Preparasi pemindahan > asset2 milik nasabah seharusnya sudah dilakukan oleh pemerintah supaya tidak > akan terjadi rush dan kekacauan pada saat bank2 tersebut ditutup. > Kebanyakan dari Bank2 yang ada di daftar ini memang ada bank yang bisa > dikategorikan "nekat" atau "ngawur". Cuman wakru saya lihat angka CAR-nya, > saya kaget... -600% ?????? Gross Mismanagement ? > > Segini dulu dech... > > Gerry > > Ps. beberapa bank itu memang sudah diduga tidak ketulungan dari dahulu... > > >