> Date: Fri, 5 Feb 1999 04:55:56 +1100 (EST)
> From: "I. Harta" <[EMAIL PROTECTED]>
> Subject: Dan Zamanpun Berubah
>
> Zamanpun telah berubah, kalau dulu Golkar ngotot PNS tidak
> boleh masuk partai, beberapa minggu lalu Golkar masih ngotot
> untuk membolehkan PNS masuk partai.
YLH:
Bung IH.... Setahu yang saya tidak salah mengerti : "Golkar dari
dulu ngotot PNS tidak boleh masuk partai karena semata-mata
inisiatif & ambisi SUHARTO sendiri yang ingin memanfaat-
kan PNS, baik itu 'hak suara mereka' dan yang terpenting
'gaji mereka'.
Khusus untuk 'gaji mereka', mari kita-kita yang PNS melihat
kembali 'slip gaji' kita masing-masing dan buktikan sendiri
sudah berapa jumlah uang PNS yang ditilap oleh
SUHARTO dan antek-anteknya selama Sang BAPAK
KORUPSI INDONESIA ini berkuasa penuh 32 tahun di
Bumi Pancasila yang mengakibatkan PNS dapat diartikan
sebagai 'Pegawai Ngeri Sekali'.
Sedangkan, 'beberapa minggu lalu Golkar masih ngotot untuk
membolehkan PNS masuk partai', karena Golkar masih mem-
butuhkan 'hak suara' PNS guna memenuhi target Golkar:
"Mayoritas Tunggal'.
> Saya sendiri? Malah ikut berubah, ujung2nya jadi PNS yang
> tanpa perahu. PNS yang tak pernah ikut pemilu walaupun
> jadi Ketua RT.
YLH:
Bung IH....Setahu yang saya dengar, PNS yang tak pernah
ikut Pemilu tidak berpeluang jadi Ketua RT. Berita ini
pernah digosipkan oleh Golkar ketika Megawati tidak
memberikan 'hak suara'-nya pada Pemilu yang baru
lewat sehingga Golkar mentargetkan bahwa Megawati
tidak bisa terplih sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan.
Tetapi ternyata 'Zamanpun berubah' sehingga target
Golkar tidak menjadi kenyataan. Bagaimana komentar
Bung IH terhadap kenyataan ini?
> Pemilu yang akan datang, saya mau nyoblos ah, maklum zaman
> sudah berubah. Tetapi, nyoblos yang mana yah?
YLH:
Bung IH....kalau saya sendiri sudah tahu dengan jelas partai yang
akan saya coblos dalam Pemilu mendatang. Tetapi sayangnya
saya tidak begitu yakin betul bahwa 'hak suara' saya dapat ter-
salur dengan baik.
Apalagi kita-kita pelajar Indonesia di luar negeri akan mengguna-
kan 'hak pilih' kita lewat Pos yang dikirim oleh KBRI. Sekedar
informasi kepada teman-teman yang akan mengikuti Pemilu
di luar negeri, saya telah mengikuti 2 (dua) kali Pemilu di
luar negeri, yaitu di tahun 1987 dan 1992 dimana 'surat suara'
saya dikirim oleh KBRI dan telah ditempeli perangko juga oleh
KBRI.
Jelasnya, kalau teman-teman kita PNS di KBRI masih tetap
sayang berat pada Golkar, maka kemungkinan kecil suara semua
kita-kita PNS yang ikut memilih dari luar negeri akan 'MASIH
SAMA SEPERTI YANG DULU'.
Bagaimana tanggapan dari teman-teman kita PNS tidak hanya di
KBRI terhadap imil yang terbaca?
Salam 'duet',
IH & YLH