Kemerdekaan atas suatu wilayah memang seperti menjajikan banyak
harapan. Tetapi kenyataannya hanya sedikit. Akhirnya berpulang pada
kemampuan untuk mengolahnya agar bernilai tambah. Kalau tidak mampu ya "mau
tidak mau" harus mengandalkan pihak yang mampu, meskipun berasal dari luar
wilayah itu.
     Samalah dengan bocah kecil berusia 2 tahun yang telah memperoleh
kemerdekaan secara pribadi atas segudang beras. Bukankah untuk mengubahnya
menjadi nasi harus  mengandalkan mereka yang mampu menanaknya.
     Ini artinya apa? Si anak boleh saja merdeka sebagai pemilik atas
segudang beras. Tetapi ia belum merdeka dari ketidakmampuan mengubah "beras"
menjadi "nasi".
     Apa resiko yng didapat si bocah itu?  Ya ... apalagi bukan kondisi
tawar menawar dari ahli penanak nasi. Bisa saja ia mau menanak nasi asal
dibayar dengan beras beberapa kali lipat. Bukankah esensi imperialisme sudah
terkandung di dalamnya?
     Memang pengetahuan bisa menjadi "kekuasaan" serta selanjutnya sebagai
sarana "menjajah" dari "orang yang tahu" terhadap "orang yang tidak tahu".


Salam,

Nasrullah Idris






Kirim email ke