Teman-teman Indoz-net semua,


Perkenankanlah saya mengirim sebuah tulisan 'paling   panjang'
yang saya edit dari 3 (tiga) ulasan tulisan  paling  menarik yang
> Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka 
> PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom 
> E-mail: [EMAIL PROTECTED] 
> Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp 
> Xpos, No 02/III/22 - 30 Januari 2000
[Selamat membaca  dan semoga bermanfaat (YLH)]
> -------------------------------[MONAS]-----------------------------  
> From: [EMAIL PROTECTED]
> Date: Tue Jan 25 2000 - 09:05:02 MST 
>  
> MENEBAR VIRUS DARI SILANG MONAS 
>  
> (POLITIK): Sentimen Islam di Ambon jadi alat  Poros Tengah menggoyang 
> Gus Dur. Tahu bakal dimanfaatkan, KAMMI,  Pemuda Muhammadyah dan 
> Pemuda Anshor, tak jadi gabung.  Acara   tabligh  akbar   Jihad  Ambon di 
> Silang Monas yang dihadiri ribuan warga  muslim beberapa hari menjelang
> Idul Fitri 1420 H, merupakan titik  kulminasi   persengketaan  antara Poros 
> Tengah dengan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur).  Acara itu pun di-
> manfaatkan sebagai ajang konsolidasi partai-partai Islam. Pada kesempat-
> an itu, mereka bahkan sudah  membangun  komitmen untuk   menyatukan 
> partai-partai Islam dalam satu partai. 
> 
> Atas nama umat Islam, Hamzah Haz yang disinyalir  menerima  dana KKN 
> dari Bank  Bali ini mengancam akan  menyelesaikan kasus Ambon dengan 
> cara-cara umat  Islam, apabila   duo Gus   Dur-Mega  tak  kunjung bisa me-
> nyelesaikan itu. Ia  menuntut pemberlakuan  darurat militer  di sana, karena 
> menurutnya yang  terjadi sudah lebih gawat  daripada Aceh, kecaman yang 
> sebenarnya sudah  berkali-kali diucapkannya di  sejumlah tablig di pinggiran 
> kota Jakarta.  Ahmad Sumargono, dedengkot KISDI  dan sekaligus  anggota
> DPR dari Partai Bulan  Bintang pun tak  ketinggalan  men-deadline  Gus Dur 
> dalam menyelesaikan kasus  Ambon. "Jika tidak  mampu, kita  akan  ajukan
> mosi tidak percaya," katanya. Ia  lupa bahwa  sistem  yang  dianut Indonesia 
> bukan sistem demokrasi parlementer. 
>  
> Kecaman   dan ancaman   dari  Monas   itu mendapat   tanggapan keras dari 
> Presiden  Gus Dur. Bagi Gus Dur aksi di  Monas itu  diartikan  sebagai  unjuk
> kekuatan untuk memaksanya berhenti dari   jabatan   presiden  dengan meng-
> andalkan kekuatan massa. Meskipun  yang  datang  waktu itu adalah para de-
> dengkot Poros Tengah,  yang sebelumnya "mati-matian"  mendorongnya  jadi 
> presiden, Gus Dur tetap  berbicara keras. Ia sadar bahwa apa  yang dilakukan 
> Poros Tengah tak lain upaya untuk mencari perhatian. Seperti diketahui Poros 
> Tengah merupakan gabungan dari partai-partai yang tak meraih suara signifikan 
> dalam Pemilu 1999 lalu. Dengan aksi ini mereka ingin  tunjukkan kalau mereka 
> punya massa. 
>  
> Hanya saja,   Gus   Dur masih menganggap kecil   jumlah   massa  yang  hadir. 
> "Mereka mengaku berhasil   mengumpulkan  sejuta  umat,   tetapi yang  datang 
> nggak ada  20.000 orang. Nggak usah heran mereka sedang cari-cari penyakit," 
> ujar Presiden saat berhalal bihalal dengan  Yayasan  Assyuryaniyah  Attahiriyah
> di  Bina Graha. "Mereka tidak ada apa-apanya,  justru yang mayoritas itu adalah 
> PDI-P. Mereka yang di Monas   adalah kelompok-kelompok kecil. Jadi tidak ada 
> artinya," kata Gus Dur lebih lanjut. 
>  
> Selain   Gus Dur, yang   gerah dengan  pengumpulan massa di silang Monas itu, 
> juga sejumlah kyai NU di PKB. Mereka rata-rata mengecam cara-cara Amien cs. 
> dalam   menggoyang   Gus Dur. Anggota DPR-RI dari Fraksi Partai Kebangkitan 
> Bangsa   (F-PKB) Effendi Choirie dan Wakil Sekjen DPP Partai Golkar Muchyar 
> Yara   mengingatkan  agar   jangan menggunakan  cara-cara pengerahan massa 
> untuk menekan Gus Dur   dan   Mega. Sebab,  kedua pemimpin itu  justru mem-
> punyai basis  massa yang jauh lebih besar.   "Massa  Nahdlatul Ulama (NU) dan 
> massa PDI  Perjuangan adalah massa yang  besar. Karena  itu   sebaiknya tidak 
> memancing  massa kedua organisasi itu dengan cara pengerahan massa,"  kata 
> Muchyar Yara. 
>  
> Ternyata, gertakan   semacam   itu   berhasil membuat ciut para dedengkot acara 
> tabligh itu.  Amien   Rais dan   Ahmad   Sumargono   buru-buru  meralat apa yang 
> diucapkannya. Dengan nada membela diri Amien justru menyalahkan orang-orang 
> dekat Gus Dur, yang katanya, telah memberikan informasi salah kepada presiden. 
> "Saya kira kalau kaset itu diputar kembali, dan Gus Dur mendengarkan, tidak ada 
> kata-kata akan menggulingkan atau mau   menggusur,"  kata Amien.  Belakangan, 
> Amien berubah jadi pembela Gus Dur. Seperti biasa, dengan  kata-kata bombastis 
> ia menyatakan akan menjadi orang pertama yang akan mempertahankan Gus Dur 
> sebagai presiden hingga 2004. Ia pun mulai  mengecam  upaya-upaya pengerahan 
> massa yang menurutnya bisa memicu kerusuhan. 
>  
> Acara di Monas itu sendiri, semula diadakan secara bersama oleh sejumlah  organi-
> sasi massa Islam. Namun, dalam perkembangannya beberapa diantara  mereka me-
> nolak untuk turut serata. Mereka yang "mengundurkan diri" dari acara itu antara lain 
> KAMMI (sebuah kelompok massa  mahasiswa  muslim  terbesar  saat ini), Pemuda 
> Muhammadyah dan Gerakan Pemuda Anshor. Mereka   menyatakan  tidak ikut ber-
> tanggungjawab terhadap acara tablig akbar itu. Tampaknya, mereka sadar, pada ke-
> giatan semacam itu, potensi pihak tertentu untuk mempolitisir acara, sangat terbuka. 
> "Sebelumnya mereka ikut serta dalam  acara   itu, tapi  karena  FPI masuk dan men-
> dominasi acara, akhirnya mereka mundur," kata sumber. 
> 
> Acara-acara  demikian  dengan mudah memang dapat dimanfaatkan para provokator 
> untuk  memperkeruh suasana. Gus Dur sendiri telah menyebutkan bahwa kerusuhan 
> di Aceh dan Maluku didalangi oleh tentara dan kelompok Islam fanatik. "Bagi saya ini 
> sangat penting artinya karena provokator itu berasal dari para  pensiunan tentara, 
>dan 
> sebagian lainnya dari kelompok Islam fanatik," ujar  Gus Dur. Dengan   berkumpulnya 
> para Islam fanatik di Silang Monas, sungguh besar kemungkinan untuk juga dimanfaat-
> kan oleh tentara. Itu sama saja mengimpor masalah Ambon ke Jakarta. 
> 
> Benar saja, menurut   beberapa   sumber, aksi di Monas juga  disokong oleh sebagian 
> tentara yang kecewa pada  pemerintahan  Gus  Dur. Isu  bubarkan  Komnas  HAM, di-
> percaya merupakan titipan tentara untuk menggembosi KPP HAM yang berniat  meng-
> adili para  jenderal   pelanggar HAM. Mereka   adalah   dari   kelompok  Wiranto, 
>Djaja 
> Suparman dan Sudrajat. Peneliti  UI, Thamrin   Tamagola,  secara  eksplisit menyebut 
> bahwa orang yang paling tahu tentang konflik di Ambon adalah Jenderal Wiranto. 
> 
> KLAIM MASSA LASKAR DAN ORMAS ISLAM GARIS KERAS 
> ============================================== 
> NAMA ORMAS KETUA MASSA 
> ++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ 
> 1. Persaudaraan Pekerja Eggy Sudjana 1.000 
>     Muslim Indonesia (PPMI) 
> 2. Forum Masyarakat (Formas) Hendrik 2.000 
> 3. Ababil Tubagus Sulaeman 8.000 
> 4. Sabilillah A.Soleh/Nur Hidayat 5.000 
> 5. Hisbullah Kol. Daud Ibrahim 15.000 
> 6. Badan Komunikasi Pemuda Idrus Marham 5.000 
>     Remaja Masjid Indonesia 
> 7. Forum Silaturahmi Zaghlul 2.000 
>     Remaja Masjid Jakarta 
> 8. Front Pemuda Taufik 250.000 
>     Islam Surakarta (FPIS) 
> 9. Laskar Jihad Supeli 5.000 
> 10. Gerakan Pemuda Ka'bah (GPK) M. Yunus 10.000 
> 11. Pemuda Potensi Abdul Hadi 1.000 
>      Masyarakat (Potmas) 
> 12. Barisan Umat Harry A. Aziz 7.000 
>       Islam Bersatu (Buistu) 
> 13. Ikatan Silaturahmi Maluku Ongen Sangaji 1.000 
> 14. Pagar Nusa Ir. Samfudin 20.000 
> 15. Gerakan Pemuda Islam (GPI) Darwin 50.000 
> 16. KISDI A. Sumargono 5.000 
> 17. Kiblat Kosasih 25.000 
> 18. Pemuda Bulan Bintang Hamdan Zoelva 15.000 
> 19. Furkon Wahyudi Patra 5.000 
> 20. Fron Pembela Islam (FPI) Habib Riziek Syihab 20.000 
> 21. Badai Timur Ibrahim Bethan dan 2.000 
>                                 Taum Poliraja 
> 22. Washliyah --- 150 
> ++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ 
> Sumber: Tajuk & berbagai sumber 
> 
> Kecurigaan itu kiranya dapat dipahami, lantaran membesarnya  kembali  kasus 
> Ambon  berbarengan  dengan   diperiksanya sejumlah jenderal oleh  KPP-HAM 
> atas keterlibatannya dalam pembumihangusan  Timor  Timor. Begitu  juga, me-
> ledaknya kerusuhan di tempat lain juga bersamaan dengan upaya pembersihan 
> kaki tangan Wiranto di jajaran pimpinan  TNI. Kedekatan  antara  barisan  Islam
> garis keras  dengan sebagian perwira tinggi TNI sudah terlihat  saat  Wiranto Cs
> diperiksa  KPP-HAM. Sejumlah massa mereka   mendemo  Komnas  HAM  dan 
> minta supaya  pemeriksaan para jenderal tersebut diakhiri. Gejala bergabungnya
> tentara  dengan Islam garis keras jelas amat  berbahaya  bagi keutuhan  bangsa. 
> Optimisme   Gus Dur  bahwa mereka merupakan kelompok kecil mungkin sudah 
> seyogyanya   segera   dieliminir. Virus  jika dibiarkan akan makin membesar. Ini 
> serius. (*) 
> -------------------------------------------------[AMIEN 
>RAIS]-----------------------------------------------
> From: [EMAIL PROTECTED]
> Date: Tue Jan 25 2000 - 09:14:48 MST 
>
> TAK 'AMIEN' BUKAN ROIS 
>  
> (POLITIK): Habis "membakar" massa Amien serukan larangan aksi massa. Ia tak 
> setuju aksi damai lintas agama. Maunya, proses tawar-menawar  politik  tetap  di 
> tangan elit.  Paralel dengan peristiwa 20  Mei 1998,  Amien   mengulang larangan 
> pengerahan  massa (19/1). Umat beragama manapun diminta menghentikan gelar 
> apel akbar  atau  bentuk-bentuk pengerahan massa lainnya. Diungkapkan, dirinya 
> tidak  ingin  peristiwa  di Maluku dan Mataram menular kemana-mana. Mau meng-
> hentikan demonstrasi? "Tidak juga. Karena kalau unjuk rasa dihentikan sama arti-
> nya demokrasi pingsan kembali," timpal Amien kepada pers. Lantas apa maksud-
> nya? 
>  
> Sebab bagaimanapun media massa kadung mencatat, bersama Hamzah Haz  dan 
> Ahmad Sumargono, Ketua MPR RI ini berorasi dalam apel siaga masyarakat Islam
> di lapangan Monas, Jakarta awal tahun lalu. "Kesabaran umat Islam ada batasnya,"
> lantang Amien di hadapan ribuan massa yang umumnya bersorban putih. "Gus Dur 
> dan Megawati jangan memancing kesabaran itu habis karena  kelambanannya". Se-
> telah 32 tahun mengalami depolitisasi, kini agenda reformasi mesti menyertakan ke-
> kuatan Islam dalam relasi kekuasaan. Ujung  apel  tersebut memang  membuahkan 
> 'Kesepakatan Monas' yang berisikan itikad partai-partai Islam untuk beraliansi dalam 
> pemilu mendatang. 
>  
> Kesepakatan yang terbilang kepagian. Rentang waktu ke sana masih berjarak empat 
> tahun dari sekarang. Sebagian spekulasi lebih percaya, kalau mau  dikaitkan dengan 
> pemilu, sasaran Amien hanyalah  memenangkan   kontes   pada  pemilu lokal. Cuma 
> rencana pemilu lokal juga   masih   dapat   tentangan   banyak  pihak --termasuk 
>dari 
> anggota KPU semisal Andi Malarangeng. Belum lagi  mengingat  biaya yang diajukan 
> mencapai angka 220 milyar rupiah. Skenario  mengepung   Jakarta lewat penguasaan 
> daerah pun terbantah. Orasi berapi-api tidak lain sekadar show force. 
> 
> Sementara itu beberapa pengurus PAN meminta  masyarakat  dan pers  tidak  menilai 
> berlebihan pernyataan   Amien. Semuanya   dianggap   masih  dalam  batas kewajaran. 
> Ketua PAN AM Fatwa berharap masyarakat dapat membedakan posisi  Amien masing-
> masing sebagai Ketua MPR, Ketua Umum PAN dan dalam  kapasitas  pribadi  sebagai 
> muslim. "Permintaan  Amien  yang  tidak  menghendaki  pengerahan  massa beragama 
> adalah pernyataan seorang Ketua MPR". Entah apa maksudnya.  Lalu, yang  meng-iya-
> kan teriakan jihad, apakah merupakan   kepribadian   Amien  yang lain? Itu namanya 
>ke-
> pribadian ganda. 
> 
> Belakangan diketahui, ada inisiatif  dari  bawah   untuk menyelesaikan   konflik  
>berlatar 
> belakang SARA. Tanggal 15  Januari  lalu   semestinya   masyarakat  Jakarta dapat me-
> nyaksikan pawai  beruntai   bunga   yang   dilangsungkan   beberapa  umat beragama 
>di 
> bilangan Hotel Indonesia. Belum diketahui   sebab   musabab  pembatalan. Padahal aksi
>  yang akan melibatkan banyak kalangan, tidak  terkecuali masyarakat  Islam,  
>dimaksud-
> kan mengkonter sinyalemen mainstream bahwa, "Solidaritas antar beragama masyarakat 
> Indonesia sedang pecah," tukas  seorang penginjil dari  Gereja  Kristen Kemah Daud. 
>Me-
> lalui aksi bersama mau  diperlihatkan, sejatinya terdapat beragam tangan 'gaib' yang 
>men-
> jadi akar  kekisruhan SARA di Maluku, dan beberapa wilayah lain  semisal  Doulos, 
>Mata-
> ram, bahkan Makassar. 
>  
> Rupanya informasi tersebut tidak luput dari pendengaran  Amien  Rais. Dari  sanalah  
>per-
> nyataan penghentian pengerahan massa beragama bermula. Betapapun Amien tidak ingin 
> dituduh menjadi picu aksi-aksi dengan sentimen SARA berlangsung terus. Ia pun  
>dikabar-
> kan tidak senang dengan penayangan acara  "Kembali Bersatu Membangun Maluku" oleh 
> beberapa stasiun televisi waktu lalu. 
>  
> Sedari awal banyak pengamat telah curiga, langkah manuver Amien  semata-mata  meng-
> hentikan gelombang perubahan dari bawah. Caranya?   Menjaga   proses   tawar menawar 
> politik tetap berlangsung di tingkat atas. Cara lama yang laku  di  beberapa  negara 
> Eropa 
> guna menghambat laju revolusi rakyat dari golongan sosialis. Peristiwa  mana  pernah 
> ber-
> laku lebih dari satu tahun lampau. Rapat  akbar  reformasi  20 Mei  1998  
>dikumandangkan 
> banyak tokoh oposisi. Amien malah dikenal paling kencang mensosialisasikan. Tak 
>nyana 
> di detik-detik terakhir, televisi menayangkan pernyataan Amien yang meminta  
>masyarakat 
> mengurungkan niatan berkumpul di Lapangan Monas di muka Istana Negara. 
 
> Ted Grant dan Allan Woods, pengamat politik  Indonesia  menulis  mengenai  peristiwa 
>ter-
> sebut. Andai demonstrasi   massa   tanggal   20 Mei 1998   silam  berhasil digelar, 
>sejarah 
> Indonesia bakal mencatat drama penggulingan  kekuasaan    Soeharto secara damai   
>oleh
> akar bawah. Cuma lantaran seorang Amien  Rais yang  mengklaim dirinya rais  
>(pemimpin)
> massa reformis 'melarang', jadilah penurunan Soeharto seperti kita alami. Jadilah 
>Soeharto
> turun tanpa  disertai  perubahan pondasi sistem politik Indonesia. 
> 
> Tapi tentu tidak sesederhana ditengarai Grant-Woods. Faktor Amien bukanlah     
>penentu
> tunggal. Ia hanya makin menegaskan gambaran kelangsungan pembaruan di   negeri  ini.
> Yang diperebutkan berkisar pada "siapa memimpin proses itu"     bukan  dalam  konteks
> bagaimana merumuskan substansi. Maka, pantas saja tayangan telenovela laris di   
>tele-
> visi. Rupanya, cuma di sanalah karakter hitam-putih dapat dijumpa. Di dunia    nyata 
>Indo-
> nesia, realitas melulu berwarna abu-abu. Elit politik tak amien (sulit dipercaya) 
>masih  ber-
> lagak  rois (pemimpin). Tapi, masakan harus seorang Esmeralda (tokoh telenovela)   
>yang
> jadi Ketua MPR kita? (*) 
> ---------------------------------------------[JIN-JIN 
>ISLAM]-------------------------------------------------------------
> From: [EMAIL PROTECTED]
> Date: Tue Jan 25 2000 - 08:56:13 MST 
>
> POLITIK ISLAM TNI: DARI PRABOWO HINGGA WIRANTO 
> 
> (POLITIK): Menggunakan bendera Islam untuk meraih kekuasaan pernah   dipakai
> oleh Letjen (Purn) Prabowo Subianto dan kawan-kawannya. Prabowo, selain mem-
> bangun kekuatannya di TNI Angkatan Darat, ia juga membesarkan Komite  Indone-
> sia untuk Dunia Islam (KISDI) pimpinan Ahmad Sumargono dan   Front   Pembela
> Islam (FPI)  Pimpinan Habib Razied Shihab. Prabowo juga menggunakan    Ikatan
> Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang juga dipakai mertuanya, Jendral (Purn)
> Soeharto untuk memperpanjang kekuasaan politiknya. Kebetulan,   ada     sinergi
> antara  orang-orang sipil di ICMI yang ingin menjalin hubungan     dengan   tentara
> untuk menguasai pemerintahan.
>
> Klik politik Islam Prabowo berhasil merekrut Jendral Feisal Tanjung    dan  Jendral
> Hartono, dua jendral yang berkuasa ketika itu. Mereka berdua tiba-tiba jadi jendral
> Islam, yang ke sana ke mari memakai baju koko dan kopiah. Lalu, Prabowo   dan
> Hartono mendirikan Center Policy for Development  Studies (CPDS). Lembaga  ini
> merekrut jendral-jendral Islam seperti Mayjen TNI Mulkis Anwar, Brigjen  TNI Robik
> Mukav,  Mayjen TNI Fachrul Razi, dan Brigjen TNI Kivlan Zen. Jaringan para jendral 
> ini dibina Prabowo dan dihubungkannya dengan kelompok-kelompok Islam     garis
> keras  binaan Prabowo. Namun, setelah Soeharto jatuh, Prabowo     disingkirkan
> Wiranto. Lalu, jaringan "Islam" Prabowo inilah yang kemudian dipakai Wiranto untuk
> memperkuat  posisi politiknya di depan  Gus Dur dan kaum nasionalis dan mahasis-
> wa yang  terus menyudutkan Angkatan Darat. 
> 
> Wiranto kemudian mengembangkan dan memelihara "jaringan Islam" itu. Pangkostrad,
> Letjen TNI Djadja Suparman dan Mayjen Pol Noegroho Djajoesman (Kapolda Metrojaya)
> adalah dua jendral klik Wiranto (ini sudah diketahui)  yang bertugas membina 
>kelompok-
> kelompok Islam garis keras yang pro klik Wiranto. Kelompok-kelompok ini kebanyakan 
> adalah  kelompok-kelompok yang dulu dibina Prabowo.  Ada informasi misalnya, penyer- 
> buan dan   pembakaran Wisma Doulos milik  Yayasan Kristen Doulos di Pondok Gede, 
> dilakukan oleh sekelompok anggota Kostrad.
> 
> Kedekatan klik Wiranto dengan FPI yang mencolok misalnya aksi-aksi FPI yang   men-
> dukung Wiranto saat jendral itu diperiksa KPP HAM. Itu juga dinampakkan        ketika
> Kantor Gubernur DKI Jakarta Raya diduduki gerombolan FPI bersenjata tajam    selama
> jam kerja, Kapolda Noegroho Sjajusman dan Pangdam Jaya Djadja  Suparman tak me-
> lakukan apapun untuk mengusir gerombolan itu. Ini sempat  membuat Gubernur   DKI,
> Letjen (Purn) Sutiyoso  yang juga mantan Pangdam Jaya,  gusar. "Mengapa aparat tak 
> mengusir mereka yang membuat ngusir mereka yang membuat aktifitas  pemerintahan
> lumpuh?"  ujar Sutiyoso ketika itu. Nah, kalau Djadja dan  Noegroho bukan kawan FPI, 
> mengapa pendudukan itu dibiarkan? (*) 
> --------------------------------------------------------
> SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html 
> 
> ----- End of forwarded message from SiaR News Service -------------------------

Kirim email ke