saya juga lebih suka dengan aksi 'gandhi' yg lain, yakni 'melawan kekerasan tanpa kekerasan'. sebenarnya aksi mogok, tidak melakukan aktivitas apapun (tugas formal sehari-hari) secara serentak, mungkin lebih efektif. apalagi kita tahu yang menjadi korban demo biasanya justru mahasiswa yg tidak bersenjata. kadang heran juga, dpr/mpr itu mewakili siapa sih?! dalam menetapkan ruu pkb yg masih kontroversial tsb, kok mereka keliahatannya 'arogan' banget. apabedanya dengan 'kearoganan' oz yg memaksakan pasukannya di tim-tim? ah, munafik juga nih mereka. salam prihatin, raras (yang benci dgn kemunafikan, tapi juga masih suka munafik) ============= --- Majalah D&R <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > > KITA BUTUH “GANDHI” > > Inilah bedanya “pemimpin” kita sekarang dengan > Mahatma Gandhi. Ketika > melawan kolonial Inggris, Gandhi tidak menggunakan > cara kekerasan (bahkan > dia jadi korban kekerasan). Namun omongan Gandhi > didengar bangsanya, karena > dia membuktikan ucapan pada dirinya sendiri. > > Ketika dia menyerukan perlawanan rakyat India pada > Inggris, dia memilih > merajut kain bajunya sendiri, walau sangat > sederhana. Ia menolak memakai > tekstil buatan penjajah. Ini suatu kesederhanaan > fisik, tapi sangat > bermartabat. > > Memprioritaskan penggunaan produk dalam negeri di > Indonesia sejauh ini cuma > retorika, karena para pejabat tidak memberi contoh > pada dirinya sendiri. > Mereka lebih bangga naik Volvo, pakai sepatu Italia, > dasi Perancis, dll. > > Memang, dalam dunia yang msakin global sekarang, > kita tidak mungkin lepas > sama sekali dari produk impor. Sistem kapitalisme > dunia selalu mencari > ongkos produksi yang termurah, sehingga dalam satu > barang terdapat komponen > dari berbagai negara. Perusahaan sepatu Nike > (Amerika) lebih suka bikin > pabrik di Tangerang karena ongkos buruh Indonesia > bisa ditekan murah > ketimbang ongkos di AS. > > Namun kita bisa memprioritaskan produk yang nilai > komponen dalam negerinya > lebih besar. Kalau kita pakai mobil Toyota Kijang, > misalnya, komponen buatan > DN sekitar 45 persen. Tapi kalau kita pakai BMW atau > Volvo, bisa dibilang > hampir 100 % komponen impor. > > Yang lebih parah, justru untuk produk yang kita > anggap remeh, komponen > impornya tanpa kita sadari cukup besar. > Tempe: kedelainya dari AS > Super MI /Indo Mi: Gandumnya dari AS dan Australia > Daging sapi: sebagian besar impor dari Australia > Garam: sebagian diimpor dari India > > Padahal kalau mau sungguh-sungguh mau meningkatkan > kesejahteraan bangsa > sendiri, para buruh dan petani kita bisa diberi > kredit untuk mengembangkan > produk-produk yang tidak perlu iptek terlalu tinggi > ini. Celakanya, kredit > untuk petani malah dipersulit, tapi kredit untuk > konglomerat dipermudah. > > Mengapa ini bisa terjadi? Selain karena kesalahan > strategi, juga karena > kurang ada keseriusan memperjuangkan kepentingan > bangsa ini dan mendahulukan > kepentingan sempit pribadi, golongan, kelompok. > > Satrio A. > __________________________________________________ Do You Yahoo!? Bid and sell for free at http://auctions.yahoo.com