Teman-teman Indoz-net semua, Marilah kita simak bersama percakapan singkat antara kedua teman kita yang sedang asyik berbincang-bincang tentang: "Siswa, Bea siswa & Birokrasi!" Date sent: Mon, 24 Jan 2000 00:59:26 +1100 (EST) From: "Nasrullah Idris" <[EMAIL PROTECTED]> Subject: Balada Seorang Penerima Bea Siswa NASRULLAH: > Teman saya di Inggeris pernah bercerita seputar bea siswa. > Ia menceritakan penerima bea siswa mereka yang bekerja di > pemerintah. Tidak peduli Doktor atau Master, predikat Cum > Laude atau biasa saja, terkadang kembali dari studi di LN, > statusnya seperti semula, seperti orang yang baru piknik saja, > malah nganggur. Jadi untuk apa "human invesment" yang > sudah banyak mereka habiskan, termasuk dalam bentuk > pinjaman yang nantinya harus dibayar oleh negara? YUSUF: Teman saya lulusan Australia malah punya nasihat bahwa kalau tidak mau nganggur setelah kembali tanah air, maka se- lama di LN, berusaha untuk menjalin kerjasama dengan badan- badan peneliti, baik perorangan maupun kelompok agar lakukan penelitian bersama, walaupun kita telah kembali ke tanah air. Dengan demikian, kita bisa piknik sini piknik sana, kalau kita bisa mempublikasi hasil penelitian di jurnal internasional. Apa- lagi penyandang dana penelitian tidak selalu melihat kepada GELAR, tetapi BANYAKNYA TULISAN YANG DIPUBLIKASI DI JURNAL INTERNASIONAL. Jelasnya, negara kita akan ikut terkenal, kalau tulisan kita ter- publikasi di jurnal internasional. NASRULLAH: > Sambungnya : Saya berhasil memperoleh bea siwa setelah > ngotot ke sana ke mari. Soalnya berdasarkan pengalaman- > nya sebagai staf yunior dalam pemerintahan hampir tidak > mempunyai peluang. Sering kalah oleh kalangan senior serta > mempunyai posisi penting. Padahal mereka itu belum tentu mau serta mampu. YUSUF: Sambungnya juga: dia berhasil memperoleh bea siswa setelah ngotot pakai OTAK ke sana ke mari menggunakan biaya sen- diri dalam memperoleh NILAI IELTS/NILAI TOEFL yang di- butuhkan oleh universitas dimana ia melamar untuk mendapat- kan "Confirmation of Enrollment" (COE) yang merupakan persyaratan utama diberikannya bea siswa kepadanya. Jelasnya, seniornya mengalah karena seniornya tidak bisa ber- saing untuk mendapatkan bea siswa. Apalagi untuk mendapat- kan bea siswa, si penerima bea siswa harus membuktikan dirinya mampu menguasai bahasa Inggris dengan melampirkan NILAI IELTS paling rendah 6.0 atau sebanding dengan NILAI TOEFL = > 550. NASRULLAH: > Sungguh ini tidak bisa dimengerti dengan memberikan peng- > hargaan kepada staf senior dalam bentuk pemberian bea > siswa. Padahal kita sadari bahwa semakin lanjut usia daya > pikir semakin berkurang. Bukan berarti kita tidak menghargai > pengalaman mereka. YUSUF: Sungguh ini bisa dimengerti kalau staf senior pernah melamar untuk mendapatkan bea siswa sehingga dia tahu bahwa ter- nyata untuk mendapatkan bea siswa itu tidak mudah. Apalagi staf senior menyadari bahwa kalau bea siswa tidak terpakai berarti bea siswa akan 'DIPULANGKAN KE RUMAH ORANG TUANYA'. NASRULLAH: > Di negara lain lulusan Doktor bisa dicapai pada usia di bawah 30 > tahun. Sedangkan master pada usia 23-26 tahun. Apalagi kalau > untuk memperolehnya dilangsungkan kompetisi test. Jadi kenapa > harus dihalangi. Bagaimana negara maju kalau begini caranya. > Bisa anda tanyakan langsung. Cari bea siswa malah dijadikan > sumber penghasilan tambahan. YUSUF: Di negara lain, kalau orangnya pintar, maka penyandang dananya datang langsung kepada orangnya. Sedangkan, kalau di negara TIDAK lain, walaupun orangnya pintar, penyandang dananya sulit mendekati orangnya, karena si penyandang dana harus melewati banyak jalur "BIROKRASI" baru bisa mendekati orang- nya. Salam bersama, Nasrullah Idris & Yusuf L. Henuk