From: Taufan Marhaendrajana <[EMAIL PROTECTED]>
To: [EMAIL PROTECTED] <[EMAIL PROTECTED]>
Date: Friday, January 21, 2000 01:57
Subject: Re: [ITB] Soal "1/2 dibagi 1/3" untuk 100 Orang Tamatan SMA


     Kita memang sudah belajar mengenai pembagian dengan pecahan. Namun
sampai saat ini saya merasa bahwa operasi tsb hanyalah ''operasi matematika
tanpa ada pengertian fisiknya."
=======================================
     Hallo Mas Taufan !
     Memang umumnya hitungan pecahan di bangku sekolah di Indonesia hanya
"operasi
perhitungan simbol tanpa pengertian  fisik". Entah sejak kapan kebiasaan ini
berlangsung. Lihat saja : penerangan jauh lebih banyak melalui penulisan
ketimbang peragaan.
     Kalau minimnya peragaan dijadikan alasan rasanya kurang tepat. Toh
banyak benda  bisa dijadikan untuk itu. Malah semua siswa hampir setiap hari
memegang benda : kertas, kueh, sampai pinsil. Kenapa nggak dimanfaatkan?
Rasanya guru mana pun bisa menyuruh setiap muridnya membawa benda tertentu
ke dalam kelas.
     Apa karena dianggap tidak parktis seperti penulisan di  buku tulis,
buku, dan papan tulis? Untuk jangka pendek boleh juga. Tetapi dampak jangka
panjangnya justru telah terjadi berbagai pemborosan pendidikan. Segmen
korbannya pun sungguh mengejutkan : para alumnus SMA.
     Banyak siswa tidak mengetahui secara integrasi, tuntas, dan detail akan
hubungan bilangan pecahan dengan satuan. Ini sedikit-banyak bisa menimbulkan
kebingungan ketika menemukan hitungan bilangan bulat dengan hasil sama.
Mendingan bila dilanjutkan dengan banyak bertanya. Celakanya kalau nrimo
saja serta sifat ini terbawa sampai jenjang pendidikan lebih tinggi.
Terlebih bila para gurunya kurang memberikan kesempatan untuk menyalurkan
berbagai pertanyaan sampai mengerti benar.
     Seperti kita ketahui  hitungan "1/2 : 1/3" dan "1/2 x 3" menghasilkan
bilangan sama. Tetapi secara psikologis mempunyai faktor kesulitan berbeda.
Para siswa  akan merasakannya. Hanya mungkin tidak mereka ucapkan mengingat
keterbatasan perbendaharaan bahasa maupun kemampuan verbal. Maklum,
pengajaran Bahasa Indonesia saat itu belum mengarah ke sana.
      Hal tersebut hendaknya dijadikan indikasi "faktor kesulitan" harus
menjadi perhatian serius. Karena ini akan mendorong upaya mencari alternatif
untuk mengimbanginya. Kalau siswa belum paham jangan hanya dituntut untuk
terus belajar. Tampilkan bentuk selain penulisan. Misalkan ya peragaan.


Salam,


Nasrullah Idris



Kirim email ke